Senin, 20 Januari 2025

Muhammad Sang Yatim

 

Menyelami lagi sejarah masa lalu dari sang Manusia Mulia tak pernah mendatangkan kejenuhan, justru kerinduan seperti runtuh begitu deras bak guyuran air hujan. Muhammad Sang Yatim karya Muhammad Sameh Said adalah buku ke-6 dari sejarah Nabi Saw. yang saya baca dari penulis yang berbeda-beda. Dan saat saya mengakhiri kisah di halaman terakhir setiap buku sejarah Nabi Saw. yang terbaca, doa terbaik saya langitkan untuk semua Umat Muhammad Saw. yang dengan penuh kecintaan dan kerinduan menuliskan perjalanan hidup Muhammad Saw. untuk kemudian membuat para pembacanya semakin merindukan sang kekasih Tuhan…

Semoga tulisan-tulisan itu akan menjadi pahala kebaikan yang akan akan terus mengalir sampai dunia menemui akhir masanya… (Untuk Tasaro GK atas Novel Biografi 4 Jilidnya yang berhasil membuat saya sangat merindukan sosok Muhammad Saw. untuk Muhammad Jebara atas buku Muhammad The World Changer yang mengupas lebih dalam Kehidupan Muhammad Saw. dan selera pribadinya. Untuk Martin Lings atau Abu Bakr Siraj al-Din atas buku Muhammad Kisah Hidup berdasarkan Sumber Klasik. Untuk Abdul Fattah Abu Ghuddah atas buku Muhammad Sang Guru yang menceritakan tentang keteladanan Muhammad Saw. dalam mendidik keluarga dan para sahabatnya. Dan kepada semua Penulis buku Sejarah hidup Muhammad Saw.) Alfatihah

Buku Muhammad sang Yatim ini menjadi buku yang saya baca setelah saya Kembali dari Ziarah ke tanah perjuangan sang Kekasih Tuhan, Muhammad Saw. kata orang obat rindu adalah bertemu, tapi di kota penuh cinta (Madinah) pertemuan justru menjelma kerinduan yang semakin mendalam dan tak kutemukan lagi Dimana obatnya. Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad

Buku dengan 587 halaman ini benar-benar mengurai kisah-kisah yang Sebagian belum  dituliskan pada buku-buku sejarah yang saya baca sebelumnya. Saya menyoroti satu kisah Muhammad kecil saat dalam pengasuhan kakeknya, Abdul Muthalib. Betapa kemuliaan akhlaknya Muhammad Saw. memang tiada bandingnya, Ketika Muhammad kecil semua orang-orang sekitarnya sudah mengakui keindahan dan kebenaran dari perilakunya. Semua orang bersaksi bahwa Muhammad adalah lelaki dengan budi pekerti yang sangat luhur.

Kisah masa kecil Muhammad diceritakan dalam Buku Muhammad sang Yatim hlm 441. Pada satu kesempatan seorang Arab datang dari pedalaman mengadu kepada Abdul Muthalib. “Aku mengalami pencurian di negeri kalian, hartaku yang kutaruh di sabuk dirampas. Sabukku hilang dan juga hartaku.” Abdul Muthalib lalu menjamunya di rumahnya sampai sabuknya ditemukan. Tiba-tiba Muhammad kecil yang mengetahui masalah itu teringat bahwa salah seorang temannya  Bernama Muaz menemukan sabuk dari kain wol yang dengan cepat menyembunyikannnya. Muhammad kecil lalu memanggil Muaz dan meminta sabuk itu. Namun Muaz menolak, tapi Muhammad kecil bersikeras memintanya. Muaz malah mengancam akan memukulnya, tetapi Muhammad kecil tidak takut pada ancamannya dan bersikeras untuk mengambil sabuk tersebut. Anak-anak lain yang merupakan kawan Muaz berkata, “Hai Muhammad, engkau ini kawan dan teman kami. Kita sudah menemukan uang dan itu halal bagi kita. Engkau juga akan mendapat bagianmu sebagaimana kamu semua.”

Muhammad kecil membalas, “Itu adalah harta orang Arab yang sedang berkunjung, dia adalah tamu kita. Harta itu harus dikembalikan kepadanya.” Anak-anak itu meminta Muhammad kecil agar diam saja, tetapi ia tetap bersikeras menolak dan berkata, “Bagaimana aku bisa diam sementara aku mendengar orang mengeluh dan mengaduh.” Mereka berkata, “Pulanglah ke rumahmu, biarkan orang Arab itu pergi dan kita bagi harta ini.” Muhammad kecil berkata lagi, “Apa kalian mengajakku untuk berbohong?” mereka berkata, “Apakah ada yang memintamu untuk berbohong?” Muhammad kecil membalas, “Apakah bukan kebohongan jika aku berlaku diam atas kebenaran dan aku sembunyikan apa yang kulihat dan kudengar?” seorang dari mereka berkata, “Bagimu setengah jika engkau mau diam.” Muhammad berkata, “Apa gunanya harta bagiku jika akhlakku telah hilang?” mereka berkata, “Kami akan memukulmu dan tak mau lagi berteman denganmu.” Muhammad berkata, “Lakukan sesuka hati kalian.”

Mereka lalu berkerumun memukulinya hingga hal itu memancing keramaian. Akhirnya, ibu Muaz datang dan membawa sabuk tersebut dan menyerahkannya kepada Muhammad kecil seraya mengatakan “Ini adalah amanahmu dan tidak perlu ada pertikaian dan permusuhan.” Mereka pun mengembalikan harta itu kepada pemiliknya. Seseorang berteriak bahwa Muhammad kecil patut mendapat ganjarannya, tetapi Muhammad kecil membalas ucapannya, “Kita tidak perlu diberi ganjaran hanya karena menunaikan Amanah.” Orang Arab si pemilik sabuk berkata, “Sungguh engkau adalah yang jujur lagi terpercaya.” Masya Allah

Kisah di atas hanya salah satu kisah dari Muhammad kecil yang begitu mulia akhlaknya, perjalanan hidupnya benar-benar menggugah siapapun yang membacanya.  Dalam buku Muhammad sang Yatim, penulisnya menyuguhkan narasi yang menggetarkan jiwa para pembaca, bagaimana tidak bergetar, Ketika seorang lelaki Yatim namun dalam kurun waktu 23 tahun mampu melakukan revolusi besar-besaran dan melahirkan peradaban yang tiada bandingannya. Bahkan setiap peperangan yang dilakukan kaum Muslim semasa Nabi Saw. hidup maupun setelah wafat beliau, jumlah pasukan Kaum Muslim selalu tak pernah lebih banyak dari lawannya, tapi mereka mendapat kemenangan sampai mampu menaklukkan negara adidaya Romawi dan Persia. Kunci yang diamanahkan Nabi Saw. hanya satu “Jangan takut Mati” Jiwa yang mencintai Allah dan Rasulnya itulah yang menyebabkan mereka tak takut dengan lawan-lawannya yang memiliki kekuatan luar biasa di mata manusia.

Keimanan dan kecintaan Sahabat kepada Muhammad Saw. adalah puncak tertinggi keimanan, karena mereka rela meninggalkan apapun yang mereka miliki demi menemani dan melindungi sang kekasih Tuhan yang akhlak dan wajahnya teduh bak rembulan. Aisyah berkata tentang Muhammad Saw, “Beliau adalah orang yang paling baik , orang yang paling mulia, suka tertawa dan tersenyum.” Kemudian Abdullah bin Harits berkata, “Aku tak pernah melihat orang yang paling banyak tersenyum selain dari Rasulullah Saw.”

Kemudian Anas bin Malik yang merupakan Khodimnya Rasulullah Saw. sejak usia 10 tahun juga berkata, “Aku telah melayani Rasulullah Saw. selama sepuluh tahun, demi Allah beliau tidak pernah mengeluh sekalipun kepadaku, tidak pernah mengomentari apa yang aku lakukan, kenapa aku melakukan ini dan itu. Tidak pernah berkomentar pada sesuatu yang belum aku perbuat. Beliau tidak pernah mencelaku, tidak pernah memukulku, tidak pernah menghardikku, tidak pernah bermuka masam kepadaku, tidak pernah menegurku jika aku terlambat melakukan perintahnya dan jika salah seorang istri beliau menegurku, beliau berkata ‘Biarkanlah dia, jika dia mampu tentu akau dilakukannya’.”

Selamat menyelami Samudra kisah dan sejarah yang sarat akan hikmah, dan semoga kita semua akan bertemu dalam naungan kerinduan yang sama kepada manusia mulia kekasih Tuhan, Muhammad Saw.

Yaa Rasulullah…

Izinkan kami semua menapaki tanah dakwah perjuanganmu, karena rindu ini begitu menggetarkan dan penuh air mata kerinduan.

Yaa Rasulullah Kekasih Tuhan…

Semoga kerinduan ini mengantarkan kami untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjalankan semua sunnah kebaikanmu…

Yaa Rasulullah dengan penuh rindu yang mencekam, aku mencintaimu.

Meskipun engkau tahu, banyak kepalsuan dan peluh dosa dalam diriku.

Tapi aku tak berdusta bahwa cinta  dan rindu ini benarlah adanya…

Semoga engkau ridhai ku untuk menjadi umatmu…

Aamiin

Dari Umatmu yang penuh Kepalsuan

 



Kamis, 02 Januari 2025

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

 


Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, akhir tahun 2024 pun saya sedang menikmati salah satu buku yang sudah cukup lama berdempet-dempetan di rak buku perpustakaan   yaitu Asiyah -Sang Mawar Gurun Firaun- sebuah novel best seller yang ditulis oleh Sibel Eraslan.

Selain kisah Asiyah sang ratu Mesir dengan keanggunan dan keimanan yang disembunyikannya, dalam buku ini saya menyoroti satu kisah saat Musa as. Berdakwah di hadapan Firaun dan para anak buahnya di istana.

Pada saat itu, Musa as. Melemparkan tongkat yang berada di tangannya ke tanah sampai berubah menjadi seekor naga besar dan membuat suara  penghuni istana mengguncang sampai ke akar-akarnya. Kejadian itu membuat mereka mengatakan bahwa itu semua adalah sihir yang akan menghancurkan Kerajaan Mesir. Karena kejadian itulah kemudian Firaun meminta kepada Musa as. untuk bertarung pada saat waktu yang ditentukan.

Firaun dan para penasihat Istana segera mempersiapkan untuk hari pertarungan yang bertepatan dengan Hari raya Hiasan. Para penasihatnya menyebutkan nama para ahli dalam bidang alkimia dan sihir satu persatu. Dengan tandu-tandu yang dikirim ke seluruh wilayah, para penyihir, ahli kimia dan ahli mumi paling mahir dipanggil ke istana untuk mempersiapkan misi pertarungan melawan Musa as. Setelah rapat dan disuksi yang cukup Panjang, akhirnya terkumpulah 72 ahli yang mahir sebagai calon lawan Musa as.

Hari pertarungan itu pun tiba, tepat pada acara Hari raya Hiasan Dimana seluruh rakyat sedang berkumpul untuk merayakan Hari raya tersebut, merekapun berkumpul untuk menonton pertarungan antara Musa as. Dengan para penyihir yang telah disiapkan Firaun. Tujuh puluh dua ahli penyihir muncul di Tengah lingkaran penonton, ratusan unta yang membawa alat-alat mereka, Bersama dengan para pemimpin yang berdiri di atas keledai menampilkan pemandangan yang megah. Melihat pemandangan itu semua, Musa as. bergumam lirih “Jangan berkata bohong di hadapan Allah, orang yang menuduh Allah, akan kalah sejak awal.”

Kemudian seorang penyihir maju diiringi ahli-ahli alkemi terkenal, ia bertanya kepada Musa “Kau yang melempar pertama atau kami wahai Musa?” sedangkan  Musa as. Memandang para penyihir yang tampak seperti panglima perang dengan baju-baju megah yang mereka gunakan. “Kalian duluan” Jawab Musa as. dengan penuh keyakinan atas apa yang didengar dari Allah.

Seketika gelombang aneh sihir mulai terlihat di pusat kota. Para ahli sihir sungguh menarik perhatian para penonton dengan tali-tali dan kayu-kayu mereka, setiap kota seakan-akan dipenuhi ular dengan ukurannya yang beragam. Musa as. Cukup terkejut menyaksikan itu semua, di hadapannya terdapat sebuah kekuatan gabungan yang besar. Di Tengah kesendiriannya dalam kerumunan itu, Musa pun berserah diri kepada Allah dan berlindung kepadanya.

Tibalah saat giliran Musa untuk melemparkan tongkatnya, ia pun melemparkannya ke tanah dan yang terjadi pun terjadi. Dengan pertolongan Allah dan sebagai sebuah Pelajaran, tongkat itu berubah menjadi seekor ular besar, melahap semua ular penyihir yang ada, memusnahkan semua sihir yang berada di hadapannya. Dan pada saat itulah para penonton takjub dengan kejadian Ajaib di depan mata mereka, seolah ular Musa as. Menelan seluruh hiasan kuno Mesir. Dan yang membuat kisah ini begitu sarat akan Pelajaran adalah 72 penyihir yang terkesima dengan apa yang mereka lihat itu seketika langsung bersujud sambil terucap kata taubat  dan penyesalan dari lisan mereka. “Kami Percaya kepada Tuhannya Musa”  Dalam Alquran disebutkan “kepada Tuhannya Musa dan Harun”.

Para penyihir itupun tetap bersujud diikuti oleh para asistennya yang berjumlah kurang lebih seratus lima puluh ribu orang yang  bersujud pula di waktu yang sama. Hari raya yang benar-benar menghancurkan Firaun. Dengan amarah yang tinggi, Firaun berteriak, “Kalian beriman kepada tuhannya Musa tanpa meminta izinku, begitukah?” namun yang terjadi para penyihir itu bergeming tetap bersujud dan menangis, menyesali perbuatannya dan bertaubat kepada Tuhan Musa, Tuhan semesta alam. Mereka seakan terlahir Kembali dengan perasaan yang benar-benar berbeda dari sebelumnya.

Firaun semakin murka “Jadi tidak diragukan lagi bahwa ahli yang mengajarkan sihir kepada kalian adalah Musa!. Kalian akan membayar besar pengkhianatan ini! Tangan dan kaki kalian akan dipotong. Kalian akan digantung di pohon-pohon, dengan demikian kalian akan mengerti bahwa hukuman yang aku berikan sangat kejam!”

Kisah pertarungan Musa as dengan para penyihir itupun diabadikan dalam Alquran surat al-A’raf ayat 115-126:

قَالُوْا يٰمُوْسٰٓى اِمَّآ اَنْ تُلْقِيَ وَاِمَّآ اَنْ نَّكُوْنَ نَحْنُ الْمُلْقِيْنَ

Mereka (para penyihir) berkata, “Wahai Musa, engkaukah yang akan melemparkan (lebih dahulu) atau kami yang melemparkan?

قَالَ اَلْقُوْاۚ فَلَمَّآ اَلْقَوْا سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَاۤءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

Dia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka, ketika melemparkan (tali-temali), mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan mereka takut. Mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَلْقِ عَصَاكَۚ فَاِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُوْنَۚ

Kami wahyukan kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka, tiba-tiba ia menelan (habis) segala kepalsuan mereka.

فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَۚ

Maka, terbuktilah kebenaran dan sia-sialah segala yang mereka kerjakan.

فَغُلِبُوْا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوْا صٰغِرِيْنَۚ

Mereka dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.

وَاُلْقِيَ السَّحَرَةُ سٰجِدِيْنَۙ

Para penyihir itu tersungkur dalam keadaan sujud.

قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

Mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,”

رَبِّ مُوْسٰى وَهٰرُوْنَ

(yaitu) Tuhannya Musa dan Harun.”


قَالَ فِرْعَوْنُ اٰمَنْتُمْ بِهٖ قَبْلَ اَنْ اٰذَنَ لَكُمْۚ اِنَّ هٰذَا لَمَكْرٌ مَّكَرْتُمُوْهُ فِى الْمَدِيْنَةِ لِتُخْرِجُوْا مِنْهَآ اَهْلَهَاۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ 

Fir‘aun berkata, “Mengapa kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah kamu rencanakan di kota ini untuk mengusir penduduknya. Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini).

لَاُقَطِّعَنَّ اَيْدِيَكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ مِّنْ خِلَافٍ ثُمَّ لَاُصَلِّبَنَّكُمْ اَجْمَعِيْنَ

Pasti akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya) kemudian sungguh akan aku salib kamu semua.”

قَالُوْٓا اِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا مُنْقَلِبُوْنَۙ

Mereka (para penyihir) menjawab, “Sesungguhnya kami hanya akan kembali kepada Tuhan kami.


وَمَا تَنْقِمُ مِنَّآ اِلَّآ اَنْ اٰمَنَّا بِاٰيٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاۤءَتْنَاۗ رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّتَوَفَّنَا مُسْلِمِيْنَࣖ 

Engkau (Fir‘aun) tidak menghukum kami, kecuali karena kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.” (Mereka berdoa,) “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).”

Dalam buku Asiyah -Sang Mawar Gurun Firaun- diceritakan bahwa salah satu dari tujuh puluh dua penyihir itu  berdiri dan memberikan jawaban Panjang atas ancaman Firaun.

“Kami melihat sebuah hal yang besar di sini. Apa yang kami lihat bukan sihir maupun guna-guna. Tapi, jika memang seperti itu pasti kami akan mengetahuinya. Di balik apa yang kami lihat ini terdapat sesuatu. Ketahuilah, kami takkan meninggalkan kebenaran dan takut dengan ancamanmu! Betapa hebatnya apa yang telah kami lihat, kami takkan berbalik dari Cahaya ini. Apa yang kau putuskan, putuskanlah. Kami tak peduli dengan hal itu. Keputusan yang akan kau berikan kepada kami dan yang lainnya hanya berlaku di dunia yang fana ini. Kami telah menerima bukti yang cukup tentang sesuatu yang abadi. Kami percaya pada Allah yang abadi. Kami terkesima dengan apa yang kami lihat, kami bersujud dalam cinta dan kenikmatan tanpa bisa terbangun lagi. Kami bertaubat memohon ampun atas semua kesalahan dan kekhilafan kami kepada Allah. Sekarang, hal terbesar bagi kami, ujian yang paling besar adalah mendapatkan ampunan dari Allah, bukan Kau! Kau bisa membuat kami tak memiliki kaki, tangan dan kepala di jalan ini. Dan memang kami mengeluh terhadap tangan, kaki dan kepala kami yang telah menenggelamkan diri kami dalam lautan dosa. Apa itu kepala, kaki, dan tangan? Semua itu adalah rintangan fana dunia. Kau bisa membuat kami tak bertangan, berkaki dan berkepala di hadapan dirimu dan dunia ini. Kami tidak akan membalikkan diri kami dari Allah. Apa yang ingin kau lakukan, lakukanlah! Kau akan melihat kami di antara orang-orang yang setia dan tak berbalik dari kata-kata. Tak penting! Bagaimanapun juga, kami akan Kembali kepada Allah, kami adalah mukmin-mukmin terdepan, kami mengharapkan ampunan Allah dan cukuplah kami Bersama Allah.”

Saat juru bicara penyihir itu berbicara dengan penuh keimanan yang meluap, konon daratan dan langit ikut berdzikir bersamanya, ia memandangi teman-temannya yang masih bersujud menangis. Seolah mereka kehilangan kesadaran dalam dzikirnya yang dalam, sampai tidak memahami situasi di sekitarnya. Ketika algojo mengayunkan pedang, mereka mati syahid dalam sujudnya tanpa mengangkat kepala mereka dan tanpa menengadah sekalipun.

Masya Allah  betapa keimanan kepada Allah yang dalam telah membuat mereka hanyut dalam naungan cinta, tidak ada apa-apa lagi yang mereka lihat dan harapkan kecuali keridhaan Allah, Tuhan Musa, Tuhan semesta alam.

Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Qs Yusuf: 111)

Kisah-kisah masa lalu disebutkan dalam Alquran agar kita generasi setelahnya mampu mengambil banyak Pelajaran. Selamat menyelami Samudra ilmu dan hikmah, semoga bermanfaat…

Waalahu a’lam


 


Gambaran Surga dalam Kitab Suci Islam. Bahasa Harfiah atau Metafora?

  Dalam Al-Qur’an Surga digambarkan sebagai sebuah tempat yang memiliki Sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, terdapat pepohonan dengan b...