Dalam Al-Qur’an Surga digambarkan
sebagai sebuah tempat yang memiliki Sungai-sungai yang mengalir di bawahnya,
terdapat pepohonan dengan buah-buahan yang ranum dan istri-istri yang suci. Seperti
yang terdapat dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 25:
“ Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan
surga-surga yang mengalir Sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi
rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : ‘inilah yang
pernah diberikan kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk
mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”
Gambaran surga yang diumpamakan
dalam Al-Qur’an dapat memikat hati Masyarakat
pagan Arab, jika mereka beriman dan berbuat baik maka baginya surga yang penuh
dengan air, disuguhkan buah-buahan dan disiapkan istri-istri. Dari perumpaan
tersebut, kita bisa menilik bagaimana kondisi alam Geografis orang Arab tempat Dimana
wahyu Qur’an diturunkan. Tidak bersahabatnya kondisi alam membuat mereka
kekurangan sumber air dan tandusnya tanah padang pasir mengakibatkan sulitnya
untuk mendapatkan bahan makanan. Peperangan-peperangan yang terjadi di antara
mereka banyak disebabkan oleh kebutuhan pokok tersebut, bahkan dipicu oleh kecintaan
kepada seorang Wanita.
Kebutuhan fisik berupa air dan
buah-buahan, serta kebutuhan biologis
berupa istri-istri (bentuk jamak) merupakan fenomena dan realita yang menimpa Masyarakat
Arab. Untuk menggugah kepercayaannya, agar mereka mau beriman kepada ajaran
yang dibawa oleh Muhammad Saw. dan kemudian diwujudkan dalam bentuk perbuatan
nyata maka Al-Qur’an perlu menyampaikan dalam bentuk gaya Bahasa tashbih, yaitu
surga diperumpamakan anhar (Sungai-sungai), di dalam surga mereka diberi
Tsamarah (Buah-buahan), dan disiapkan azwaj Muthahharah (Istri-istri
yang suci). Dengan kondisi geografis Arabia yang tidak ramah, maka pemilihan
kata atau frase yang disajikan Al-Qur’an seperti pada ayat tersebut di atas
sangat memotivasi keyakinan mereka sekaligus menjadi dambaan dalam hidupnya.
Selain itu dalam ayat lain
dijelaskan bahwa surga juga diumpamakan sebagai tempat yang teduh lagi nyaman. Seperti
yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 57:
“… dan kami masukan mereka ke
tempat yang teduh lagi nyaman.”
Kata zhalla dalam frase zhillan
zhaliila berarti teduh atau naung di mana sinar Mentari tidak mampu
menembusnya. Penduduk surga dimasukkan ke dalam tempat yang teduh, menjadi
bagian ungkapan untuk menggambarkan kemuliaan dan anugerah Allah yang diberikan
kepada mereka yang beriman dan berbuat Kebajikan.
Secara iklim, Kawasan Arab
memiliki keadaan alam yang tandus dan kering, bila musim panas suhu matahari
terasa membakar, dan sebaliknya jika musim dingin cuaca berubah menjadi sangat
dingin. Oleh sebab itu, pemilihan kata zhalla sebagai salah satu
kenikmatan di dalam surga. Seperti yang diungkapkan Abu Abdillah ar-Razy adalah
karena Jazirah Arab merupakan daerah yang sangat panas, sehingga keberadaan tempat
yang teduh zhillan zhaliila bagi mereka menjadi kebutuhan vital untuk
menggapai ketenangan. Di kalangan Masyarakat Arab sendiri kata zhalla sudah
menjadi Bahasa konvensi atau sebagai Bahasa kinayah bagi orang-orang yang
memerlukan ketenangan hidup. Oleh karena itu pemilihan frase zhillan
zhaliila yang diungkap Al-Qur’an untuk menggambarkan kenikmatan surga adalah
sangat sesuai dengan konteks geografis yang melatari penduduk Arab Ketika itu. Maka tidak patut juga disalahkan Ketika ungkapan-ungkapan
tersebut dipahami sebagai ungkapan yang bersifat metaforik-simbolik.
Di sisi lain, Kita juga bisa merujuk
salah satu hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang Gambaran surga
:
“Allah berfirman: ‘Aku telah
sediakan bagi hamba-hambaku yang shalih kenikmatan surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak
pernah didengar oleh telinga, dan tidak
pernah terlintas di hati seorang manusia pun.”
Hadis di atas semakin memperkuat
bahwa penggambaran surga dalam Al-Qur’an hanyalah sebuah metafora untuk memotivasi
keyakinan mereka (Penduduk Arab) pada
saat itu , dengan dilihat dari letak geografis mereka tinggal dan kebiasaan-kebiasaan
mereka. sedangkan poin inti dari Surga yang disediakan Allah bagi para hambanya
yang shalih adalah suatu tempat yang akan membuat tenang dan tanpa kebisingan (zhillan
zhaliilan) yang keberadaannya bahkan tidak pernah terlihat oleh Indera mata
dan telinga, tidak pernah pula terlintas di hati dan pikiran manusia. Waallahu
a’lam
Sumber : H. Jazilul Fawaid, SQ,
MA. Bahasa Politik Al-Qur’an.