Kamis, 25 Desember 2014

Makalah Mufassir Klasik Abu Hayyan al-Andalusi. disusun oleh : ( Fitriyah & Zidna Khoiro Amalia )


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, merupakan kitab yang paling memiliki kekuatan sepanjang sejarah manusia. Kekuatan tersebut terkadang muncul dengan sendiri, karena aspek estetis al-Qur’an atau dimunculkan oleh manusia (ulama, mufassir) melalui kajian-kajian tafsirnya. Kajian-kajian tersebut dituliskan dalam kitab-kitab tafsir yang memiliki diversitas metode, corak, bentuk, dan karateristiknya. Seiring berjalannya waktu, diversitas itu dengan sendiri kemudian membentuk mazhab-mazhab tafsir.[1]
Dalam makalah ini pemakalah akan mencoba sedikit menguraikan tentang salah satu kitab tafsir klasik karya Abu Hayyan al-Andalusi yang bernama Al-Bahr Al-Muhiht.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Abu Hayyan?
2. Bagaimanakah Metode Penafsiran Kitab Al-Bahr Al-Muhiht?
3. Bagaimanakah Karateristik Penafsiran Kitab Al-Bahr Al-Muhiht?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi penulis
Nama lengkapnya  Atsirudin abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusy  al-Garnathi al-Hayyani, populer dengan Abu Hayyan. Lahir di Granathah pada tahun 654 H/1256 M.[2] Orang tuanya berasal dari keturunan suku Barbar. Ia hidup pada masa Dinasti Bani Ahmar (Dinasti Nashriyyah) berkuasa, dinasti ini merupakan dinasti Islam terakhir yang berkuasa di Spanyol.
Di bawah pengawasan ayahnya, al-Andalusi mulai menghafal al-Qur’an. Setelah itu, menashih hafalanya kepada sejumlah Ulama. Al-Andalusi juga gemar berkelana menuntut ilmu keberbagai tempat misalnya Andalus, Afrika, Iskandariyah, Mesir, dan Hijaz. Di berbagai daerah tersebut beliau berguru tak kurang dari 450 Ulama. Dari mereka beragam disiplin ilmu diserap mulai tafsir, hadis, qira’at, bahasa Arab, sastra, hingga sejarah.[3] Sehinggan Abu Hayyan muncul sebagai ahli hadis, sejarahwan, sastrawan, dan mufassir.[4] Beliau juga menguasai berbagai Qira’at, baik qira’at yang shahih maupun qira’at yang syadz, ganjil (beda sendiri).[5]  
Ada yang mengatakan bahwa Abu Hayyan itu pada awalnya bermadzhab Zhairiah [6]dalam bidang fiqih, kemudian mengikuti madzhab Syafi’i. Abu Hayyan luput dari filsafat, dari paham Mu’tazilah, dan Tajsim. Beliau memegang teguh akidah salaf.[7]
Abu Hayyan al-Andalusi menghasilkan banyak karya yang bertebaran di berbagai penjuru dunia pada saat beliau masih hidup atapun setelah beliau meninggal, diantara karya-karyanya adalah:
·         Al-Bahr al-Muhith
·         Al-Nahr al-Madd min Bahr al-Muhith (ringkasan dari kitab al-Bahr al-Muhith)
·         Ittihaf al-Arib bima fi al-Qur’an min al-Gharib
·         Al-Tajzyil wa al-Takmil fi Sarh al-Tashil
·         Gharib al-Qur’an
·         Manzuhumah ‘ala Wazn al-Syathibiyah fi al-Qiraat
·         Lughat al-Qur’an[8]
·         Dan masih banyak lagi karya Abu Hayyan yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Banyak komentar para ulama mengenai sosok Abu Hayyan al-Andalusi, diantaranya:
·         Ibn Al-‘Imad dalam kitab Syadzarat adz-dzahab berkata: “abu hayyan adalah orang yang tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar hadis, Tafsir, bahasa arab, Qira’at, sastra dan sejarah. Namanya terkenal dan pujiannya tersebar, para pembesar pada masanya berguru dengannya dan mereka menjadi terkemuka pada masa hidupnya’’.
·         Ash-Shafdi berkata: “saya tidak pernah melihatnya kecuali ia sedang mendengar (ilmu), bekerja, menulis, atau membaca kitab. Ia adalah orang yang ahli dan kenal dengan bahasa arab, adapun ilmu nahwu dan sharaf, maka ia adalah pakarnya. Ia menghabiskan kebanyakan dari umurnya untuk menutut ilmu, sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menandinginya. Ia telah memberikan pengorbanan besar dalam bidang tafsir, hadis dan biografi para tokoh, dan mengenal tingkatan mereka secara khusus ulama-ulama maroko dan ia telah banyak mendidik generasi baik di zaman klasik maupun modern, menghubungkan orang-orang yang datang kemudian dengan ulama-ulama besar yang hidup sebelumnya, dan jadilah semua muridnya sebagai para pemimpin dan syaikh-syaikh semasa hidupnya.
·         Diantaranya lagi sebagaimana yang dikatakan oleh al-Adfawi tentangnya: “beliau adalah seorang yang adil, jujur, selamat akidahnya dari bid’ah-bid’ah filsafat, Mu’tazilah dan yang berlebihan. Ia sangat Khusyu’, sering menangis ketika membaca Al-Qur’an, perawakannya berbadan tinggi, Bagus, Tampan, Berkulit putih kemerah-merahan, putih ubannya, tebal jenggotnya dan panjang tertata rapi rambutnya.”[9]
Abu hayyan wafat setelah lama berkorban demi melayani al-Qur’an dan ilmu-ilmunya, Wafat di mesir tahun 745 H. Semoga Allah menghujani rahmat kepadanya dan meridhainya, amin.[10]
B.     Seputar kitab tafsir Bahr Al Muhith
Kitab al-Bahr al-Muhit terdiri dari 8 jilid besar, telah di cetak dan beredar di kalangan ahli ilmu. Kitab ini tergolong rujukan pertama dan terpenting bagi yang ingin menjalani sisi-sisi i’rab dalam lafadz al-Qur’an. Karena sisi-sisi nahwu pada tafsir ini lebih menonjol dibanding yang lain. Saat membahas sisi nahwu dalam kitab ini, ia menjadi “putra” bagi ilmu ini. Beliau telah memperbanyak membahas masalah nahwu dan khilafiyah antara ulama dibidang ini.[11]
Di dalam kitab tafsir ini, beliau cenderung memperluas perhatiannya untuk menerangkan wajah-wajah i’rab dan masalah-masalah nahwu, bahkan cenderung memperluasnya karena beliau mengemukakan, mendiskusikan dan memperdebatkan perbedaan pendapat di kalangan ahli nahwu, sehingga kitab ini lebih dekat ke kitab-kitab nahwu dari pada ke kitab-kitab tafsir.[12] Beliau juga mengutip pendapat para ulama dalam masalah-masalah fiqih yang memiliki keterkaitan dengan lafadz-lafadz yang ditafsirkan tersebut, baik dari empat Imam mazhab maupun lainnya, di samping argumen-argumen lain yang terdapat di dalam kitab-kitab fiqih.[13]
Berkiatan dengan kisah-kiasah Israiliyat, ternyata Abu Hayyan juga banyak mengutip dalam kitabnya. Diantara kisah-kisah Israiliyat yang dikutip, yang sebenarnya berstatus maudhu’ (palsu) –walaupun hanya sepintas- adalah riwayat tentang batu nabi Musa, Daud dan Istrinya, begitu juga kisah kaum Iram atau Arim (kaum nabi Hud) disinyalir sebagai riwayat yang Bathil. Dalam hal ini Abu Hayyan dianggap tidak konsisten, karena dalam mukadimah kitabnya beliau mengatakan “cerita-cerita atau kisah-kisah Israiliyat yang tidak sesuai dengan syari’at dan akal sehat sangat tidak layak disebutkan dalam ilmu Tafsir”. Sementara beliau terkadang melanggar pernyataannya sendiri, misalnya ketika menceritakan kisah Harut dan Marut. Namun begitu, dalam kaitan ini  Abu Hayyan hanya mendasarkan pada apa yang dianggap benar oleh Ibn ‘Athiyah. Sementara dalam penafsirannya sendiri beliau tidak menganggap.[14]
Di dalam tafsir ini juga Abu Hayyan memasukan hadis-hadis dhaif yang mana diriwayatkan oleh seorang yang tidak tsiqqah. Ini beliau cantumkan hanya memberi keterangan kepada pembaca untuk tidak terpedaya dengannya. Hal ini juga sangat sedikit dan jarang sekali dijumpai.[15] Selain itu juga Abu Hayyan dikenal banyak menulis syair-syair yang indah dalam Tafsirnya yang menjadikannya termasuk dalam golongan ahli hikmah.[16]
C.    Latar belakang penulisan al-Bahr al-Muhith
Abu Hayyan memberi nama kitab Tafsir nya dengan al-Bahr al-Muhith yang artinya lautan yang luas, banyak para pengkaji yang tidak mampu menyelesaikanya karena teramat panjang.[17]
Abu Hayyan telah lama berkhidmat kepada al-Qur’an dan ilmu-ilmu bahasa hingga hampir 60 tahun dari umurnya. Kemudian beliau sibuk semata-mata mengarang tafsir al-Qur’an setelah berhasil mendapatkan ilmu-ilmu ahli tafsir yang dengannya beliau bisa mencapai keberuntungan yang abadi.[18]
Abu Hayyan dalam Mukadimah tafsirnya al-Bahr al-Muhith berkata sebagai berikut: “sesungguhnya ilmu pengetahuan itu banyak dan semuanya penting. Dan yang lebih penting adalah yang membawa kepada kehidupan abadi, keberuntungan  yang kekal, yaitu ilmu kitab Allah. Ilmu inilah yang dituju, sedangka ilmu-ilmu lainnya hanya bagaikan alat-alatnya saja. Ia adalah buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus, timbangan yang lebih sempurna dan lebih kuat, tali yang kukuh, dan jalan yang lurus, dan senantiasa bergejolak dalam ingatan dan pikiranku bahwa jika aku telah sampai kepada masa terpecahnya kulit, yaitu masa yang melepaskan kebebasan para pemuda yang dikatakan: apabila seorang lelaki telah sampai umurnya 60 tahun hendaklah ia menghindari minuman keras. Saya memohon kepada Allah yang maha pengasih untuk semata-mata memikirkan tafsir al-Qur’an. Allah memperkenankan keinginanku itu, waktu itu akhir tahun 710 H, yaitu awal tahun dari umurku yang ke 57 tahun, maka saya berniat untuk menysusun kitab ini”.[19]
Dari perkataan beliau di atas, bisa kami ambil kesimpulan, bahwa Abu Hayyan menyusun kitab tafsir Bahr al-Muhith, karena ingin mengamalkan Ilmunya yang telah beliau banyak dapati selama itu. Abu Hayyan mulai menyusun kitab ini  tatkala usianya 57 tahun, tepatnya tahun 710 H.
D.    Metode penafsiran al-Bahr al-Muhith
Beliau mengawali kitab tafsirnya dengan mukadimah yang sangat indah, kemudian juga menyebutkan teknik penulisannya, ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mufassir, kriteria-kriteria yang seharusnya dimiliki oleh mufassir, dan membicarakan sebagian mufassir terdahulu, semisal al-Zamakhsyari, dengan kitab tafsirnya al-Kasyaf dan ‘Ibn ‘Athiyah dengan kitab tafsirnya al-Muharrar al-Wajiz. Beliau juga menjelaskan dalam mukadimahnya tentang keutamaan al-Qur’an serta memberi motivasi untuk mendalami Tafsir, nama Mufassir dari kalangan sahabat dan tabi’in, juga definisi ilmu tafsir, baik dari segi etimologis maupun terminologis.[20]
Dalam menyusun kitab ini beliau mula-mula bicara tentang ayat demi ayat dengan menafsiri setiap kata atau lafadz dari sisi bahasa dan nahwu sesuai yang dibutuhkan. Jika satu kata mengandung dua makna atau lebih, maka Abu Hayyan menyebutkannya  untuk kemudian dilihat manakah dari makna-makna itu yang cocok dengan kata-kata tersebut. Kemudian barulah beliau menafsiri ayat dengan menyebut sebab nuzul kalau sebab nuzul itu ada, menyebutkan munasabah dan keterkaitannya dengan ayat sebelumnya, menyebutkan naskhnya jika ada, juga menyebutkan sejumlah qira’at terhadap ayat tersebut baik qira’at yang berlaku maupun yang tidak berlaku, dilengkapi dengan mengutip ucapan para salaf dan khalaf dalam memahami ayat.
Kemudian dijelaskan juga kata-kata yang ada, baik yang jelas maupun yang samar dengan menerangkan i’rabnya yang samar, dan kelembutan sastra dengan mencoba tidak mengulangi pembahasan tentang kata yang telah dijelaskan atau ayat yang telah di tafsiri. Jika ada pengulangan, hal itu untuk menambah ilmu dan manfaat, disertai dengan pengutipan pendapat para imam madzhab empat dan yang lainnya dalam bidang hukum syari’ah, sambil menunjukan  dalil-dalil yang termaktub dalam kitab-kitab fiqih.
Begitu juga berkenaan dengan kaidah-kaidah nahwu, beliau menyebutkan nya dan menunjukannya ke kitab-kitab nahwu. Kemudian beliau mengakhiri penafsiran ayat dari sisi bahasa dengan pembahasan dari sisi ilmu bayan dan badi’ (ilmu sastra) secara sekilas, dilanjutkan dengan uraian bebas tentang kandungan ayat sesuai dengan makna yang beliau pilih. [21]
E.     Corak penafsiran al-Bahr al-Muhith
Tafsir al-Bahr al-Muhith adalah tafsir dengan corak balaghi, yang penekanannya pada kaidah-kaidah nahwu, bahasa arab, Balaghah, dan juga Qira’at baik yang Mahsyur maupun yang syadz.[22]
Pada sisi lain, abu hayyan sangat tidak setuju dengan penafsiran dengan corak ilmiah,  yang di lakukan al-Razi, yang kitabnya sangat kental dengan tafsir ilminya.[23]
Kesimpulannya tafsir Abu Hayyan lebih banyak didominasi oleh pembahasan sisi nahwu sebagai disiplin Ilmu yang paling dikuasainya mengalahkan sisi-sisi yang lain.[24]
F.     Karakteristik tafsir al-Bahr al-Muhith
Tafsir Bahrul Muhith merupakan salah satu kitab Tafsir yang tergolong Tafsir bir-Ra’yi. Krena di dalamnya beliau melengkapi dengan berbagai cabang ilmu yang meliputi Nahwu, Sharaf, Balaghah, Hukum-hukum fiqih dan yang lainnya yang dianggap oleh beliau masih ada hubungannya dengan rujukan Tafsir.[25]
G.    sumber penafsiran al-Bahr al-Muhith
Abu Hayyan dalam menyusun tafsirnya tidak lepas dari berbagai referensi kitab-kitab klasik lainnya. Hal ini beliau lakukan demi mewujudkan Kitab ini sesuai dengan namanya Al-Bahru Al-Muhit. Referensi-referensi tersebut bersumber dari berbagai disiplin ilmu selama masih terkait dengan Wawasan Tafsir. Ini bukan berarti penulisan kitab Bahrul Muhit seutuhnya atas landasan kitab-kitab terdahulu. Namun, tidak jarang juga beliau melakukan kritikan terhadap kitab-kitab tersebut. Beliau hanya melakukan penilaian atas kitab-kitab terdahulu dan mengambilnya yang beliau yakini serta membantahnya yang dianggapnya salah dengan landasan Al-Quran dan Hadis. [26]
Dalam banyak hal beliau berpedoman pada kitab At-Tahrir Wat Tahbir li Aqwali A’immatit Tafsir, karya gurunya Jamaluddin Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Miqdasi yang terkenal dengan Ibnu Naqib.[27]
Dalam tafsir ini juga Abu Hayyan banyak mengutip dari tafsir Az Zamakhsyari dan tafsir Ibn ‘Athiyah, terutama yang berhubungan dengan masalah nahwu dan ‘irab.  Meskipun banyak yang ditolak dari pendapat ibn ‘Athiyah ini, akan tetapi harus jujur dikatakan bahwa tafsir Ibn ‘Athiyah telah memberi manfaat besar bagi Abu Hayyan. [28] Abu Hayyan tidak menyukai paham ke Mu’tazilahan Az Zamakhsyari. Karena itu ia mengkritik dan menyanggahnya dengan gaya bahasa yang sinis. Dan seringkali ia mengakhiri kutipannya dengan sanggahan, bahkan terkadang pula beliau menyerang Zamakhsyari dengan gencar, walaupun di sisi lain beliau memujinya karena keteramapilan nya yang menonjol dalam menyingkapkan retorika (Balaghah) Qur’an dan kekuatan bayan nya.
H.    Studi atas kitab Tafsir al-Bahr al-Muhith
Ternyata banyak juga yang melakukan studi kritis atas kitab tafsir ini, diantaranya:
·         Abu Hayyan al-andalusi: Manhajuhu fi Tafsir al-Qur’an. Disertai dari ‘Ali al-Sybbah, pada fakultas Syariah dan Ushuluddin, Universitas al-Zaituniyah, Tunis, tahun 1981 M.
·         I’rab al-Qur’an fi Tafsir Abi Hayyan, oleh Dr. Shabri Ibrahim al-Syadid. Diterbitkan pertama oleh Dar al-Ma’rifah, Iskandariah, Mesir 1989.
·         Abu Hayyan al-Mufassir: Manhajuhu wa Ara’uhu, disertasi dari Muhammad ‘Abd al-Mun’im Muhammad al-Syafi’i, pada fakultas Ushuluddin, Universitasal Azhar, Kairo 1972.
·         Ikhtilaf al-Huruf wa al-Harakat fi al-Qira’at fi Tafsir Abi Hayyan, oleh Dr Muhammad Ahmad Khathir, dosen fakultas bahasa dan sastra arab, Universitas al-Azhar, Kairo 1990.
·         Aharis al-Bahr al-Muhith fi al-Tafsir, yang di dalamnya berisi ayat-ayat, hadis, pendapat para sahabat, juga klan-klan, kabilah-kabilah, nama kota-kota, nama-nama tempat, nama-nama negara, bait-bait syair. Telah dicetak oleh Dar al-Fikr 1992, dan saat ini tersimpan di perpustakaan al-Buhus wa al-Dirasar, Beirut.[29]




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
          Nama lengkapnya adalah Atsirudin abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusy  al-Garnathi al-Hayyani, populer dengan Abu Hayyan.
Kitab al-Bahr al-Muhith terdiri dari 8 jilid besar, Di dalam kitab tafsir ini, Abu Hayyan cenderung memperluas perhatiannya untuk menerangkan wajah-wajah i’rab dan masalah-masalah nahwu, sehingga kitab ini lebih dekat ke kitab-kitab nahwu dari pada ke kitab-kitab tafsir.
Tafsir al-Bahr al-Muhith adalah tafsir dengan corak balaghi, yang penekanannya pada kaidah-kaidah nahwu, bahasa arab, Balaghah, dan juga Qira’at baik yang Mahsyur maupun yang syadz, jadi tafsir Abu Hayyan ini lebih banyak didominasi oleh pembahasan sisi nahwu sebagai disiplin Ilmu yang paling dikuasainya mengalahkan sisi-sisi yang lain.
Tafsir Bahrul Muhith merupakan salah satu kitab Tafsir yang tergolong Tafsir bir-Ra’yi. Krena di dalamnya beliau melengkapi dengan berbagai cabang ilmu yang meliputi Nahwu, Sharaf, dan lain-lain.









DAFTAR PUSTAKA
Umar Nasaruddin, MA, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi al-Qur’an (Tanggerang: Al-Ghazali Center, 2008)
Ash Shiddieqy Hasbi, sejarah dan pengantar Ilmu Al qur’an atau Tafsir (jakarta: Bulan Bintang, 1954)
Amin Ghafur Saiful, Profil para Mufassir al-Qur’an, (Jogjakarta : Pustaka Insan Madani, 2008)
Hakim Husnul, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur’an, 2013)
Husein Adz-dzahabi Muhammad, Ensiklopedia Tafsir, (Jakarta: kalam Mulia, 2010)
Saleh Faisal, terjm Manhaj al-Mufassirun, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006)
 Mudzakir, Terjemah Mabahis Fi Ulumul Qur’an, (Bogor, Pustaka Litera antar nusa: 2011)
Rul-sq.blogspot.com/2013/12/tafsir-bahr-al-muhit-karya-abu-hayyan.html?m=1









[1] Nasaruddin Umar, MA, Ulumul Qur’an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi al-Qur’an (Tanggerang: Al-Ghazali Center, 2008), cet 1, hlm XI
[2] M. Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah dan pengantar Ilmu Al qur’an atau Tafsir (jakarta: Bulan Bintang, 1954) Hlm 277
[3] Saiful Amin Ghafur, Profil para Mufassir al-Qur’an, (Jogjakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), hlm 103
[4] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur’an, 2013), cet 1, hlm 111
[5] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, (Jakarta: kalam Mulia, 2010) Cet I, Hlm 297
[6] Pendiri madzhab ini adalah Abu Sulaiman Daud bin Ali al-Asfahaniy az-zahiri, dalam Madzhab ini    Imam Daud amat berpegang dengan firman Allah dalm surat An-nisa: 59, bahkan telah menjadikan ayat Allah ini sebagai asas utama madzhabnya. Waqlaupun madzahab ini tersebar luas dan ramai pengikut, tetapi madzhab ini juga tidak bertahan lama dan mulai pupus sejak kurun tahun ke lima hijriah dan terus pupus sampai seterusnya. Dan saat ini madzhab beliau hanya berupa pendapat-pendapat yang terdapat di kitab-kitab.
[7] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, Hlm 297
[8] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 111-112
[9] Faisal Saleh, terjm Manhaj al-Mufassirun, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006) Hlm 386-387
[10] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, Hlm 297-298
[11] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, Hlm 297
[12] Mudzakir AS, Terjemah Mabahis Fi Ulumul Qur’an, (Bogor, Pustaka Litera antar nusa: 2011) cet 14, Hlm 507
[13] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 112
[14] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 115
[16] Faisal Saleh, terjm Manhaj al-Mufassirun, Hlm 387
[17] Faisal Saleh, terjm Manhaj al-Mufassirun, Hlm 389-390
[18] Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodogi Tafsir, Hlm 388
[19] Faisal Saleh, terjm Manhaj al-Mufassirun, Hlm 388
[20] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 112-113
[21] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, Hlm 298-299
[22] Syadz : langka atau kurang mahsyur.
[23] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 114-115
[24] Muhammad Husein Adz-dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, Hlm 301
[25] Rul-sq.blogspot.com/2013/12/tafsir-bahr-al-muhit-karya-abu-hayyan.html?m=1
[27]Mudzakir AS, Terjemah Mabahis Fi Ulumul Qur’an, Hlm 508
[28] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 114
[29] Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, hlm 166

1 komentar:

  1. Terimakasih atas makalahnya, sangat bermanfaat,izin untuk save and share, salam pembaca.

    BalasHapus

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...