Jumat, 12 April 2024

Benarkah Kisah Kuno tentang banjir besar hanya milik nabi Nuh as ?

 

Kita sebagai seorang Muslim tentu sudah tidak asing Ketika mendengar kisah banjir besar yang terjadi pada masa nabi Nuh as, kisah-kisah itu bahkan sudah mandarah daging dalam tubuh dan pikiran kita, karena cerita itu bahkan selalu kita dengar Ketika kita masih usia belia dan terus terkenang bahkan Ketika kita sudah dewasa lalu mewariskan cerita-cerita itu kepada generasi-generasi selanjutnya.

Namun ternyata kisah banjir besar yang terjadi pada masa nabi Nuh as juga tidak hanya diyakini oleh umat Muslim, tetapi oleh umat keyakinan lain juga sebut saja Nasrani . mereka meyakini satu nabi Bernama Noah yang mengalami banjir besar karena murka Tuhan pada masa itu. Di sisi lain, kisah kuno banjir besar itupun sudah menjadi kisah warisan pada setiap masa dan keyakinan, dengan kisah yang bisa dikatakan hamper sama dengan kisah nabi Nuh as, mereka bahkan memiliki nama subjek yang berbeda namun dengan satu kejadian yang sama yaitu datangnya banjir besar karena adanya murka Tuhan.

Dalam sebuah epos yang berasal dari abad 18 SM di masa kaum Akkadia, muncul seorang tokoh yang disebut di dalam sejumlah tablet tanah liat, tokoh itu Bernama Atra-Hasis yang bermakna ‘sangat bijak’.  Ia seorang raja dari negeri Shuruppak sebagaimana terdapat dalam daftar nama-nama raja Sumeria yang ditulis oleh penulis kuno. Tokoh Atra-Hasis juga muncul diversi peradaban Assyria. Tokoh ini kemudian diterjemahkan juga ke dalam berbagai Bahasa sehingga Atra-Hasis popular selama kurang lebih 5000 tahun di berbagai wilayah di peradaban kuno.

Atra-Hasis sendiri merupakan seseorang yang bijaksana sekaligus raja yang membuat sebuah kapal untuk menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan. Disebutkan pula ia merupakan seseorang yang selamat dari terjangan banjir besar. Nama Atra-Hasis kemudian berubah menjadi Utnapishtim  dan Utana’ishtim.  Di peradaban Sumeria nama itu menjadi Ziusudra.

Ziusudra merupakan tokoh yang muncul dalam kisah banjir besar versi Sumeria. Ketika tuhan-tuhan murka, mereka memutuskan untuk memusnahkan umat manusia. Tuhan Bernama Enlil kemudian memperingatkan Ziusudra (yang diduga tokoh yang sama dengan Atra-Hasis) akan adanya banjir dahsyat. Kemudian Enlil  memerintahkan Ziusudra untuk membuat sebuah kapal dan membawa masuk Binatang buas dan burung-burung ke dalam kapal itu. Tidak lama berselang angin besarpun menerpa, hujan pun turun sehingga air menyelimuti bumi selama tujuh hari tujuh malam. Ziusudra membuka jendela kapal agar sinar matahari dapat masuk, lalu Ziusudra sujud kepada tuhan matahari Bernama Utu. Setelah kapal tersebut berlabuh, Ziusudra menyembelih domba dan sapi, lalu membungkuk untuk tuhan Anu dan Enlil. Untuk melingungi fauna dan manusia, Ziusudra diberi hidup yang abadi dan menetap di negeri Dilmun.

Babylonia juga memiliki versinya sendiri mengenai adanya banjir besar. Bermula dengan terusiknya para tuhan dengan populasi manusia yang semakin bertambah, para tuhan mengirimkan wabah penyakit disusul dengan kekeringan. Kemudian tuhan Enlil menyarankan agar menghapuskan umat manusia dengan banjir namun Enki sudah memberi tahu keluarga Atra-Hasis. Sehingga Ketika badai datang, Atra-Hasis selamat dan umat manusia tidak jadi punah. Atra-Hasis kemudian memberi sesajen kepada para tuhan. Di abad 3 SM, kisah banjir besar di Mesopotamia muncul dengan versi yang lebih segar. Seorang Bernama Berossus sekaligus pendeta tuhan Marduk di Babylonia menulis:

Dahulu tuhan / dewa Kronos menyampaikan kepada Xisuthrus, di hari ke-15 bulan Daesius akan datang hujan dan banjir. Kronos memerintahkan kepada Xisuthrus untuk menyimpan semua tulisan miliknya di Sippara. Xisuthrus kemudian membangun sebuah kapal dengan dimensi 1005 m x402 m. ia menjadikan kapal itu penuh sesuai apa yang diperintahkan kepadanya. Setelah banjir menerjang hingga mulai mereda, ia melepas sejumlah ekor burung hingga burung-burung itu Kembali. Setelah itu ia Kembali melepas sejumlah ekor burung dan burung-burung itu pun Kembali namun kali ini dengan lumpur di kaki mereka. Pada percobaan ketiga, burung-burung tersebut tidaklah Kembali ke kapal. Xisuthrus kemudian melihat daratan yang muncul di atas permukaan air. Ia melabuhkan kapal itu di pegunungan Corcyraean di Armenia. Ia beserta istrinya, putrinya, dan nahkodanya turun dari kapal dan memberikan persembahan kepada tuhan-tuhan . keempatnya kemudian hidup Bersama para tuhan. Sementara yang lainnya bersedih karena tidak bertemu dengan keempat orang di atas kapal tadi namun mereka dapat mendengar suara Xisuthrus yang memerintahkan mereka agar menjadi saleh selain memerintahkan agar mencari tulisan-tulisan Xisuthrus yang dikubur di Sippara. Bagian dari kapal itu masih ada hingga hari ini dan Sebagian orang menjadikan bagian dari kapal itu sebagai jimat.

Kemiripan kisah-kisah mengenai banjir besar dengan kisah nabi Nuh as di dalam Al-Qur’an dan kisah Noah dalam tradisi Ahli Kitab begitu kentara. Terlepas dari elemen-elemen politeisme yang ada pada kisah-kisah tersebut, kemiripan ini membawa kepada satu indikasi bahwa kisah itu sebenarnya merujuk pada kisah yang sama dan tokoh yang sama. Seiring berjalannya waktu informasi mengenai peristiwa tercemar oleh distorsi. Namun ada pandangan sebaliknya yang mengatakan bahwa kemiripan itu menjadi indikasi bahwa Bibel dan Al-Qur’an menjiplak dari kisah-kisah zaman kuno.

Waallahu a’lam, Maha benar Allah atas segala firmannya…

 

Sumber Buku  : Wisnu Tanggap Prabowo,  Sejarah Berhala dan Jejak Risalah.


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...