Bismillah
Sebelum ke pembahasan Mengenai Hadis Maudhu' tentang wanita, sedikit saya
akan menjelaskan makna Hadis Maudhu' dan hukum meriwayatkannya.
Hadis Maudhu' adalah hadis dusta, yang dibuat-buat dan direkayasa, kemudian
dinisbahkan kepada Rasululloh Saw.
Rasululloh
Saw bersabda dalam hadis Riwayat Muslim "barangsiapa menceritakan suatu
hadis dariku, sedangkan (diketahui hadis) itu dusta, maka ia tergolong salah
seorang dari para pendusta"
Tulisan
Hadis Maudhu tentang wanita ini, adalah hasil Makalah saya dan teman saya,
Semoga bermanfaat. :)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada zaman ini benih perpecahan mulai
berkembang dan meluas, orang-orang Islam terpecah menjadi 3 golongan yaitu:
golongan pendukung Ali (Syi’ah), golongan pendukung Muawiyah, dan golongan Khawarij.
Dahulunya perbedaan antar golongan ini hanya berkisar pada masalah politik
saja, tapi pada periode ini mulai menjalar ke bidang aqidah dan ibadah.
Masing-masing golongan berusaha menarik simpati rakyat, dengan saling jatuh
menjatuhkan satu dengan yang lainnya, sehingga bermunculanlah
pemalsuan-pemalsuan terhadap hadits Rasululah saw. Mulai zaman inilah
hadits-hadits palsu mulai bermunculan.
Para pemalsu hadits semakin gencar membuat
kata-kata mutiara, kata-kata hikmah yang mereka rangkai sendiri dan kemudian
dikatakan bahwa kata-kata itu adalah hadits Nabi SAW yang kemudian disebut
dengan Hadis Maudhu’.Hadits-hadits maudhu’ ini sangat membahayakan bagi agama
Islam dan pemeluknya. Ini adalah hadits dha’if yang paling jelek.Para ulama
sepakat bahwa tidak halal meriwayatkan hadits maudhu’ ini bagi orang yang
mengetahui keadaannya apapun misi yang diemban kecuali disertai dengan
penjelasan tentang kemaudhu’an (kepalsuan) hadits tersebut.[1]Salah
satu nya hadis maudhu’ tentang wanita, yaitu hadis-hadis maudhu yang
sangat amat merendahkan wanita ataupun sebaliknya.
Sebenarnya tidak ada satu pun agama langit atau agama
bumi, kecuali islam yang memuliakan wanita, memberikan hak dan menyayanginya.
Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai manusia.
Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai anak
perempuan.
Islam memuliakan wanita sebagai manusia yang diberi tugas (taklif) dan
tanggung jawab yang utuh seperti halnya laki-laki, yang kelak akan mendapatkan
pahala atau siksa sebagai balasannya. Tugas yang mula-mula diberikan Allah kepada manusia bukan khusus untuk
laki-laki, tetapi juga untuk perempuan, yakni Adan dan istrinya. Sesuai fiman
Allah pada surat Al-Baqarah ayat 35: yang Artinya:
“dan Kami berfirman:
"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang
yang zalim.
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun nash Islam, baik al-Qur’an maupun
as-Sunnah shahihah, yang mengatakan bahwa wanita (hawa) yang menjadi penyebab
diusirnya laki-laki (Adam) dari surga dan menjadi penyebab penderitaan anak
cucunya kelak, sebagaimana disebutkan dalam kitab penjanjian lama. Bahkan Al-Qur’an menegaskan bahwa Adamlah orang
pertama yang dimintai pertanggung jawaban.
Yang lebih memprihatinkan, sikap merendahkan wanita
tersebut sering disampaikan dengan mengatas namakan agama (islam), padahal
islam bebas dari semua itu. Orang-orang yang bersikap demikian kerap
menisbatkan pendapatnya dengan hadits Nabi saw. Yang berbunyi:
“bermusyawarahlah dengan kaum wanita kemudian langgarlah (selisihlah).”
Hadits ini sebenarnya palsu (maudhu’). Tidak ada
nilainya sama sekali serta tidak ada bobotnya ditinjau dari segi ilmu (hadits).Mereka yang merendahkan
wanita itu, juga sering menisbatkan kepada kepada perkataan Ali bin Abi Thalib
bahwa, “Wanita itu jelek segala-galanya, dan segala kejelekan itu berpangkal
dari wanita.”
perkataan ini tidak dapat diterima sama sekali karena
ia bukan dari logika Islam, dan bukan dari Nash.[2] Dan Dalam makalah
ini kami akan menyebutkan beberapa hadis lemah atau palsu mengenai
wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tentang wanita
Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran islam tidak sebagaimana diduga
atau di praktekan sementara masyarakat. Ajaran islam pada hakikatnya memberikan
perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.
Almarhum Mahmud Saltut, mantan pemimpin tertinggi lembaga-lembaga besar di
mesir, menulis: ‘’tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat
(dikatakan) sama. Allah telah menganugrahkan kepada perempuan sebagiman
menganugerahkan kepada laki-laki. Kepada mereka berdua di anugerahkan tuhan
potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang
menjadikan keddua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktifitas-aktifitas yang
bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum syari’at pun meletakkan
keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli,
mengawinkan dan kawin., melanggar dan di hukum serta menuntut dan menyaksikan”.
Banyak faktor yang telah mengaburkan keistimewaan serta menerosotkan kedudukan
tersebut. Salah satu diantaranya adalah kedangkalan pengetahuan keagamaan,
sehingga tidak jarang agama (islam) di atasnamakan untuk pandangan dan tujuan
yang tidak dibenarkan .[3]
B. Macam-macam wanita
حدثنا أحمد بن عبد الله بن زياد الإيادي ،
ثنا يزيد بن قبيس ، ثنا الجراح بن مليح ، عن أرطاة بن المنذر ، وإبراهيم بن عبد
الحميد ، عن عبد الله بن دينار ، عن عطاء بن أبي رباح ، عن جابر
بن عبد الله ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : أصناف ، صنف كالوعاء
تحمل وتضع ، وصنف كالعر وهو الجرب ، وصنف ولود ودود مسلمة تعين زوجها على إيمانه ،
هي خير له من الكنز[4]
Artinya: wanita-wanita itu ada tiga macam,
kelompok wanita seperti bejana, ia hamil dan melahirkan. Kelompok wanita
seperti koreng yaitu kudis. Kelompok wanita yang amat penyayang dan banyak
melahirkan, serta membantu suaminya di atas keimanannya. Wanita ini lebih baik
bagi suaminya dibandingkan harta simpanan.
Hadits di atas adalah hadits dhoif munkar, karena ada
seorang rawi bernama Abdullah bin Dinar. Dia adalah seorang rawi yang munkar
sebagaimana yang dikatakan oleh ibn Abi Hatim dalam al-I’lal. Jadi, hadits ini
tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi SAW.[5]
Hadis shahih:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ
سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin
Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid telah
menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepadaku Syurahbil bin Syarik
bahwa dia pernah mendengar Abu Abdurrahman Al Hubuli telah bercerita dari
Abdullah bin 'Amru bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita
shalihah." (H.R Muslim)[6]
Wanita shalihah menjadi idaman dan dambaan serta tumpuan setiap Muslim,
sama sebagaimana harapan terhadap laki-laki yang shalih. Bersama keduanya, maka
kehidupan masyarakat yangterdiri dari keluarga-keluarga shalih laki-laki dan
perempuan, maka negara pun pasti menjadi aman, sejahtera, bahagia dunia
akhirat.[7]
Islam telah memposisikan isteri shalihah sebagai harta
yang paling berharga bagi seorang suami dalam kehidupannya, setelah iman kepada
Allah dan menjalankan perintahNya. Wanita salehah adalah kunci kebahagiaan.[8]
C. Memandang wanita cantik
Memiliki pandangan yang tajam dan penglihatan yang jernih merupakan nikmat
yang besar dari allah swt, sehingga terkadang seseorang menempuh berbagai cara
untuk memperoleh penglihatan yang tajam. Dan mungkin juga ada diantara kaum muslimin yang sering kali memandang
setiap wanita yang cantik dengan tujuan mempertajam penglihatannya, mereka
beramal dengan hadis berikut:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
الْحُسَيْنِ الأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَبِيبِ بْنِ
سَلامٍ الْمَكِّيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ
بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " النَّظَرُ إِلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ
الْحَسْنَاءِ وَالْخُضْرَةِ يَزِيدَانِ فِي الْبَصَرِ "، هَذَا حَدِيثٌ
غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرٍ، تَفَرَّدَ بِهِ عَنْهُ ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ،
مُتَّصِلا مَرْفُوعًا[9]
Artinya: memandang wajah wanita cantik dan hijau-hijau
menambah ketajaman penglihatan.
Hadis di atas maudhu’ karena di dalamnya ada rawi yang dhaif dan tidak
ditemukan ada seorang ahli hadis yang menyebutkan biografinya. Perawi itu adalah Ibrahim bin habib bin sallam al
makkiy. Karenanya ad dzahabi berkata hadis ini batil. Ibnu qayyim dalam al
manar al munif berkata: hadis ini dan semisalnya adalah buatan
orang-orang zindiq (munafik).[10]
Hadis di atas merupakan salah satu usaha orang-orang kafir (Zindiq) untuk
memfitnah dan menipu orang-orang islam supaya terjebak pada perbuatan-perbuatan
yang dilarang syari’at islam itu sendiri. Padahal jika dilihat dari kacamata
agama islam, itu merupakan suatu perbuatan dosa yang harus dijauhi, karena
dapat menimbulkan fitnah yang nyata.
D. Hati-hati terhadap wanita cantik
أخبرنا محمد بن أحمد الأصبهاني ، أبنا أبو سعيد الحسن بن علي بن أحمد الفقيه
التستري ، بها ، وأبو عباد ذو النون بن محمد بن عامر التستري الصائغ قالا : ثنا
أبو أحمد الحسن بن عبد الله بن سعيد اللغوي العسكري ، ثنا محمد بن الحسين
الزعفراني ، ثنا أحمد بن الخليل ، ثنا الواقدي ، ثنا يحيى بن سعيد بن دينار ، عن
أبي وجزة يزيد بن عبيد ، عن عطاء بن يزيد الليثي ، عن أبي سعيد الخدري ، أن النبي
صلى الله عليه وسلم قال : إياكم وخضراء الدمن ، فقيل : يا رسول الله ، وما
خضراء الدمن ؟ قال : المرأة الحسناء في المنبت السوء
Artinya: waspadalah
kalian terhadap Hadra’ Ad-dimn (kotoran binatang ternak
yang kehijauan). Baginda ditanya, ‘’apakah Hadra’ Ad-dimn
itu?’’ beliau menjawab: ‘’perempuan cantik yang tumbuh di lingkungan buruk.
(rupawan tetapi hatinya jahat).’’[11]
Maksud hadis di atas yaitu wanita cantik yang berada dalam tempat buruk
atau lingkungan keluarga yang buruk. Ad Dimyati berkata , hadis ini
menyerupakan wanita yang berasal dari keluarga yang buruk, seperti tanaman yang
tinggi, yang tumbuh di tempat kotoran hewan.
Al-‘Iraqi berkata bahwa hadis di atas dha’if dan di dha’ifkan juga oleh
Al-mulaqan. Albani juga berkata bahwa hadis ini sangat lemah (Dha’i
f Jiddan).
Sedangkan Al-Qur’an membuat pria dan wanita berpasangan dalam memikul
tanggung jawab terberat dalam kehidupan islami, yakni bertanggung jawab dalam
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran (Amr ma’ruf nahi munkar).
Allah SWT berfirman dalm surat at-Taubah ayat 71:
t4tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 crâßDù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# cqßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# cqè?÷sãur no4qx.¨9$# cqãèÏÜãur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷zy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îÍtã ÒOÅ3ym
Artinya: “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Para sarjana muslim setuju bahwa seorang wanita muslim
juga termasukdalam makna hadits itu, wanita muslim wajib untuk mengetahui apa
yang dapat memperbaiki keimanannya, memperbaiki ibadahnya dan mengendalikan
tingkah lakunya yang sesuai dengan akhlak islami dan seterusnya.wanita muslim
diwajibkan untuk mengetahui hukum-hukum syari’at Allah tentang apa yang
diperbolehkan, apa yang dilarang serta hak-hak dan tugasnya. Wanita muslim bisa
meraih tingkatan pengetahuan tertinggi untuk mendapatkan gelar ijtihad
(pertimbangan sendiri tentang masalah-masalah keagamaan).[12]
E. Wanita tiang Negara
المرأةعماد البلاد إذا صلحت صلحت البلاد
وإذا فسدت فسدت البلاد
Artinya: Wanita dalah tiang Negara. Apabila
wanita itu baik maka akan baiklah Negara, dan apabila wanita itu rusak, maka akan rusak pula Negara.
Hadits ini sungguh sangat kondang terutama di kalangan
kaum ibu. Maklum karena subtansinya mengangkat peran kaum ibu dalam pembangunan
bangsa. Seharusnya sebagai hadits kondang, istilah ilmu hadits tersebut
dinamakan hadits masyhur. Tetapi dalam kitab-kitab hadits khususnya
kitab hadits masyhur, hadits tersebut tidak ditemukan. Demikian pula pada
kitab-kitab hadits yang lain.
Kami penulis makalah tidak menemukan sanad hadis ini. Karenanya, hadits tentang wanita tiang Negara itu
bukan hadits. Melainkan tidak lebih dari sekedar kata-kata hikmah atau
kata-kata mutiara saja yang diucapkan oleh seorang tokoh atau ulama, kemudian
dalam perkembangan selanjutnya diklaim sebagai hadits yang berasal dari Nabi
SAW.[13]
Hadits shohih:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ حَدَّثَنَا
اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ
مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح
و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى
حَدَّثَنَا خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ
بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي الْقَطَّانَ كُلُّهُمْ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ وَأَبُو كَامِلٍ قَالَا
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ جَمِيعًا عَنْ أَيُّوبَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ
ح و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ
حَدَّثَنِي أُسَامَةُ كُلُّ هَؤُلَاءِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ مِثْلَ
حَدِيثِ اللَّيْثِ عَنْ نَافِعٍ قَالَ أَبُو إِسْحَقَ وَحَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ
بِشْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ بِهَذَا مِثْلَ حَدِيثِ اللَّيْثِ عَنْ نَافِعٍ و
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
وَابْنُ حُجْرٍ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ
وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ بِمَعْنَى حَدِيثِ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَزَادَ فِي حَدِيثِ
الزُّهْرِيِّ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنَّهُ قَدْ قَالَ الرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ
أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمِّي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ
أَخْبَرَنِي رَجُلٌ سَمَّاهُ وَعَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ بُكَيْرٍ عَنْ بُسْرِ
بْنِ سَعِيدٍ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا الْمَعْنَى[14]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits. (dalam jalur lain
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah menceritakan
kepada kami Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, bahwa beliau bersabda: "Ketahuilah, setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya,
seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab
atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan
anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah
pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut.
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu
Syaibah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr. (dalam jalur lain
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan
kepada kami ayahku. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Khalid -yaitu Ibnu Harits.
(dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin
Sa'id telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Al Qatthan- semuanya dari
Ubaidullah bin Umar. (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepada
kami Abu Ar Rabi' dan Abu Kamil keduanya berkata; telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Zaid. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku
Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Isma'il semuanya dari Ayyub.
(dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi'
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Fudaik telah mengabarkan kepada kami Ad
Dlahak -yaitu Ibnu 'Utsman-. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan
kepada kami Harun bin Sa'id Al Aili telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb
telah menceritakan kepadaku Usamah semuanya dari Nafi' dari Ibnu Umar seperti
haditsnya Laits dari Nafi', Abu Ishaq berkata; telah menceritakan kepada kami
Al Hasan bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dari
Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar seperti haditsnya Laits dari Nafi'."
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Yahya bin Ayyub dan Qutaibah
bin Sa'id dan Ibnu Hujr semuanya dari Isma'il bin Ja'far dari Abdullah bin
dinar dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda." (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku
Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan
kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah dari ayahnya dia
berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda semakna dengan haditsnya Nafi' dari Ibnu Umar. Dan dalam haditsnya
Zuhri ada tambahan, dia berkata, "Saya mengira bahwa beliau telah
bersabda: "Seseorang pemimpin atas harta benda ayahnya, dan dia
bertanggung jawab akan kepemimpinannya." Dan telah menceritakan kepadaku
Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb telah mengabarkan kepadaku pamanku Abdullah bin Wahb telah
mengabarkan kepadaku seorang laki-laki yang bernama 'Amru bin Harits dari
Bukair dari Busr bin Sa'id dia telah menceritakan dari Abdullah bin Umar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan makna seperti ini."
Nabi SAW menyuruh mereka agar memberi
nasihat pada orang di sekitarnya, dan memperingatkan mereka agar jangan
berhianat terhadap yang dipercayakan kepadanya atau menyia-nyiakannya. Hadits
tersebut menggambarkan bahwa mereka semua adalah pemimpin dan pasti akan
dimintai pertanggung jawabannya.[15]
Dimasa Rasul saw, perempuan sudah banyak tampil sebagai sosok yang dinamis.
Hal ini di dorong oleh semangat kitab suci al-Qur’an yang memberi jaminan
kepada perempuan untuk ikut berpartisipasi dan berkiprah dalam semua aspek
kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya peran publik sebagai pemimpin.[16]
F. Wanita yang di nikahkan atas dasar mahar
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ
الْحَافِظُ وَأَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ الْقَاضِى وَأَبُو سَعِيدِ
بْنُ أَبِى عَمْرٍو قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ
يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ هُوَ ابْنُ
مُحَمَّدٍ قَالَ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- قَالَ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ عَلَى صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ أَوْ عِدَةٍ
قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا فَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ
فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ وَأَحَقُّ مَا أُكْرِمَ عَلَيْهِ الرَّجُلُ ابْنَتُهُ
أَوْ أُخْتُهُ.[17]
Artinya: Wanita manapun
yang di nikahkan atas dasar mahar atau pemberian (materi non materi)
atau sejumlah harta sebelum terjalin ikatan pernikahan, maka semua menjadi
miliknya. Adapun setelah terjalinnya ikatan pernikahan, maka bagi yang
diberinya. dan yang paling berhak dimuliakannya oleh seorang laki-laki adalah
anak perempuan atau saudara perempuannya.”[18]
Hadis ini dhoif. Telah
dikeluarkan oleh abu daud, an nasa’i, ibnu majah, al baihaqi, ahmad, dengan
sanad dari ibnu juraij dari amr bin syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya secara
marfu’.
Menurut al bani, sanad
riwayat ini dhaif disebabkan ibnu juraij adalah mudallas dan terbukti telah
meriwayatkan dengan ‘an’anah (riwayat yang menggunakan redaksi ‘an fulan) dan
riwayat ini juga telah dibarengi dengan penelusuran oleh perawi sanad yang juga
mudallas ‘penipu’ yaitu al hajjaj bin artha’ah dari amr bi syu’aib.
Berlandaskan pada
riwayat tersebut sebagian orang berpendapat bahwa bagi wali pengantin wanita
diperbolehkan untuk membubuhi persyaratan yang dapat memberikan keuntungan materi.
Apabila riwayat itu shahih, maka hal itu jelas menunjukan bahwa bila
memberikan persyaratan seperti ini, harta itu bahkan menjadi milik
sang pengantin wanita.
G. Tinggalkanlah oleh kalian wanita-wanita cantik yang
mandul
قَالَ أَبُو يَعْلَى الْمُوصِلِيُّ: وَثنا
عَمْرُو بْنُ حُصَيْنٍ، ثنا حَسَّانُ ابْنُ سِيَاهٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " ذَرُوا الْحَسْنَاءَ
الْعَقِيمَ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّوْدَاءِ الْوَلُودِ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ
الْأُمَمَ، السَّقْطُ حَتَّى يَظَلَّ مُحْبَنْطِئًا بَابَ الْجَنَّةِ فَيُقَالُ
لَهُ: ادْخُلِ الْجَنَّةَ، فَيَقُولُ: حَتَّى يَدْخُلَ وَالِدَيَّ مَعِي
Artinya: Tinggalkanlah
oleh kalian wanita-wanita cantik yang mandul dan hendaknya kalian memilih yang
hitam yang mampu beranak. Karena sesungguhnya aku akan berbangga diri dengan
banyaknya kalian dihadapan umat lain. Sekalipun dengan yang gugur tergeletak di
depan pintu syurga dikatakan kepadanya ‘silahkan masuk ke dalam syurga’
dijawabnya ‘hingga ayahku memasuki nya bersamaku’.[19]
Hadits ini
maudhu’.diriwayatkan oleh Ibnu adi dengan jalur sanad dari abu ya’la, dari amr
bin hushain, telah memberitakan kepada kami hassan bin siyah, memberitakan
kepada kami ashim dari zirr dari abdullah secara marfu’. Ibnu adi berkata
“tidak ada yang meriwayatkan dari ashim kecuali hassan bin siyah, dan
periwayatannya secara umum tidak ditelusuri, sedangkan kedhaifan pada
periwayatannya tanpak jelas.
Menurut al bani,
pernyataan ibnu hibban menunjukan betapa hassan bin siyah adalah perawi yang
sangat dhaif. Seangkan perawi darinya yaitu amr bin hushain, jauh lebih buruk,
karena ia di tuduh sebagai pemalsu hadis. Sehubungan dengan itu as sayuthi
bersikap buruk dengan memuat hadis ini di dalam al jami’ ash shaghir dengan
perawi ibnu adi. Lebih buruk lagi, as sayuthi memuatnya tidak secara
sempurna , yaitu hanya sampai lafal ‘memilih yang hitam yang mampu beranak’
karena mengira bahwa memang demikianlah yag diriwayatkan oleh ibnu adi.
H. Tidak ada salam kepada wanita
حُدِّثْنا عَنْ أَبِي طَالِبٍ، ثنا عَلِيُّ
بْنُ عُثْمَانَ النُّفَيْلِيُّ، ثنا هِشَامُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْعَطَّارُ، ثنا سَهْلُ
بْنُ هَاشِمٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَدْهَمَ، عَنِ الزُّبَيْدِيِّ، عَنْ
عَطَاءٍ الْخُرَاسَانِيِّ، يَرْفَعُ الْحَدِيثَ، قَالَ: " لَيْسَ لِلنِّسَاءِ
سَلامٌ وَلا عَلَيْهَنَّ سَلامٌ
Artinya: ‘tidak
ada salam kepada wanita dan mereka tidak harus mengucapkan salam’[20]
Hadist ini mungkar.
Dikeluarkan oleh Abu Na’im dalam al haliyah. Menurut al bani sanad riwayat ini
dhaif. Dibagian awal ada keterputusan sanad, sedangkan dibagian akhir,
disamping kemisteriusanya , juga terdapat kedhaifannya.
I. Bagi kaum wanita ada dua tabir
ثنا مُحَمَّدُ بْنُ
أَحْمَدَ بْنِ يَزِيدَ الْعَسْكَرِيُّ بِدِمَشْقَ، ثنا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ،
ثنا خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَوْقٍ الْحَمْدَانِيُّ،
عَنِ الضَّحَّاكِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "
لِلْمَرْأَةِ سِتْرَانِ الْقَبْرُ وَالزَّوْجُ، فَأَيُّهُمَا أَفْضَلُ؟ قَالَ:
الْقَبْرُ "
Artinya: ‘bagi kaum wanita ada
dua tabir, yatu kuburan dan suami. Ditanyakan ‘manakah diantara keduanya yang
lebih utama? Dijawab ‘kuburan’.[21]
Hadis ini maudhu’.
Dikeluarkan oleh ath-thabrani dalam al mu’jam al kabir, juga di dalam ash
shagir, ibnu adi di dalam al kamil dengan lafal darinya, dan darinya
dikeluarkan pula oleh ibnu asakir dalam al-maudhu’at dengan sanad dari khalid
bin yazid, ‘telah memberitakan kepada kami abu rauq al hamadani dari adh
dhahak, dari ibnu abbas ra secara marfu’. Ibnul jauzi berkata ‘ini hadist
maudhu’ yang disandarkan kepada rasulullah saw, yang menjadi tertuduh (sebagai
pemalsu) adalah khalid, yau khalid bin yazid bin asad al qusari. Berkata ibnu
adi ‘semua periwayatnnya tidak ditelusuri, baik matan maupun sanadnya’.
J. Bagi kaum wanita ada sepuluh aurat
قَالَ الدَّيلميّ: أَنْبَأَنَا أبي، أَنْبَأَنَا
عَلِيّ بْن الْحُسَيْن، أَنْبَأَنَا أَبُو الْقَاسِم عَبْد الرَّحْمَن بْن أَبِي
الْقَاسِم الكاتب، حَدَّثَنَا عَلِيّ بْن أَحْمَد بْن عَبْدَان، حَدَّثَنَا
مُحَمَّد بْن يَحْيَى بْن مُسْلِم، حَدَّثَنَا جَعْفَر بْن مُحَمَّد بْن جَعْفَر
الْحَسَن، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيم بْن أَحْمَد الحَسَنيّ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْن
بْن مُحَمَّد الأشقر، عَنْ أَبِيهِ مُحَمَّد بْن عَبْد اللَّه، عَنْ عَبْد اللَّه
بْن مُحَمَّد، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْحَسَن بْن الْحُسَيْن بْن عَلِيّ بْن
الْحَسَن، عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا: " لِلنِّسَاءِ عَشْرُ عَوْرَاتٍ،
فَإِذَا زُوِّجَتِ الْمَرْأَةُ سَتَرَ الزَّوْجُ عَوْرَةً، وَإِذَا مَاتَتِ
الْمَرْأَةُ سَتَرَ الْقَبْرُ تِسْعَ عَوْرَاتٍ "
Artinya: ‘bagi kaum
wanita ada sepuluh aurat (kelemahan). Apabila ia menikah, maka suaminya telah
mneutupi satu aurat. Dan apabila ia mati maka kuburan menutupi sembilan aurat
yang lainnya’.[22]
Hadis ini munkar.
Dikeluarkan oleh ad-Dailami memlalui jalur Ibrahim bin Aahmad al-Husni, telah
memberitakan kepada kami oleh al-Husain bin Muhammad al-Asyqar, dari ayahnya
Muhammad bin Abdullah, dari Abdullah bin Muhammad, dari ayahnya al-Hasan bin
al-Hasan bin Ali dari al-Hasan, dari Ali secara marfu’.
K. Sebaik-baik Hiburan Kaum Wanita adalah Menenun
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الْحُصَيْنِ،
حَدَّثَنَا ابْنُ عُلاثَةَ، قَالَ: خُصَيْفٌ، حَدَّثَنَا عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " نِعْمَ لَهُوُ الْمَرْأَةِ
الْمِغْزَلُ "
Artinya: “sebaik-baik
hiburan kaum wanita adalah menenun” [23]
Hadits ini maudhu.
Diriwayatkan oleh ar-Ramahurmuzi dalam al-Fashil baina ar-rawi wal waa’i, telah
memberitakan kepada kami Musa bin Zakaria, memberitakan kepada kami Amr bin
al-Husain, memberitakan kepada kami Ibn alana, khashif berkata telah
memberitakan kepada kami dari mujahid dari Ibn Abbas ra secara marfu’.
Menurut al-Bani, sanad
riwayat ini maudhu’. Penyakitnya adalah Amr bin al-Husain yang dikenal sebagai
pendusta, sedangkan Khashif adala perawi dhaif.
L. Sebaik-baik Wanita
وَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " خَيْرُ
نِسَاءِ أُمَّتِي أَصْبَحَهُنَّ وُجُوهًا، وَأَقَلُّهُنَّ مُهُورًا
Artinya : “sebaik-baik
wanita dari umatku adalah yang berwajah ceria dan yang paling sedikit maharnya”.[24]
Hadits ini maudhu’.
Diriwayatkan oleh ibn Adi, darinya diriwayatkan pula oleh Ibn Asakir, dari
Husai bin al-Mubarak at-Thabrani, telah memberitakan kepada kami ismail bin
ayyasy dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah secara marfu’.
Kelemahan hadits ini terdapat pada Husain al-Mubarak dan hadits-hadits
pemberitaan dari Husain banyak yang mungkar.
M. Wanita yang Hitam Kedua Pipinya
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ
بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا النَّهَّاسُ بْنُ قَهْمٍ قَالَ
حَدَّثَنِى شَدَّادٌ أَبُو عَمَّارٍ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأَشْجَعِىِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم أَنَا وَامْرَأَةٌ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ كَهَاتَيْنِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ .وَأَوْمَأَ يَزِيدُ بِالْوُسْطَى
وَالسَّبَّابَةِ امْرَأَةٌ آمَتْ مِنْ زَوْجِهَا ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
حَبَسَتْ نَفْسَهَا عَلَى يَتَامَاهَا حَتَّى بَانُوا أَوْ مَاتُوا ».
Artinya: “aku dan wanita
yang kedua pipinya merah kehitam-hitaman kelak pada hari kiamat seperti ini
(Yazid bin Zura’i mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya), yaitu
wanita yang menjanda dari suaminya dan dia memiliki kedudukan dan kecantikan,
tetapi mengurung dirinya di rumah karena mengurusi anak-anaknya yang yatim
sampai mereka berumah tangga atau mati.”[25]
Hadits ini dhaif.
Dikeluarkan oleh Abu Daud (5149) dan Imam Ahmad (VI/26) dengan jalur sanad dari
an-Nahhas bin Qahm, telah memberintahukan kepadaku Syaddad Abu Amr dari Auf bin
Malik secara marfu’.
Menurut al-Bani sanad
ini dhaif dan kelemahannya adalah adanya an-Nahs. al-Hafidz ibn Hajar
mengatakan bahwa dia dhaif.
N. Kalau Tidak Kaum Wanita
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ يُوسُفَ بْنِ
عَاصِمٍ الْبُخَارِيُّ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِمْرَانَ الْهَمَذَانِيُّ، ثَنَا
وَهُوَ مِنْ أَهْلِ هَمَذَانَ وَهُوَ عِيسَى بْنُ زِيَادٍ الدَّوْرَقِيُّ صَاحِبُ
ابْنِ عُيَيْنَةَ، قَالَ: ثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ زَيْدٍ الْعَمِّيُّ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " لَوْلا النِّسَاءُ لَعُبِدَ
اللَّهُ حَقًّا حَقًّا
Artinya : dari Umar bin
al-Khattab dia berkata : telah bersabda Rasulullah Saw. Kalau bukan kaum
wanita, pasti Allah itu disembah dengan sungguh-sungguh.” [26]
Hadits ini tidak ada
asalnya. Dalam sanadny ada rawi yang bernama Abdurrahim bin Zaid al-‘Umaa.
Yahya bin Ma’iin telah mengatakan rawi tersebut serta ayahnya tidak termasuk
orang yang tidak ada apa-apanya. Ibn ‘adi mengatakan hadits ini munkar dan
beliau tidak kenal melainkan dari jalur ini. Murrah mengatakan Abdurrahim yang
tersebut dalam sanad adalah seorang pendusta.
قَالَ الثَّقَفيّ فِي الثقفيات: حَدَّثَنَا
أَبُو الفرج عُثْمَان بْن أَحْمَد بْن إِسْحَاق اليزجي، حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن
عُمَر بْن حَفْص، حَدَّثَنَا الحَجَّاج بْن يُوسُف بْن قُتَيْبَة، حَدَّثَنَا بشر
بْن الْحُسَيْن، عَنِ الزُّبَير بْن عَدِيّ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ: " لَوْلا الْمَرْأَةُ لَدَخَلَ الرَّجُلُ
الْجَنَّةَ "
Artinya: “kalau tidak
karena kaum wanita, pasti semua pria masuk surga”.[27]
Hadis ini oleh para ahli
hadis dikatakan matruk.
O. Carilah Kebaikan itu Pada Wajah Orang Cantik
أَخْبَرَنَا أَبُو الْغَنَائِمِ حَمْزَةُ
بْنُ عَلِيٍّ، أَنْبَا أَبُو الْفَرَجِ أَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الْغَضَارِيُّ،
أَنْبَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْخَوَّاصُ، ثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ بْنُ
مَسْرُوقٍ، ثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الزَّهْرَانِيُّ،
قَالَ: ثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ خَيْرَةَ بِنْتِ مُحَمَّدِ بْنِ
ثَابِتٍ، عَنْ أُمِّهَا، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ : " اطْلُبُوا الْخَيْرَ عِنْدَ حِسَانِ الْوُجُوهِ
Artinya : telah bersabda
Rasulullah, carilah sesuatu yang baik itu pada orang yang wajahnya
cantik.
Hadits ini maudhu’
diriwayatkan melalui beberapa jalan yaitu umar, anas, aisyah, ibn abbas dengan
bermacam-macam lafadz. Hampir semua rawi dalam sanad-sanad hadits tersebut
dibicarakan oleh ulama hadits, diantaranya ialah al-kudaimy dia adalah seorang
rawi yang suka memalsukan hadits. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya mengenai
hadits ini, maka beliau menjawab: semua riwayat ini palsu[28]
BAB
III
KESIMPULAN
Salah satu tema utama
sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia,
baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan.
Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan
seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
$pkr'¯»tâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.s4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãèä©@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang
termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa (QS 49: 13).
DAFTAR PUSTAKA
mk:@MSITStore:E:\PusLep\Serial%20Buku%20DR.%20Yusuf%20Qardhawi\Fatwa-Fatwa%20Kontemporer%20(DR.%20Yusuf%20Qardhawi).CHM::/kontemp/kontemp_011.htm
Shihab Quraish, Membumikan al-Qur’an (Bnadung, Mizan: 1996) Cet 13
المكتبة الشاملة, كتاب الشاميين للطبراني,
باب أرطاة عن عبدالله بن دينار البهراني, الجزء 2, رقم: 671
Bakir Abdul, 150 Hadits Dhoif dan Palsu yang Sering Dijadikan
Dalil, (Yogyakarta, hikam pustaka: 2012), cet I
ShabirMuslich, Terjemah Riyadhus Shalihin I, (Semarang, Karya Toha Putra:
2004) Cet II
Subhan Zaitunah,
Menggagas Fiqh pemberdayaan perempuan, (Jakarta, El-kahfi: 2008) cet II
Qardhawi Yusuf, Fiqih Wanita, (Bandung, Penerbit Jabal: 2011) cet 9
Ya’qub Ali Musthafa, Hadits-hadits Bermasalah, (Jakarta,
Pustaka Firdaus: 2007) cet. 5
Koho A. Yazid
Qasim, Himpunan Hadits-hadits Lemah dan Palsu, (surabaya, PT. Bina
Ilmu)
[1] http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/latar-belakang-timbulnya-hadits-maudhu/
[2] mk:@MSITStore:E:\PusLep\Serial%20Buku%20DR.%20Yusuf%20Qardhawi\Fatwa-Fatwa%20Kontemporer%20(DR.%20Yusuf%20Qardhawi).CHM::/kontemp/kontemp_011.htm
[3]Quraish Shihab,
Membumikan al-Qur’an (Bnadung, Mizan: 1996) Cet 13
[4]المكتبة الشاملة, كتاب الشاميين للطبراني, باب أرطاة عن عبدالله بن دينار
البهراني, الجزء 2, رقم: 671
[5] Abdul Bakir, 150 Hadits Dhoif dan Palsu
yang Sering Dijadikan Dalil, (Yogyakarta, hikam pustaka: 2012), cet.1
hlm.8
[6] Muslich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin I,
(Semarang, Karya Toha Putra: 2004) Cet 2, Hlm 166
[7]Zaitunah Subhan,
Menggagas Fiqh pemberdayaan perempuan, (Jakarta, El-kahfi: 2008) cet II, Hlm 51
[8] Yusuf Qardhawi, Fiqih Wanita, (Bandung, Penerbit
Jabal: 2011) cet 9, hlm 42
[9] المكتبة الشاملة، الكتاب
حلية الأولياء، باب جعفر الصاديق، الجزء 1، الصحفة 484
[10] Abdul Bakir, 150 Hadits Dhoif dan Palsu
yang Sering Dijadikan Dalil, hlm 8-9
[11] Abdul Bakir, 150 Hadits Dhoif dan Palsu
yang Sering Dijadikan Dalil, hlm 59
[12] Yyusuf Qaradhawi, Fiqih Wanita (Bandung:
Penerbit Jabal, 2011) hlm 80
[13] Ali Musthafa Ya’qub, Hadits-hadits
Bermasalah, (Jakarta, Pustaka Firdaus: 2007) cet. 5 hlm. 68
[15] Ali Musthafa Ya’qub, Hadits-hadits
Bermasalah, hlm. 110-111
[16]Zaitunah Subhan,
Menggagas Fiqh pemberdayaan perempuan, hlm 95
[17] المكتبة الشاملة، كتاب
السنن الصغير للبيهقي، باب جماع أبواب الصداق، جزء 5، صفحة 439
[18] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’ (jakarta, gema insani: 1999) cet I, hlm 101
[19] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 841-842
[20] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 873
[21] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 821-822
[22] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 822-823
[23] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 798-799
[24] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’, hlm 499-500
[25] Muhammad nasihruddin al-bani, silsilah hadis dha’if
dan maudhu’ hlm 368-369
[26] A. Yazid Qasim Koho, Himpunan Hadits-hadits Lemah dan
Palsu, (surabaya, PT. Bina Ilmu), hlm 359
[27] A. Yazid Qasim Koho, Himpunan Hadits-hadits Lemah dan
Palsu, Hlm 359
[28] A. Yazid Qasim Koho, Himpunan Hadits-hadits Lemah dan
Palsu, hlm 367-368