Akhir tahun
yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw.
yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar belakang keilmuan yang
berbeda-beda, akhir tahun 2024 pun saya sedang menikmati salah satu buku yang sudah
cukup lama berdempet-dempetan di rak buku perpustakaan yaitu Asiyah
-Sang Mawar Gurun Firaun- sebuah novel best seller yang ditulis oleh Sibel
Eraslan.
Selain kisah
Asiyah sang ratu Mesir dengan keanggunan dan keimanan yang disembunyikannya, dalam
buku ini saya menyoroti satu kisah saat Musa as. Berdakwah di hadapan Firaun
dan para anak buahnya di istana.
Pada saat itu, Musa
as. Melemparkan tongkat yang berada di tangannya ke tanah sampai berubah menjadi
seekor naga besar dan membuat suara penghuni
istana mengguncang sampai ke akar-akarnya. Kejadian itu membuat mereka
mengatakan bahwa itu semua adalah sihir yang akan menghancurkan Kerajaan Mesir.
Karena kejadian itulah kemudian Firaun meminta kepada Musa as. untuk bertarung
pada saat waktu yang ditentukan.
Firaun dan para
penasihat Istana segera mempersiapkan untuk hari pertarungan yang bertepatan
dengan Hari raya Hiasan. Para penasihatnya menyebutkan nama para ahli dalam
bidang alkimia dan sihir satu persatu. Dengan tandu-tandu yang dikirim ke
seluruh wilayah, para penyihir, ahli kimia dan ahli mumi paling mahir dipanggil
ke istana untuk mempersiapkan misi pertarungan melawan Musa as. Setelah rapat
dan disuksi yang cukup Panjang, akhirnya terkumpulah 72 ahli yang mahir sebagai
calon lawan Musa as.
Hari pertarungan
itu pun tiba, tepat pada acara Hari raya Hiasan Dimana seluruh rakyat sedang
berkumpul untuk merayakan Hari raya tersebut, merekapun berkumpul untuk
menonton pertarungan antara Musa as. Dengan para penyihir yang telah disiapkan
Firaun. Tujuh puluh dua ahli penyihir muncul di Tengah lingkaran penonton,
ratusan unta yang membawa alat-alat mereka, Bersama dengan para pemimpin yang
berdiri di atas keledai menampilkan pemandangan yang megah. Melihat pemandangan
itu semua, Musa as. bergumam lirih “Jangan berkata bohong di hadapan Allah,
orang yang menuduh Allah, akan kalah sejak awal.”
Kemudian seorang
penyihir maju diiringi ahli-ahli alkemi terkenal, ia bertanya kepada Musa “Kau
yang melempar pertama atau kami wahai Musa?” sedangkan Musa as. Memandang para penyihir yang tampak
seperti panglima perang dengan baju-baju megah yang mereka gunakan. “Kalian
duluan” Jawab Musa as. dengan penuh keyakinan atas apa yang didengar dari
Allah.
Seketika gelombang
aneh sihir mulai terlihat di pusat kota. Para ahli sihir sungguh menarik
perhatian para penonton dengan tali-tali dan kayu-kayu mereka, setiap kota seakan-akan
dipenuhi ular dengan ukurannya yang beragam. Musa as. Cukup terkejut
menyaksikan itu semua, di hadapannya terdapat sebuah kekuatan gabungan yang
besar. Di Tengah kesendiriannya dalam kerumunan itu, Musa pun berserah diri
kepada Allah dan berlindung kepadanya.
Tibalah saat
giliran Musa untuk melemparkan tongkatnya, ia pun melemparkannya ke tanah dan
yang terjadi pun terjadi. Dengan pertolongan Allah dan sebagai sebuah Pelajaran,
tongkat itu berubah menjadi seekor ular besar, melahap semua ular penyihir yang
ada, memusnahkan semua sihir yang berada di hadapannya. Dan pada saat itulah
para penonton takjub dengan kejadian Ajaib di depan mata mereka, seolah ular
Musa as. Menelan seluruh hiasan kuno Mesir. Dan yang membuat kisah ini begitu
sarat akan Pelajaran adalah 72 penyihir yang terkesima dengan apa yang mereka
lihat itu seketika langsung bersujud sambil terucap kata taubat dan penyesalan dari lisan mereka. “Kami
Percaya kepada Tuhannya Musa” Dalam
Alquran disebutkan “kepada Tuhannya Musa dan Harun”.
Para penyihir
itupun tetap bersujud diikuti oleh para asistennya yang berjumlah kurang lebih
seratus lima puluh ribu orang yang bersujud
pula di waktu yang sama. Hari raya yang benar-benar menghancurkan Firaun. Dengan
amarah yang tinggi, Firaun berteriak, “Kalian beriman kepada tuhannya Musa tanpa
meminta izinku, begitukah?” namun yang terjadi para penyihir itu bergeming
tetap bersujud dan menangis, menyesali perbuatannya dan bertaubat kepada Tuhan Musa,
Tuhan semesta alam. Mereka seakan terlahir Kembali dengan perasaan yang
benar-benar berbeda dari sebelumnya.
Firaun semakin
murka “Jadi tidak diragukan lagi bahwa ahli yang mengajarkan sihir kepada
kalian adalah Musa!. Kalian akan membayar besar pengkhianatan ini! Tangan dan
kaki kalian akan dipotong. Kalian akan digantung di pohon-pohon, dengan
demikian kalian akan mengerti bahwa hukuman yang aku berikan sangat kejam!”
Kisah pertarungan Musa as dengan
para penyihir itupun diabadikan dalam Alquran surat al-A’raf ayat 115-126:
قَالُوْا
يٰمُوْسٰٓى اِمَّآ اَنْ تُلْقِيَ وَاِمَّآ اَنْ نَّكُوْنَ نَحْنُ الْمُلْقِيْنَ
Mereka (para penyihir) berkata, “Wahai Musa, engkaukah yang akan
melemparkan (lebih dahulu) atau kami yang melemparkan?
قَالَ
اَلْقُوْاۚ فَلَمَّآ اَلْقَوْا سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ
وَجَاۤءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ
Dia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka, ketika
melemparkan (tali-temali), mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan
mereka takut. Mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).
وَاَوْحَيْنَآ
اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَلْقِ عَصَاكَۚ فَاِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُوْنَۚ
Kami wahyukan kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka,
tiba-tiba ia menelan (habis) segala kepalsuan mereka.
فَوَقَعَ
الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَۚ
Maka, terbuktilah kebenaran dan sia-sialah segala yang mereka
kerjakan.
فَغُلِبُوْا
هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوْا صٰغِرِيْنَۚ
Mereka dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang
hina.
وَاُلْقِيَ
السَّحَرَةُ سٰجِدِيْنَۙ
Para penyihir itu tersungkur dalam keadaan sujud.
قَالُوْٓا
اٰمَنَّا بِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,”
رَبِّ مُوْسٰى
وَهٰرُوْنَ
(yaitu) Tuhannya Musa dan Harun.”
قَالَ فِرْعَوْنُ اٰمَنْتُمْ بِهٖ قَبْلَ اَنْ اٰذَنَ
لَكُمْۚ اِنَّ هٰذَا لَمَكْرٌ مَّكَرْتُمُوْهُ فِى الْمَدِيْنَةِ لِتُخْرِجُوْا
مِنْهَآ اَهْلَهَاۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ
Fir‘aun berkata, “Mengapa kamu beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepadamu? Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah
kamu rencanakan di kota ini untuk mengusir penduduknya. Kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu ini).
لَاُقَطِّعَنَّ
اَيْدِيَكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ مِّنْ خِلَافٍ ثُمَّ لَاُصَلِّبَنَّكُمْ اَجْمَعِيْنَ
Pasti akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan
kanan dan kaki kiri atau sebaliknya) kemudian sungguh akan aku salib kamu
semua.”
قَالُوْٓا
اِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا مُنْقَلِبُوْنَۙ
Mereka (para penyihir) menjawab, “Sesungguhnya kami hanya akan
kembali kepada Tuhan kami.
وَمَا تَنْقِمُ مِنَّآ اِلَّآ اَنْ اٰمَنَّا بِاٰيٰتِ
رَبِّنَا لَمَّا جَاۤءَتْنَاۗ رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّتَوَفَّنَا
مُسْلِمِيْنَࣖ
Engkau (Fir‘aun) tidak menghukum kami, kecuali karena kami beriman
kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.” (Mereka
berdoa,) “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami
dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).”
Dalam buku Asiyah -Sang Mawar Gurun Firaun- diceritakan bahwa salah
satu dari tujuh puluh dua penyihir itu berdiri dan memberikan jawaban Panjang atas
ancaman Firaun.
“Kami melihat sebuah hal yang besar di sini. Apa yang kami lihat
bukan sihir maupun guna-guna. Tapi, jika memang seperti itu pasti kami akan
mengetahuinya. Di balik apa yang kami lihat ini terdapat sesuatu. Ketahuilah,
kami takkan meninggalkan kebenaran dan takut dengan ancamanmu! Betapa hebatnya
apa yang telah kami lihat, kami takkan berbalik dari Cahaya ini. Apa yang kau
putuskan, putuskanlah. Kami tak peduli dengan hal itu. Keputusan yang akan kau
berikan kepada kami dan yang lainnya hanya berlaku di dunia yang fana ini. Kami
telah menerima bukti yang cukup tentang sesuatu yang abadi. Kami percaya pada
Allah yang abadi. Kami terkesima dengan apa yang kami lihat, kami bersujud
dalam cinta dan kenikmatan tanpa bisa terbangun lagi. Kami bertaubat memohon
ampun atas semua kesalahan dan kekhilafan kami kepada Allah. Sekarang, hal
terbesar bagi kami, ujian yang paling besar adalah mendapatkan ampunan dari
Allah, bukan Kau! Kau bisa membuat kami tak memiliki kaki, tangan dan kepala di
jalan ini. Dan memang kami mengeluh terhadap tangan, kaki dan kepala kami yang
telah menenggelamkan diri kami dalam lautan dosa. Apa itu kepala, kaki, dan
tangan? Semua itu adalah rintangan fana dunia. Kau bisa membuat kami tak
bertangan, berkaki dan berkepala di hadapan dirimu dan dunia ini. Kami tidak
akan membalikkan diri kami dari Allah. Apa yang ingin kau lakukan, lakukanlah! Kau
akan melihat kami di antara orang-orang yang setia dan tak berbalik dari
kata-kata. Tak penting! Bagaimanapun juga, kami akan Kembali kepada Allah, kami
adalah mukmin-mukmin terdepan, kami mengharapkan ampunan Allah dan cukuplah
kami Bersama Allah.”
Saat juru bicara penyihir itu berbicara dengan penuh keimanan yang
meluap, konon daratan dan langit ikut berdzikir bersamanya, ia memandangi
teman-temannya yang masih bersujud menangis. Seolah mereka kehilangan kesadaran
dalam dzikirnya yang dalam, sampai tidak memahami situasi di sekitarnya. Ketika
algojo mengayunkan pedang, mereka mati syahid dalam sujudnya tanpa mengangkat
kepala mereka dan tanpa menengadah sekalipun.
Masya Allah betapa keimanan kepada Allah
yang dalam telah membuat mereka hanyut dalam naungan cinta, tidak ada apa-apa
lagi yang mereka lihat dan harapkan kecuali keridhaan Allah, Tuhan Musa, Tuhan
semesta alam.
Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat,
melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala
sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Qs Yusuf: 111)
Kisah-kisah masa lalu disebutkan dalam Alquran agar kita generasi
setelahnya mampu mengambil banyak Pelajaran. Selamat menyelami Samudra ilmu dan
hikmah, semoga bermanfaat…
Waalahu a’lam