di tahun ini ada
tulisan-tulisan yang benar-benar menampar perilaku saya sebagai manusia.
menampar berkali-kali sampai-sampai saya benar-benar merasa kesakitan dan
ketakutan. ‘apa saya seburuk itu? jangan-jangan Tuhan mengabaikanku karena
perilaku yang sudah tidak pantas. Apa selama ini saya ibadah hanya karena
gengsi’. Pertanyaan-pertanyaan hinggap menerjang seperti busur anak panah,
menusuk sampai membuat saya terpaku dan mematung. Tulisan itu adalah buah pikir
dari seorang sosok Emha Ainun Nadjib atau biasa disebut Cak Nun. Saya memang
terlalu awam, tapi sering merasa sudah cukup dengan apa yang sudah saya
dapatkan dan pelajari selama ini, tapi nyatanya semakin kita belajar, kebodohan
kita semakin mengambang di permukaan.
Saya mulai
tertarik dengan cak Nun ketika akhir tahun 2018 lalu, saya membeli buku beliau
yang berjudul ‘Tidak, Jibril tidak Pensiun’. Sekilas dari judul memang
tidak seperti buku agama pada umumya, tapi percayalah Slogan tentang ‘Jangan melihat
buku hanya dari cover’ itu memang betul
dan sangat benar. Di dalam buku cak Nun ini, kita akan di bawa ke dalam
nuansa-nuansa tasawuf, kita akan dibawa ke dalam kesadaran bahwa kebodohan kita
selama ini adalah kita tidak pernah tahu bahwa kita ini sebanarnya adalah orang
bodoh. Karena ketidaksadaran kita itulah, kita berkoar-koar dan akhirnya
memecah belah umat atas ulah tangan kita sendiri dan parahnya, kita selalu
merasa benar atas apa yang kita lakukan.
Karena saya
penasaran dengan buku-buku cak nun yang lainnya, katika IBF kemarin saya melengkapinya
dengan buku beliau yang berjudul ‘Kiai Hologram, Gelandang di Kampung Sendiri
dan Pemimpin yang Tuhan’. luar biasa dalam dan lagi-lagi menampar diri kita
sendiri, buku beliau selalu mengajak para pembacanya agar melek terlebih dahulu
akan kekurangan diri kita dan jangan terlalu melek terhadap kesalahan orang
lain hingga mengakibatkan perasaan ‘DIRI KITALAH YANG PALING BENAR DAN ORANG
LAIN SALAH’.
Buku-buku beliau
ini paling bisa menjawab fenomena yang sedang terjadi pada bangsa kita dewasa
ini. Keributan perbedaan pendapat, perbedaan politik, kekerasan, dan
masalah-masalah lainnya. Terimakasih Cak Nun, telah menasihati melalui kalimat-kalimat
yang menusuk jiwa dan pikiran seperti panah. Terimakasih telah menamparku
berkali-kali dari ketidaksadaran. Semoga tulisanmu menjadi ladang amal jariyah
sampai hari kiamat nanti, Aaamiin
Nb: dan saya juga
baru tahu, kalau Cak Nun adalah orang tua dari vokalis band Letto