Kamis, 13 Juni 2019

Curug, Kita harus Menikmati Perubahan-kan?


Curug, dengan tanah-tanah yang menjulang tinggi, membentuk bukit-bukit yang tak kalah indah, sawah-sawah dan tumbuh-tumbuhan lainnya membentang hijau, di sambut embun pagi yang membasahi setiap dedaunannya,  burung-burung pipit berkicau meramaikan hari, terbang kesana-kemari dengan bebas.

Curug bukanlah tempat yang ramai oleh hiruk pikuk dunia, bukan tempat yang ramai dengan suara knalpot dan klaskson di jalan, bukan tempat dengan tanah yang diatasnya berdiri gedung-gedung pencakar langit. Tapi Curug hanyalah sebuah tempat yang merupakan kampung terpencil, yang masih dirimbuni pohon-pohon yang menjulang tinggi nan hijau, dengan suara gemercik sungai di pagi hari dan suara-suara alam yang masih melantang.

Binatang-binatang liar masih banyak berkeliaran di jalan-jalan. jika malam tiba, suara-suara penghuni rumah masih terdengar jelas oleh siapapun yang melintasinya. Suara anak-anak amat ramai di malam hari, mereka tidak pernah bosan untuk bermain lagi selepas melaksanakan solat Isya berjamaah di Mushola dan para orang tua-pun tak melarang anak-anak mereka. suara-suara manusia beradu dengan suara-suara jangkrik di malam hari dan tak lupa langit malam menjadi saksi dengan sinar bulan dan ribuan bintangnya. 

Tapi atmosfer abad 20 kini kian memudar, Suasana di atas sudah jarang sekali ditemukan oleh manusia-manusia yang lahir atau hidup di abad ke 21 Masehi, karena proses perjalanan waktu itulah semua perlahan-lahan telah menghilang dan lenyap, berubah menjadi sesuatu yang teramat baru dan asing.

Abad 20 telah pergi 19 tahun yang lalu, menitipkan kehidupan pada abad ke 21. 19 tahun yang sudah banyak perubahan untuk Curug, tidak membutuhkan waktu lama, diabad 21, manusia berbondong-bondong membawa alat besar dengan kerukan besar di depannnya. Bukit-bukit yang dimiliki abad 20, kini telah hilang, menyisakan waduk yang menelan banyak korban. Kehijauan yang dimiliki abad 20 juga telah berganti dengan atap atap rumah yang menyilaukan.

Untukmu tanah kelahiranku, yang membesarkanku dengan tanganmu, yang membahagiakanku dengan jiwamu, ini aku yang lahir di akhir abad 20 dan menginjakkan kaki di abad 21. Aku menyaksikan perubahan yang besar, aku menyaksikan anak-anak yang tidak lagi memilih bermain dengan alam, tetapi memilih bermain dengan alat-alat buatan tangan-tangan manusia. aku menyaksikan bukit-bukitmu dikeruk tanpa ampun, aku menyaksikan pohon-pohon yang mulai mencoklat dedaunannya karena polusi pabrik yang semakin menggila. Aku menyaksikan sungai-sungai yang dulu pernah aku ajak bersenang-senang pada awal-awal abad 21 telah keruh dan tertimbun tanah gususan. Aku harap bumi ini selalu tenang dan sabar, seperti sabarnya Tuhan yang telah menciptakan.

Curug, Biarlah, kita harus menikmati perubahan, bukan?

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...