Minggu, 01 April 2018

Gado-Gado Malam (Guru, Anak-anak, Pendidikan dan Manusia seperempat Abad)


Selalu ada kepuasan tersendiri saat bicara kita didengarkan dan dikenang. Saya manusia dengan usia mendekati seperempat abad, saya seorang guru dari anak-anak. Mungkin kata ‘guru’ belum pantas disematkan ke dalam diri saya, karena hakikatnya saya masih harus banyak berguru, bahkan sampai seterusnya sampai ketika waktu yang Tuhan berikan sudah habis. Tapi begitulah anak-anak memanggil saya, ‘Ibu Guru’. Mungkin sebagian orang beranggapan memikul pangkat sebagai guru itu tidak istimewa, tidak keren dan terkesan biasa saja, tidak heran jika di negeri Indonesia banyak guru yang tidak mendapat tempat selayaknya, dalam artian tidak dihargai. Padahal kata salah satu dosen Favorit saya “Guru adalah profesi yang mengajarkan semua Profesi”. Lantas kurang keren apa coba untuk menjadi seorang Guru, dia profesi yang multi fungsi, karena darinya maka lahirlah beberapa profesi lainnya.
Tapi sungguh ironis dengan apa yang terjadi zaman sekarang, Guru bukan saja tidak dihargai dan dihormati oleh pemerintah, tetapi dari Murid dan orang tua murid itu sendiri. Jika anaknya Sukses orang tua tentu sangat bangga, tapi orang tua lupa pada siapa anaknya dulu belajar. Tapi giliran anaknya bermasalah, orang tua langsung menyalahkan guru-guru sekolah, tidak becuslah atau apalah semua kata-kata kotor dilontarkan. Bahkan parahnya berita yang beberapa hari lalu sudah terlewat, seorang anak murid memukul gurunya sampai MENINGGAL. Astaghfirullah zaman macam apa ini? Seorang guru yang darinya kita menimba ilmu, lantas dengan Cuma-Cuma seorang murid tersebut memukulnya karena merasa kesal dan marah pada gurunya. Saya tidak mengikuti berita selanjutnya bagaimana anak murid itu sekarang, biarlah waktu yang akan menjawab apa yang akan terjadi nanti.
Itulah memang mengapa pendidikan di rumah dan di sekolah haruslah seimbang. Rumah yang merupakan madrasah pertama untuk anak-anak, harus mampu menghadirkan sebuah lingkungan yang baik, agar anak-anak bisa mencontoh hal yang baik-baik. Begitupun setelah rumah, sekolah menjadi tempat tinggal kedua untuk anak-anak. Keduanya harus bisa sama-sama menghadirkan aura positif untuk anak-anak tumbuh dan kembang. Apalagi anak merupakan Investasi terbesar dari Allah untuk benar-benar kita jaga, bahkan orang Tua bisa masuk surga karena anak-anaknya, dan anak yang shalih bisa menjadi amal jariyyah untuk orang tuanya yang sudah meninggal.
Itulah menurut saya mengapa pentingnya pendidikan agama sejak usia dini, agar nanti ketika besar anak sudah bisa memilih dengan bijak mana hal yang baik untuk dilakukan dan mana hal tidak baik untuk tidak dilakukan. Karena saya yakin, seorang yang menjadikan agama sebagai penopang kehidupannya, semerawut apapun hidupnya nanti, sesulit apapun hidupnya nanti, ia tidak akan menjadikan hal-hal terlarang untuk menumpahkan masalahnya tersebut. Hal-hal terlarang itu seperti bunuh diri, minum-minuman, nakal yang berlebihan sampai memakai narkoba dan sebagainya, bahkan sampai membunuh orang tuanya, seperti apa yang telah diberitakan beberapa pekan lalu, Naudzu Billahi min Dzalik
Kembali lagi pada ‘Bu Guru’. Sebelum memulai pelajaran inti yang diajarkan, saya biasa menyelipkan sebuah cerita-cerita Islami. Dari mulai kisah nabi, tentang dajjal, hari kiamat dan lain sebagainya. Tentu tidak semua anak respondnya baik atau bagus, terkadang ada anak juga yang tidak suka dengan cerita saya, atau bahkan takut karena cerita Dajjal yang saya sampaikan. Sungguh tidak ada maksud menakuti-nakuti anak-anak yang masih polos tersebut, saya hanya ingin memotivasi anak agar lebih giat dalam solat, ngaji, belajar dan nilai-nilai positif lainnya. Kalian yang seorang guru sekolah dasar tentu paham, bagaimana pola pikir anak zaman sekarang, banyak sekali diantara mereka yang pola pikirnya sudah seperti orang dewasa. Bahkan saya pernah mendapati anak, yang telihat semerawut sekali karena cerita cinta yang sedang ia alami. Tidak perlu jauh-jauh lah, bahkan di media sosial sudah tersebar bagaimana tingkah laku nak-anak sekolah dasar zaman sekarang. Berpacaran, memberikan bunga, berduaaan dan hal-hal yang menjurus kepada nilai negatif itu sangat banyak sekali kita temui. Sungguh ironis bukan? Perkembangan teknologi yang semakin pesat sungguh benar-benar merubah karakter anak-anak yang sesungguhnya.
Tapi meski begitu anak-anak tetaplah anak-anak, sisi kepolosan dia tentu masih ada. sebagian dari mereka diam tak berkutik saat saya dengan semangatnya menceritakan bagaimana peristiwa dahsyat hari kiamat nanti, atau bagaiamana besarnya fitnah dajjal dan hukuman untuk manusia-manusia yang tidak mau menjalankan kewajiban dari Allah. Mereka antusias, bahkan setelah saya selesai bercerita, mereka dengan semangatnya mengatakan “nanti cerita lagi ya bu”. Kata-kata mereka yang sederhana itu, selalu membangkitkan semangat saya untuk terus memberikan manfaat lagi dan lagi, tidak peduli dimanapun tempatnya, tidak peduli sudah terlambat atau tidak, selama Tuhan masih memberikan waktu untuk kita, mari kita teruskan menebar manfaat bukan mudharat. Karena nilai ikhlas yang membuat seseorang masuk surga adalah bukan karena profesinya yang menjadi seorang profesor atau doktor atau apapun lah. Tapi dalam hadis Nabi dikatakan, seseorang yang bahkan hanya menyingkirkan duri dari jalanan saja bisa mengantarkan ke dalam surga, jika perbuatan kecil diiringi nilai ikhlas yang sangat luar biasa.
Berbicara soal ikhlas, bukan berarti di sini saya menganggap bahwa saya adalah manusia yang paling ikhlas, tapi justru karena saya masih harus banyak belajar lagi apa itu ikhlas, maka dari itu saya katakan di sini ‘meski kehidupan manusia itu berbatas, tapi aku ingin ikhlas yang tanpa batas’.
Tentang bercerita, dari dulu memang sudah menjadi metode pengajaran saya kepada anak-anak sebelum memulai pelajaran. Jika anak-anak antusias dan mendengarkan, saya akan melanjutkan ceritanya, tapi jika anak merasa bosan dan jenuh maka dengan berat hati saya langsung masuk ke inti pelajaran. Pelajaran yang saya ajarkan biasanya dibaluti dengan lagu-lagu, jika memang pelajaran itu bisa di iringi dengan lagu anak-anak, tatapi liriknya di ganti dengan kosa-kata bahasa Arab contohnya. Ya begitulah anak-anak bisa lebih mudah memahami jika disampaikan dengan cara yang menarik, contohnya dengan seni. Sama halnya ketika Wali Songo menyebarkan Islam di Nusantara, bukankah mereka merubahnya pelan-pelan melalui seni. Lagu-lagu yang biasa digunakan untuk membaca-baca ajaran budha atau hindu, oleh Wali Songo dirubahnya dengan shalawat-shalawat Nabi, masya Allah.
Semua orang tentu menginginkan Surga, tapi kita manusia punya cara yang berbeda untuk menggapai satu tujuan itu, meski memang tujuan kita sama. Kurang lebih seperti itulah perumpamaannya, kita yang sudah diamanatkan untuk terjun ke lapangan dalam rangka mengarahkan sesuatu ke arah yang lebih baik, tentu mempunyai metode masing-masing dalam pengarahan tersebut.
Saya bukan orang yang baik, tapi saya adalah orang yang belajar untuk menjadi baik, lebih baik dan jangan merasa paling baik. Kita boleh terus berbuat baik, tapi jangan merasa paling baik. Teruslah belajar, karena hidup ini adalah pelajaran yang penuh pelajaran. Seorang guru yang mengajari anak didiknya, bukan berarti ia tidak belajar. Seorang guru juga belajar dari anak-anak didiknya, belajar ikhlas, sabar dan memahami. Semoga kita semua menjadi manusia bermanfaat, seperti apa yang telah disabdakan Nabi saw “sebaik-baik kalian adalah yang memberikan manfaat” apapun profesinya. Selamat menjalani hari-hari penuh manfaat bukan mudharat.

Writer by: Manusia yang mendekati usia seperempat abad, yang sedang mempunyai cita-cita untuk bisa membangun Rumah Membaca, di kampung halamannya!!!

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...