Di penghujung bulan akhir tahun
ini saya mengenal salah satu buku mlilik
Dr Viktor E. Frankl yang merupakan seorang Psikiater terkemuka dari Eropa. Yang
mana beliau juga pernah berada di empat kamp kematian Nazi antara tahun
1942-1945. Dan dalam buku ini beliau menceritakan pahit getirnya berada di kamp
tersebut, tentang keberuntungan-keberuntungannya, tentang harapannya yang
terkadang harus maju mundur, tentang dirinya dan tawanan-tawanan lain yang juga
bertarung untuk bisa menerima penderitaannya.
Saya sampai bingung harus
mengatakan apa tentang buku ini, kalimat-kalimat dalam ceritanya sangat
memotivasi untuk siapapun yang sedang merasa menjadi manusia paling menderita,
merasa menjadi manusia paling menyedihkan atau menjadi manusia yang paling
sangat tidak beruntung. Sejatinya selama keyakinan itu masih hidup di batin
kita, harapan untuk terus melangkah itu akan selalu ada, tidak peduli
penderitaan atau situasi apapun yang sedang kita hadapi. Seperti yang dikatakan
dalam bukunya bahwa kita harus bisa melakukan apapun di dalam situasi hidup yang
bagaimanapun.
Dalam bukunya juga beliau
mengatakan bahwa kita harus tau tentang alasan kita untuk hidup agar kita bisa
menghadapi bagaimana-bagaimana ke depannya nanti. Kita memang tidak bisa
mengendalikan apa yang terjadi dalam hidup kita, tapi kita bisa mengendalikan
rasa dan cara kita dalam menghadapi hal tersebut. Kita tidak bisa menolak
kesedihan, kita tidak bisa menolak apapun yang sudah ditakdirkan dalam hidup
kita, tapi kita bisa mengubah cara pandang dan sikap kita dalam menghadapi
kesedihan itu. semua kembali pada diri kita, karena kita punya potensi untuk
menentukan cara bersikap dan berfikir kita dalam menghadapi kehidupan.
Penderitaan, rasa bersalah dan kematian, sering sekali menghantui kita, tapi
ketiga hal tersebut seharusnya mampu menjadi sebuah kesempatan untuk menjadikan
diri kita lebih berhasil, lebih belajar untuk menjadi baik dari hari ke hari
dan lebih membuat kita menjadi manusia yang bertanggung jawab pada hidup yang
tidak kekal.
Dalam buku Dr Viktor ini, kita
diajak agar selalu berfikir positif untuk bisa menemukan makna hidup pada
situasi dan kondisi apapun. Jangan pernah menyerah, jangan kalah hanya kerena penderitaan, jangan hancur dikarenakan
oleh diri sendiri. Karena kita bisa menentukan untuk memilih cara yang lebih
baik dalam menanggapi masalah tersulit dalam hidup.
Kurang lebih itulah sebagian
pelajaran yang bisa saya ambil dari buku beliau, saya tidak menuliskannya semua
di sini, karena kalian harus mencobanya sendiri untuk membacanya. Dan
sebelumnya, ada salah satu cerita beliau yang sangat menyentuh hati saya
pribadi, ketika beberapa hari setelah pembebesan beliau dari kamp Nazi, beliau berjalan menelusuri
desa yang ditumbuhi banyak bunga-bunga dan beliau mendengarkan banyak kicauan
burung. Tidak ada apapun kecuali bumi dan hamparan langit, pada saat itu beliau
berhenti dan menatap sekelilingnya kemudian menengadah ke angkasa dan akhirnya
berlutut. Kemudian beliau berucap “Saya memanggil Tuhan dari penjara saya
yang sempit dan Dia menjawab saya di kebebasan ruang”, dan beliau sampai
tidak ingat berapa lama berlutut dan mengulang-ulang kalimat tersebut. Dari
cerita ini, saya seolah terbawa arus kebahagiaan beliau yang tiada tara karena
bisa melihat dunia kembali dengan penuh kebebasan.
Cukup sekian review buku ini,
saya tidak boleh berlama-lama untuk menuliskannya, karena “Dunia tengah
berada dalam kondisi Buruk, tetapi akan tetap memburuk, kecuali masing-masing
dari diri kita melakukan yang terbaik” (Dr Viktor E. Frankl)