Anjangsana karya Usman Arrumy.
‘Apakah
ini sama halnya ketika kita mencintai seseorang? Bahwa Cinta tidak bisa
dirancang dan tidak dapat kita pastikan kedatangannya, terutama kita tidak akan
bisa mengundang cinta untuk singgah di hati kita? Bahwa niat tidak berlaku
dalam proses mencintai. Cinta memang nganuu’ (Anjangsana, hlm 114)
Sebelum
jauh saya berbicara tentang buku ini, saya ingin sedikit bercerita tentang
pertemuan tak terduga saya dengan buku berjudul Anjangsana yang memiliki sampul
buku bercorak penuh dengan penuh kasmaran.
Pada
mula saya membeli buku ini, saya tidak memiliki referensi apapun tentang
Anjangsana, bahkan sayapun tidak memahami makna Anjangsana itu sendiri apa. Penulisnya?
Saya tidak tahu, bahkan terfikir oleh saya ini penulis Indonesia atau bukan ya
(saya memang terlalu Kudet). Penerbitnya? Ini bahkan untuk pertama kali saya
membeli buku di penerbit Di*a Press.
Ada tiga
buku yang saya beli dari penerbit Di*a Press , dan saya baru membuka buku
Anjangsana setelah saya selesai membaca
salah satu buku yang saya beli secara bersamaan itu. apa yang saya dapatkan
dari lembar pertama kata pengantar? Saya sudah mesem-mesem menikmati kalimat
yang sangat indah dan nikmat sekali untuk dibaca kemudian dicerna oleh akal dan
hati.
Tiba
di Bab I, saya disuguhi judul ‘Seni menghadapi Malam’. Dari bab ini saya
mengambil kesimpulan bahwa penulis sangat mencintai malam dengan segala udara
dan kesunyiannya. Pada judul-judul di lembar selanjutnya, jujur saya katakan (bukan
maksud mau pencitraan) ketika penulis menyuguhkan kisah-kisah perjalanannya
selama di Pesantren dan nafsunya penulis kepada salim dan dawuhnya Kyai,
benar-benar membuat saya selalu mengucap nama Tuhan dan aseli membuat saya
merinding. Ini jujur saya katakan, bukan maksud mau melebih-lebihkan, tapi ini
kenyataan yang saya alami ketika membaca setiap kalimat-kalimat kisah Penulis
di dalam buku Angjangsana.
Dalam
buku ini memang penulis memuat banyak kisah-kisah perjalanan hidupnya bertemu
dengan manusia-manusia hebat pilihan Tuhan dan itu benar-benar bukan main
membuat saya sangat berdecak kagum. Sesuai dengan apa yang dikatakan penulis, ‘bila
engkau menemukan getaran di antara kata-kata dalam buku ini, itulah tanda bahwa
kangenku telah sampai padamu’, faktanya kangen nya penulis telah sampai kepada
pembaca khususnya saya.
Anjangsana...
Aku tak paham arti dan maknanya.
Tapi hati memilihnya untuk kubaca.
Sampul penuh kasmaran itu memang sedikit menyihirku,
Uluran-uluran tangan pada sampul buku itupun membuatku terpaku.
Usman Arrumy...
Nama yang aku-pun benar-benar tak tau siapa,
Tapi kalimat yang ia torehkan pada lembar-lembar itu benar-benar
membuat lidahku selalu mengucap sang Pencipta.
Aku sampai kelu untuk membuat kalimat-kalimat ini,
Tapi semoga dapat dipahami dan dimaklumi.
Untuk Gus Usman Arrumy yang saya kagumi (Tulisan-tulisannya)....
Mohon maaf jika tulisan review buku kali ini terkesan tidak seperti sedang mereview, tapi lebih pada curahan hati saya atas kekaguman terhadap buku Anjangsana,. Karena memang beginilah adanya, kalian harus coba membacanya, jika kalian merasakan getaran yang sama seperti yang saya rasakan, berarti sesuai dengan yang gus Usman katakan, ‘Kangennya sampai padamu’.
Nb: saya tulis ini malam hari pukul 21:21. Aku memilih malam,
persembahan untuk penulis yang sangat mencintai Malam dengan segala keresahan,
kesunyian, kesepian, keheningan dan tentu kebahagiaan di dalamnya...