Kamis, 18 Januari 2024

Dialog dalam Perspektif Al-Qur'an

 


DIALOG DALAM AL-QUR’AN

Oleh : Fitriyah Syam’un, S.Ud, M.Ag

 

Abstrak

Islam mengajak penganutnya untuk beribadah dengan melakukan interaksi dengan baik kepada sesamanya, baik sesama saudara seiman maupun kepada antarumat beragama lain. Itu artinya Islam adalah agama Sosial yang menjadi solusi pada setiap permasalahan kecil maupun besar, seperti halnya Dialog. Dialog menjadi topik yang menarik untuk dikaji lebih dalam, terkhusus pada era kejayaan teknologi saat ini, yang mana banyak percakapan-percakapan secara langsung atau tidak langsung begitu mudah dilayangkan tanpa ada rem pembatas, sehingga secara tidak langsung merusak etika Dialog yang sejatinya telah diatur oleh Al-Qur’an pada 14 abad yang lalu.

Lantas bagaimana Islam  mengatur  Dialog dengan baik dan tidak menyakiti? Bagaimana Ayat-ayat Dialog dalam Al-Qur’an difirmankan? Dalam artikel ini penulis mencoba mengkaji lebih dalam terkait ayat-ayat Dialog dalam Al-Qur’an dan bagaimana tafisir pada ayat-ayat tersebut, penulis mencoba menjawab permasalahan yang ada melalui studi data  dokumen atau kepustakaan (library resarch), yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang Dialog, sejumlah buku-buku yang masih ada kaitannya dengan objek penelitian dan bahan-bahan rujukan lain yang relevan dengan objek pembahasan yang dibahas, sebagai acuan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa al-Qur’an menggunakan banyak istilah untuk meunjukkan makna Dialog, bahkan dialog yang disebutkan dalam al-Qur’an bukan hanya dialog antar sesama manusia dengan satu keyakinan yang sama, tetapi terdapat juga dialog   antara para rasul dengan kaumnya, antara kekuatan baik dan jahat, atau intern kekuatan jahat dan baik, dialog dengan ahli kitab, kaum munafik, pengikut fanatik tradisi buruk nenek moyang, dialog tentang wujud Allah dan keesaan-Nya, hari kebangkitan dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengatur bagaimana etika dalam berdialog, sehingga tidak timbul berat sebelah ketika salah satu  mengutarakan pendapatnya.

Keyword: Al-qur’an, Tafsir, Dialog.

 

 

 

 

 

 

 

Pendahuluan

Islam datang saat manusia sedang dalam kejahiliahannya menjalani keyakinan, adat dan tradisi yang keliru tentang kemanusiaan. saat itu mereka mengatur tatanan kehidupan tanpa mengoreksi apakah hal tersebut sesuai dengan tujuan memanusiakan manusia atau tidak, karena bagi mereka menjalani tradisi nenek moyang adalah sebuah harga mati yang harus dipertahankan. Namun Islam datang bak cahaya di ruang gelap, ia datang bak air hujan yang menyirami tanah yang tandus, Islam datang untuk mengangkat derajat kemanusiaan, mengatur dengan bijak segala tatanan kehidupan. Muhammad saw datang membawa Islam dengan ajarannya yang mengatur segala aspek, baik aspek dunia maupun akhirat.

Keragaman dan perbedaan merupakan merupakan salah satu ketentuan tuhan (sunnatullah) yang menjadikan kehidupan ini menjadi penuh warna, hal itu menjadi lazim jika kita melihat dari fakta bahwa adanya siklus kehidupan yang menuntut manusia untuk berinteraksi dan berkompetisi.

Berangkat dari fakta tersebut maka diperlukan sebuah jembatan untuk menghubungkan perbedaan itu untuk bersama-sama membangun kehidupan di dunia secara harmonis. Perbedaan akan terasa indah bila bisa kita kelola dengan baik dalam satu wadah yaitu kebersamaan. Dalam al-Qur’an telah disebutkan bahwa fungsi manusia di muka bumi ini adalah sebagai khalifah Tuhan yang bertugas untuk menjaga dan memakmurkan bumi di tengah-tengah banyak perbedaan namun tentang mampu kebersamaan. Hal tersebut dirumuskan dalam sebuah ungkapan al-Qur’an Lita’arafu (agar kamu saling mengenal). Karena dengan saling mengenal manusia akan saling memahami dan menghargai perbedaan, sehingga akan terwujud kerja sama untuk menciptakan kemaslahatan bersama. Dan salah satu cara untuk saling mengenal adalah terciptanya Dialog.

Dialog merupakan konsekuensi logis dari semua keragaman dan perbedaan, itulah mengapa dialog menjadi bagian dari perintah agama agar saling mengenal dan bekerja sama. Oleh karenanya Islam sendirimemberikan perhatian besar terhadap dialog melalui kitabnya yaitu al-Qur’an, maka tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa Islam adalah agama Dialog, karena ajaran Islam menembus setiap tatanan kehidupan baik dunia maupun akhirat.

 Permasalahan Dialog menjadi semakin pelik diabad 21, itulah mengapa kajian tentangnya menjadi sangat penting di masa kemajuan teknologi saat ini, agar manusia kembali merenungi ayat-ayat Al-Qur’an tentang bagaimana melakukan dialog dengan cara yang paling baik dan tidak menyakiti satu sama lain, namun justru dengan dialog manusia semakin mampu menciptakan perbaikan dan kebersamaan untuk sama-sama berlomba-lomba dalam meraih keridhaan Tuhan.

Dialog

Dialog didefinisikan sebagai percakapan, berdialog artinya melakukan proses tanya jawab secara langsung, bercakap-cakap. Sedangkan dialogis artinya bersifat terbuka dan komunikatif. Dialog juga menjadi salah satu caara manusia agar saling mengenal satu sama lain, selain merupakan konsekuensi logis dari keragaman dan perbedaan, Dialog juga merupakan salah satu perintah agama Islam, agar penganutnya saling bekerja sama dalam kebaikan.

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Islam memberikan perhatian besar terhadap Dialog dengan meletakkan kaidah dan etikanya. Tidak kurang dari 120 sikap dialogis ditunjukkan dalam Al-Qur’an dengan menggunakan sekitar 1000 ayat atau 1/6 kandungannya. Kata قال dengan segala bentuk derivasinya; قالوا, يقول, قل, قولو, يقولون dan lainnya yang menunjukkan bentuk-bentuk dialog dalam Al-Qur’an tidak kurang dari 1700 kali.

Objek dan pelaku dialognya pun beragam, diantaranya terdapat dialog antara para rasul dengan kaumnya, antara kekuatan baik dan jahat, atau intern kekuatan jahat dan baik, dialog dengan ahli kitab, kaum munafik, pengikut fanatik tradisi buruk nenek moyang, dialog tentang wujud Allah dan keesaan-Nya, hari kebangkitan dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan realistis, serta mampu menyesuaikan diri pada setiap ruang dan waktu.

            Dialog menjadi hal yangat penting bagi kehidupan mengingat perkembangan dunia modern yang diwarnai dengan berbagai pertikaian, perpecahan, permusuhan dan peperangan antar kelompok maupun individu demi kepentingan-kepentingan tertentu. Oleh sebab itu perlu ditanamkan sikap saling memahami eksistensi masing-masing, memperkuat kerja sama dan mendekatkan keragaman dan pertikaian melalui dialog konstruktif.

Term Dialog dalam al-Qur’an

Padanan kata ini yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, yaitu الحوار (al-hiwar). Selain itu, terkait dengan dialog juga dikenal istilah al-jadal, al-mira’, al-mahajjah dan al-munazharah yang pengertiannya lebih dekat pada perdebatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, debat diartikan pembahasan dan pertukaran pendapat mengnai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Kata al-hiwar, al-jadal, al-mira’, al-mahajjah dengan segala derivasinya dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, sedangkan al-munazharah tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dengan pengertian seperti di atas. Walau demikian, istilah al-munazharah sangat populer dalam tradisi keilmuan Islam sebagai bentuk adu argumentasi.

1.     Al-Hiwar

¼çm¯RÎ) £`sß br& `©9 uqçts ÇÊÍÈ

Artinya: Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Al-Insyiqaq [84]: 14)

Pada ayat tersebut hiwar bermakna kembali dan Dialog diungkapkan dengan kata hiwar karena di dalamnya terdapat pembicaraan dan proses tanya jawab secara bergantian dengan argumentasi masing-masing, dan tidak jarang bila kemudian salah seorang peserta dialog menarik pandangannya yang ternyata keliru untuk kembali kepada kebenaran yang terpampang secara benderang (putih) di hadapannya.

šc%x.ur ¼çms9 ֍yJrO tA$s)sù ¾ÏmÎ7Ås»|ÁÏ9 uqèdur ÿ¼çnâÍr$ptä O$tRr& çŽsYø.r& y7ZÏB Zw$tB tãr&ur #\xÿtR ÇÌÍÈ

Artinya: Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia Berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat" (QS. Al-Kahfi [18]: 34)

ôs% yìÏJy ª!$# tAöqs% ÓÉL©9$# y7ä9Ï»pgéB Îû $ygÅ_÷ry þÅ5tGô±n@ur n<Î) «!$# ª!$#ur ßìyJó¡tƒ !$yJä.uãr$ptrB 4 ¨bÎ) ©!$# 7ìÏÿxœ ÅÁt/ ÇÊÈ

Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Mujadalah [58]: 1)

Redaksi yuhawir dan tahawur dalam bahasa Arab mengesankan adanya keikutsertaan pihak lain (al-musyarakah), tetapi kata yuhawir lebih mengesankan keunggulan pihak yang melakukannya. Sementara kata tahawur menunjukkan kesetaraan pihak-pihak yang terlibat.

2.     Al-Jadal

Dalam sejarah keilmuan Islam, al-jadal menjadi disiplin ilmu tersendiri yang didefinisikan oleh al-Qanuji sebagai ilmu yang membahas berbagai cara untuk menetapkan atau membatalkan sebuah sikap atau pandangan. Tujuannya adalah memperkuat kemampuan untuk meruntuhkan dan melemahkan argumentasi lawan bicara.

óOçFRr'¯»yd ÏäIwàs¯»yd óOçFø9y»y_ öNåk÷]tã Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# `yJsù ãAÏ»yfム©!$# öNåk÷]tã uQöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# Pr& `¨B ãbqä3tƒ öNÍköŽn=tã WxŠÅ2ur ÇÊÉÒÈ

Artinya: Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (QS. An-Nisa’ [4]: 109)

Dalam al-Qur’an, penggunaan kata al-Jadal pada sejumlah konteks pembicaraan terangkum menjadi lima poin pembahasan: Pertama, Membandingkan kehidupan dunia dan akhirat, qur’an surat an-Nisa ayat 109. Kedua, mengalahkan kebatilan dengan kebenaran, qur’an surat al-Ankabut ayat 46. Ketiga, menolak kebenaran dengan kebatilan, qur’an surat al-Mu’min ayat5. Keempat, perdebatan dengan cara-cara terpuji, qur’an surat an-Nahl ayat 125. Kelima, perdebatan dengan cara-cara yang kotor, qur’an surat al-Hajjayat 3.

3.     Al-Mira’

 4 @è% þÎn1§ ãNn=÷ær& NÍkÌE£ÏèÎ/ $¨B öNßgßJn=÷ètƒ žwÎ) ×@Î=s% 3 Ÿxsù Í$yJè? öNÍkŽÏù žwÎ) [ä!#zÉD #\Îg»sß Ÿwur ÏMøÿtGó¡n@ OÎgŠÏù óOßg÷YÏiB #Yymr& ÇËËÈ

Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. (QS. Al-Kahfi [18]: 22)

Ayat di atas berisi perintah untuk tidak berbantah-bantahan dalam hal bilangan pemuda yang menghuni gua, sebab itu merupakan persoalan gaib dan tidak mendatangkan manfaat. Yang dimaksud dengan orang yang akan mengatakan ini ialah orang-orang ahli kitab dan lain-lainnya pada zaman Nabi Muhammad saw.

Berdasarkan penafsiran surat Al-Kahfi ayat 22, dapat disimpulkan bahwa agaknya padanan yang lebih tepat untuk kata al-mira’ dalam bahasa Indonesia adalah debat kusir, yaitu debat tanpa disertai alasan yang masuk akal, atau juga dapat dikatakan sebagai sikap ngeyel yang artinya tidak mau mengalah dalam berbicara dan ingin menang sendiri.

4.     Al-Mahajjah/al-Muhajjah

Kata ini berasal dari kata hujjah yang artinya argumentasi/alasan. Bentuk kata al-mahajjah menunjukkan adanya keikutsertaan pihak lain, sehingga bermakna saling berargumentasi dalam rangka melemahkan lawan bicara.

öNs9r& ts? n<Î) Ï%©!$# ¢l!%tn zN¿Ïdºtö/Î) Îû ÿ¾ÏmÎn/u ÷br& çm9s?#uä ª!$# šù=ßJø9$# øŒÎ) tA$s% ãN¿Ïdºtö/Î) }În/u Ï%©!$# ¾ÇósムàMÏJãƒur tA$s% O$tRr& ¾ÄÓóré& àMÏBé&ur (  

 Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang[163] yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” (Q.S al-Baqoroh: 258)

Ayat di atas menceritakan perdebatan yang dilakukan seorang Raja dari Babilonia bernama Namrudz terhadap Nabi Ibrahim. Yang dimaksud bahwa Raja Namrudz dapat menghidupkan adalah membiarkan hidup, dan yang dimaksudnya dengan mematikan ialah membunuh. perkataan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim a.s.

Selain empat istilah di atas yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan makna dialog dan yang sejenis dengannya, dalam tradisi keilmuan Islam juga dikenal ilmu al-munazharah yang fungsinya sama dengan dialog atau debat.

Tata Cara berdialog menurut al-Qur’an

Pakar sosiolog muslim kenamaan, Ibnu Khaldun, dalam karyanya al-Muqaddimah mengingatkan betapa pentingnya meletakkan dasar-dasar dan kode etik dialog dan debat. Daintaranya :

1.     Bersih niat dan betujuan mencari kebenaran, (Q.S Hud: 88)

2.     Memperhatikan dan mendengarkan lawan bicara dengan baik. (Q.S Thaha : 65)

3.     Bersikap adil, obejektif, dan proporsional. (Q.S ali Imran : 113-114)

4.     Berbekal ilmu dan argumentasi yang kuat. (Q.S al-Hajj : 3)

5.     Menggunakan retorika yang singkat dan jelas. ( Q.S an-Nisa : 46)

6.     Memilih kata-kata yang baik, lemah lembut dan tidak keras kepala (Q.S Thaha : 43-44)

7.     Berangkat dari Common Platform (titik persamaan). (Q.S ali Imran : 64)

8.     Menghormati lawan bicara dan tidak merendahkannya. (Q.S al-An’am : 108)

9.     Menghindari fanatisme berlebihan. ( Q.S al-Baqoroh : 170)

10.  Menghindari sikap ngeyel/ingin menang sendiri. ( Q.S al-Kahfi : 22)

Dialog antar umat beragama

Dialog merupakan salah satu bentuk komunikasi dua arah, karena jika komunikasi hanya berjalan satu arah atau didominasi hanya salah satu pihak, maka itu disebut dengan monolog.

Dialog memberikan kesempatan yang sama bagi kedua belah pihak untuk menyatakan pendapatnya atau memberikan tanggapan terhadap pendapat pihak lain. Hal itu sejurus dengan dialog antar umat beragama lain yang diartikan sebagai bentuk komunikasi yang berbeda dimana masing-masing agama mempunyai kedudukan yang setara dalam proses komunikasi.

Hubungan baik antar umat beragama memerlukan usaha dari kedua belah pihak untuk saling menghormati dan saling menjadikan ajaran agama masing-masing sebagai dasar untuk menghormati hak umat lain dalam sebuah komunitas yang sama. Al-qur’an tidak melarang komunitas muslim untuk menjalin pertemanan yang baik dengan non muslim, sepanjang mereka tidak memerangi komunitas muslim dalam agama dan tidak mengusir dari kampung halaman mereka, sebagaimana dala al-qur’an disebutkan:

žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ   $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ

Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Qs al-Mumtahanah:8-9)

Menurut ibnu kasir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa mereka tidak membantu (orang-orang) untuk memerangi dan mengusirmu. dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa allah tidak melarang kamu menjalin hubungan baik dengan orang-orang kafir yang tidak memerangimu karena agama, seperti kaum wanita dan orang-orang lemah dari mereka.

Penutup

Ayat-ayat al-Qur’an yang penulis paparkan di atas menunjukkan, bahwa Islam telah mengatur segala aspek kehidupan termasuk dialog di dalamnya. Dalam Al-Qur’an, istilah yang berdekatan dengan makna dialog antara lain al-hiwar, al-jadal, al-mira’ dan al-muhajjah. Mengingat adanya kemungkinan ditolak dan diterimanya suatu argument, maka diperlukan etika yang mengatur proses selama dialog berlangsung, etika itulah yang harus diamalkan sehingga sebuah dialog tidak menimbulkan perpecahan.

Dialog merupakan salah satu cara untuk saling mengenal dan bekerja sama sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, baik sesama antar umat beragama ataupun umat beragama lain. Al-Qur’an telah mengatur secara jelas melalui ayat-ayatnya terkait etika berdialog, dengan harapan ketika seseorang mengamalkan ayat-ayat tersebut maka akan timbul  sebuah dialog yang tenang tanpa permusuhan, perpecahan apalagi sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, sehingga menmbulkan perilaku buruk dalam berdialog.

 

DAFTAR PUSTAKA

Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hubungan Antar Umat Beragama. Jakarta, Departemen Agama RI:2008

Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Terj.Tafsir Ibnu Kasir Juz 28. Bandung, Sinar Baru Algesindo: 2012

 

 


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...