Kamis, 29 Maret 2018

Novel Biografi Muhammad saw


‘Jangan mengaku sebagai ummat Muhammad, kalau nama ayah ibunda beliau saja kita tak tau’
Saya melihat fenomena keadaaan saat ini adalah ketika saya bertanya pada pelajar-pelajar tentang sejarah kehidupan Rasulullah saw atau yang paling gampangnya surat apa yang di dalam Al-Qur’an menggambarkan peristiwa kelahiran nabi dan kalian pasti paham apa jawaban dari mereka, makanya saya harus membuat tulisan ini. Setiap tahun sekali, mereka ikut andil memeriahkan kelahiran Nabi saw, tapi mereka luput akan nilai-nilai pelajaran terbesar dari kehidupan Nabi saw. Mungkin salah satu faktor penyebabnya adalah karena mereka tidak mau tau dan dirasa tidak perlu tau. mereka-mereka juga tidak gemar membaca buku-buku sejarah, padahal itu sejarah baginda nabi saw, yang dengannya kita bisa merasakan Islam yang disebarkan 1400 tahun yang lalu.
Perintah pertama yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril as kepada Nabi saw adalah Iqra’, lantas kenapa kita sebagai umatnya malas untuk membaca? Ada sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa dirinya tidak suka membaca. Bagi saya membaca bisa dilakukan oleh siapa saja, bahkan termasuk mereka yang tidak hobi membaca.  Jika ingin mempunyai kesukaan dalam membaca, mulailah membaca Al-Qur’an, dapat ilmu dan dapat pahala di setiap huruf yang kita ucapkan. Setelahnya mulailah membaca buku-buku novel atau bacaan apalah yang membuat kalian bisa menikmati dan menghayatinya, tentunya  bacaan yang nilainya positif. saya sendiri lebih menyukai buku-buku semacam Novel, komik atau buku sejarah, dan dari situlah saya mulai belajar untuk membaca buku-buku yang lainnya.
Jika kalian malas membaca buku kisah nabi saw dalam bentuk buku bacaan biasa, saya sarankan untuk membaca novel biografi karya Tasaro GK di atas. Novel  biografi tersebut ada dalam 4 jilid yang lumayan tebal. tapi jujur novel ini sudah banyak memberikan perkembangan spritual yang sangat luar biasa kepada diri saya, bahkan di tengah-tengah saya membaca novel biografi tersebut, dengan deraian air mata saya bergumam “ini bisa menjadi amal jariyyah penulisnya”. Bagaimana tidak, bahasa yang digunakan penulis sungguh amat sangat luar biasa, mampu membuat pembacanya seolah-olah hadir di kehidupan baginda nabi saw kala itu. seperti sama-sama berjuang, bahkan benar-benar merasa kehilangan saat waktu kewafatan nabi saw tiba. Setelah membaca novel itu, saya makin banyak bermuhasabah diri “saya ini umat Muhammad macam apa, sunnah jarang sekali saya lakukan, akhlak Nabi saw yang subhanallah mulianya jarang saya terapkan dalam kehidupan saya sehari-hari. lantas atas dasar apa ketika saya setiap satu tahun sekali merayakan kelahiran beliau, kalau saya sendiri sangat jauh gaya hidupnya dengan gaya hidup yang telah beliau  ajarkan” Allahumma Sholli ala Muhammad.
Awal mula saya tau novel biografi ini adalah ketika tiga tahun lalu, tapat tahun 2015 salah satu teman saya mengatakan bahwa ada novel biografi bagus sekali. Selain menceritakan kisah nabi saw, ada juga tokoh fiksi yang di masukan dalam novel tersebut. Saya memang cukup antusias ketika mendengarnya, ketika suatu hari saya ke Gramedia saya melihat novel itu, anehnya saya  tidak membelinya. Saya Cuma bilang “oh ini novel yang waktu itu diceritakan teman saya”. Bahkan beberapa kali ke Gramed, saya tidak membelinya. Saya mulai membelinya ketika saya ke Gramedia bulan September 2017, entah kenapa saya baru membelinya saat itu dan itu saya hanya membeli jilid 1, karena saya pikir pemanasan dulu lah kalau bagus nanti beli lagi dan faktor kanker juga sih (kantong kering). Ketika saya sudah belipun saya tidak langsung membacanya, masih awet dengan segelnya beberapa hari di meja kecil di kamar kostan. Hingga  kemudian saya membacanya, di awal-awal membaca yang saya rasakan adalah bingung. Saya merasa bahasanya tinggi sekali, saya yang biasa baca novel sambil dengerin musik, kalau yang ini tidak. karena kalau sambil dengerin musik jadi tidak conect. Tapi lama-kalamaan saya terbisa dengan bahasanya, bahkan di dalam novel tersebut juga dikatakan, “semakin tinggi nilai sebuah bacaan tersebut, semakin sulit pula untuk dipahami” (kurang lebih seperti itu lah kata-katanya).
Saya menghabiskan novel jilid pertama itu kurang lebih satu bulan, lama sekali bukan hehe. Tapi setelah menghabiskan jilid 1 yang banyak menguras air mata, saya langsung pesan jilid 2 via online, dan seterusnya sampai jilid ke-4.  karena saya sudah mulai terbisa, akhirnya saya bisa membaca novel ini dengan diiringi alunan lagu. Apa yang saya rasakan kala itu adalah bahwa saya benar-benar merindukan Rasulullah saw, ingin bertemu dan minta maaf, tapi saya malu dengan segunung dosa yang sudah saya lakukan. Sungguh ini novel biografi yang mengantarkan pembacanya agar lebih mencintai Nabi kita Muhammad saw. Novel jilid 1-3 semuanya menguras air mata, tetapi di jilid 4 saya tidak menangis sama sekali, bahkan saya selalu gebrak meja karena saya terbawa marah dengan suasana umat Islam setelah sepeninggal khalifah Umar bin Khathab ra, belum lagi pada masa Khalifah Ali ra terjadi perang saudara, fitnah benar-benar terjadi di mana-mana. Islam seperti terpecah belah hanya karena berbeda Ijtihad, dan peperangan karena perbedaan ijtihad itulah yang menjadi lubang besar masuknya orang-orang zindiq untuk menghancurkan Islam. Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa sekarang, kiranya memang kita harus banyak belajar lagi, bahwa sebenarnya kehancuran itu lebih dominan dilakukan karena ulah tangan sendiri, buka orang lain. seperti apa yang dikatakan baginda Nabi saw setelah pulang dari perang melawan orang Kafir “setelah ini kita akan menghadapi perang besar (hawa nafsu)”.
Saya haturkan terimakasih banyak kepada Penulisnya yang sudah membangkitkan nilai kesadaran dalam diri pembaca khususnya saya sendiri, semoga ini menjadi ladang amal jariyyah yang tidak akan pernah terputus.

*perlu diketahui sedikit juga, bahwa di novel ini ada tokoh Fiksi bernama Kashva, yang kisahnya juga sangat menarik untuk di baca. ini novel pertama yang membuat saya sampai lupa makan dan tidur, tapi alhamdulillah tidak lupa solat dan mengaji ^_^

Kalam-mu Kekasih-ku By: Zainab al-Ghazali


Aku mencintai Al-Qur’an hingga aku dapat menghayatinya.
Apabila aku menghayatinya, aku ingin melagukan iramanya untuk orang yang aku kasihi.
Maka aku alunkan sebagian alunan para mufassirin.
Aku tidak mengatakan bahwa aku adalah seorang mufassirin.
Tetapi apa yang aku mampu ucapkan adalah bahwa aku benar-benar mencintai Al-Qur’an, begitu merindukannya dan tentu seorang yang sedang dilanda rindu akan gemar menyebutkan orang yang dirindukannya.
Seorang pernidu tentu gemar  bercerita tentang orang yang dicintainya, duduk bersama orang yang dikasihinya dan saling berpelukan.
Maka aku berpelukan dengan Al-Qur’an, berbicara dengannya dan ia bermekaran di kalangan para mukmin dan mukminat, muslim dan muslimat.
(The Leader of Sayyidah Muslimah)

Dua Trucks dari Ayah


Ayah adalah sosok laki-laki yang akan melakukan apa saja untuk anaknya, tanpa perlu diketahui anak-anaknya ia akan berjuang sendiri dibalik kerasnya dan beratnya kehidupan.
Hari yang cerah, di bawah langit yang biru bertabur awan putih. saya dan adik laki-laki saya sedang bermain di halaman rumah, bermain serbuk-serbuk kayu yang baru saja di giling. Untuk anak seusia kami  tentu bermain serbuk kayu itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan dan membahagiakan, itulah yang selalu membuat saya iri dengan anak kecil, dimanapun dan kapanpun dia selalu bahagia dengan dunianya, senyum mereka tulus dan ikhlas, sesuai sekali dengan apa yang telah dikatakan Buya Hamka “Ikhlas dan Sejati akan bertemu dalam senyuman anak kecil”.
 Saya tidak bisa mengingat jelas kala itu tahun berapa dan saya berumur berapa, yang saya ingat hanya saat itu adalah waktu pagi hari menjelang siang dan kemungkinan saya memang belum masuk sekolah.
Saya dan adik saya semakin asyik dengan dunia serbuk kayu tersebut, hingga beberapa waktu kemudian, sosok laki-laki yang gagah, menggunakan celana bahan warna hitam, baju batik dan peci hitam yang selalu berada di kepalanya menghampiri kami berdua. Laki-laki itu baru saja pulang, entah beliau dari mana. ia membawa dua mobil-mobilan Truck yang masih dibungkus pelastik, menghampiri kami berdua yang sedang bermain. saya ingat wajah beliau yang lelah, dan menyodorkan mainan tersebut pada saya dan adik saya. Sontak kami berdua  senang bukan main dan langsung  membuka bungkusan pelastik mobil-mobil-an tersebut, mengisinya dengan serbuk-serbuk kayu tadi.
Moment yang ini saya hanya mengingatnya sebatas itu, saya tidak ingat setelah itu apa yang Ayah lakukan. Tapi moment ini selalu membuat saya menangis kala saya mengingatnya, karena yang menempel dalam ingatan saya sampai saat ini adalah wajah Ayah yang terlihat lelah ketika menyodorkan dua mainan mobil-mobilan tadi. Semoga Ayah yang sekarang di sisi Allah, ditemani dengan berjuta rahmatnya, aamiin

*Ayah rindu itu datang lagi, malam ini. dengan hembusan angin yang begitu lembut di tengah purnama yang bersinar terang*

Om Dilan


Dilan, siapa sekarang masyarakat Indonesia yang tidak kenal Dilan. Namanya melejit setelah Novel Dilan 1990 di film-kan dan tayang di bioskop akhir januari 2018 kemarin, antusias masyarakat Indonesia juga sangat luar biasa, bukan saja dari para remaja, tapi anak-anak, ABG, dewasa, tante-tante ibu-ibu, atau juga nenek-nenek dan begitupun dengan para kaum Adam dari semua kalangan. Termasuk saya tentunya, harus saya akui saya tidak sama sekali tertarik dengan novel Dilan yang terpajang kaku di Gramedia, belum lagi Covernya SMA, ahhh bukan selevel saya lagi, karena saya bukan lagi SMA. bahkan ketika akan di filmkan juga ya biasa saja, siapa Dilan ya aku ra kenal. Saya yakin 100 % orang-orang dari berbagai kalangan yang menjadi Dilanisme, tentu tidak semua tahu dan pernah membaca novelnya, bahkan pemain Milea yang diperankan Vanessha sendiri belum pernah tahu siapa Dilan. Setelah Dilan naik layar, di berbagai macam dunia (indonesia) semua serba kata-kata dari Dilan, “jangan rindu, berat”. Dan banyak lagi. saya penasaran, tentu. Akhirnya saya ikut-ikutan juga nonton dan jreng-jreng, jatuh bangun aku mengejarmu. istilahnya saya itu kaya kena karma, yang tadinya tidak mau peduli, sekarang malah pengen tau banget dan peduli banget. saking pedulinya, saya sampe ngefans banget sama Iqbal yang memerankan karakter Dilan. ah saya sudah tuwir begini...
Karakter Dilan itu sederhana tapi istimewa, dia mampu merubah hal-hal biasa menjadi luar biasa. penulisnya amat berjasa besar terhadap karakter Dilan yang mempesona dan membuat semua masyarkat Indonesia jatuh cinta. Setelah nonton Dilan 1990, saya tentunya penasaran tingkat akut. Langsunglah saya lahap novel ke-dua dan ke-tiganya dan alhasil baper dan mewek. Novel Pidi Baiq ini novel ke-tiga yang membuat saya menangis, setelah sebelumnya ada novel dari Tere Liye dan Tasaro GK yang merupakan penulis favorit saya. 

Novel Dilan ini bukan hanya bercerita tentang anak remaja SMA yang sedang di mabuk asmara saja. Kite tentunya sebagai penikmat dan pengamat, akan paham bagaimana banyak pelajaran yang diambil dari kisah dalam novel tersebut. Dari Karakter Dilan kita belajar bahwa segala sesuatu itu tidak bisa hanya melihat dari covernya saja, karena hati manusia tidak ada yang tahu, bahkan manusianya itu sendiri belum juga paham apa yang ada di dalam hatinya. Pasti sebagian Guru atau mungkin rata-rata guru sangat geram dengan karakter Dilan di sekolahnya, tapi itu menjadi pelajaran juga buat para guru, bagaimana menyikapi karakter Dilan dengan baik.
Selain itu ada Bunda Dilan, karakter yang benar-benar membuat kagum dalam novel ini yah si bundanya Dilan itu, kalian yang sudah membaca novelnya sampai seri ke-3 pasti paham. Menurut saya karakter bunda Dilan adalah karakter ibu yang sangat luar biasa. bunda  mendukung apapun yang dilakukan anaknya selagi itu tidak keluar batas yang berlebihan. bahkan gaya bunda ketika Bunda menasihati Dilan tidak menggunakan kata-kata yang menghakimi tapi mengayomi. Dengan masalah-masalah yang menghadapi Dilan, bunda masih dengan senangnya mengatakan bahwa sebenarnya Bunda bangga dengan Dilan. Menurut saya Dilan memang bukan anak nakal yang tidak tau aturan, Dilan tau mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Sikap nakal pada masa-masa itu memang hal wajar, tinggal bagaimana kita menyikapinya dengan sesuatu atau cara yang lebih baik, seperti Bunda Dilan dan ibu Rini. Dilan mempunyai karakter yang sangat menghormati orang tuanya, dia bahkan menjadi seorang anak remaja yang cerdas, terlepas dari karakter Dilan yang selalu menyelesaikan masalahnya dengan adu fisik. 
Saya berterima kasih atas film Dilan 1990, karena setelah sekian lama akhirnya saya menjadi penggemar fanatik film Indonesia. Kemana-mana Dilan, obrolan tiap hari tentang Dilan dan Dilan oh Dilan kenapa tidak bisa bersatu dengan Milea, hanya karna Prasangka yang salah, masalahnya sepele memang, tapi itulah kenyataannya yang terjadi saat era akhir abad 20, tekhnologi belum secanggih sekarang. Kalau boleh saya menebak di sini, ayah Pidi Baiq itu adalah sang panglima tempur. Tapi semua orang punya persepsi masing-masing, silahkan. Entah benar atau tidaknya, hanya Tuhan, Pidi Baiq dan orang-orang yang terlibat yang maha tahu. Sekian dan terimakasih.

*jika Milea mengenal Dilan pada tahun 1990, saya mengenal Dilan Tahun 2018 (Novel Dilan maksudnya). Saya suka Ayah Pidi Baiq dan saya suka Dilan*

Nb: kenapa saya menggunakan Judul Om Dilan, karena di saat tahun 1990 Dilan sudah berusia 17 tahun, sedangkan saya baru lahir 4 tahun kemudian. kalau memang ada di dunia nyata karakter Dilan itu,  pastinya dia sudah bapak-bapak seperti Ayah Pidi Baiq.

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...