Kamis, 04 Mei 2023

Tafsir Muhammad Jebara dalam Buku Muhammad the World Changer

 


Bismillah, saya kembali  lagi merenungi salah satu buku yang beberapa hari ini usai  dibaca. Buku biografi yang akan selalu saya baca dengan penulis yang berbeda-beda, karena ribuan narasi satu buku tak akan pernah cukup puas untuk saya bisa mengenal sosok manusia mulia itu, sosok manusia yang bahkan berabad-abad lalu telah meninggalkan dunia ini.

Muhammad the World Changer karya Muhammad Jebara, satu-satunya buku  biografi yang begitu indah  menggambarkan bahwa Muhammad saw adalah manusia biasa namun memiliki keteduhan akhlak yang begitu menghangatkan. Muhammad kecil yang mengambil madu saat di bawah didikan pengasuhnya, Muhammad yang bahkan mencintai lautan dan ombaknya saat para kafilah dagang memutuskan berhenti sejenak di pinggiran pantai, Muhammad yang dengan halus selalu menolak ajakan para kerabatnya untuk menyentuh Wanita dan Khamr, Muhammad yang larut dalam kesedihan karena kepergian orang-orang terdekatnya, Muhammad yang belajar berkuda memanah di bawah pengasuhan pamannya Hamzah.  Semua kepribadian Muhammad saw yang tiada tanding mulianya benar-benar dinarasikan dalam buku Muhammad Jebara ini. Meskipun dalam pendahuluannya penulis memohon maaf karena lancang mengorek kehidupan pribadi Manusia mulia tersebut.

Allahumma Sholli ‘ala Muhammad. Dalam bukunya penulis menarasikan manusia mulia itu sebagai seorang pemikir kontemplatif yang menyadari bahwa harga diri bangsanya yang terlalu tinggi justru menghambat dinamika. Masyarakat Mekah terlalu memegang teguh cara hidup leluhur dan takut menghadapi perubahan. Manusia mulia itu begitu menyadari bahwa penduduk Mekah sangat tidak menyukai perubahan.

Masyarakat Mekah pada masa itu mendapat julukan Jahiliyyah, yang  penulis gambarkan sebagai pola pikir yang menerima tradisi turun temurun tanpa bertanya-tanya. Al-Qur’an mengartikan Jahiliyyah sebagai pengukungan. Al-Qur’an memberikan larangan untuk Kembali ke cara-cara yang sudah ketinggalan zaman dengan penuh keangkuhan, seakan-akan mengungkung diri sendiri di dalam benteng yang terpencil.

Selain menarasikan kisah perjalanan dan pribadi manusia mulia, ada beberapa poin yang cukup menarik untuk tidak pembaca lewatkan begitu saja. Salah satunya adalah tentang tafsir dan terjemah ayat-ayat al-Qur’an yang cukup berbeda dibandingkan tafsir dan terjemah pada umumnya. Penulis juga menfafsirkan ayat Mutasyabihat seperti surat Toha, yang dalam kisahnya menjadi salah satu surat yang menggugah hati Umar bin khathab kemudian memutuskan untuk masuk Islam.

Pada halaman 150, Ketika manusia mulia itu menerima wahyu surat al-Alaq, penulis menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan tafsir yang dalam dan menggugah.

اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَ​ۚ‏

Pada ayat pertama penulis menafsirkan bahwa ayat tersebut menggambarkan harapan, seperti Ketika selama musim dingin segala macam tumbuhan seolah-olah mati, tetapi kedatangan musim semi mengungkapkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu ternyata tengah menantikan waktu yang tepat untuk bertunas dan berkembang lagi. Ayat tersebut menyebutkan kata rabb sebuah istilah untuk pembimbing, yang mengandung makna seseorang yang dengan lembut menyiramkan air ke pangkal tanaman baru, lalu memasang kayu penyangga untuk memandu arah pertumbuhannya.

خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ​ۚ‏ ٢

Pada ayat kedua, Kata ‘Alaq dalam ayat tersebut mengacu pada sulur yang menempel ke batang pohon sebagai contoh symbiosis dalam alam. Sulur-sulur dapat tumbuh tanpa membahayakan pohon yang menjadi inang. Untuk mengasah potensi mereka, manusia perlu saling berhubungan dan bekerja sama, saling bertukar ilmu, dan menggabungkan gagasan-gagasan lama untuk membentuk gagasan baru.

اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ‏

Pada ayat ketiga, Kata iqra’ diulang untuk memberikan penekanan pada perkembangan, lalu kata akram digunakan untuk mengingatkan   pada kebun anggur. Yang  mana bagi orang Arab, kebun anggur melambangkan tempat yang asri untuk mencari kedamaian dan keamanan. Mengacu pada sulur-sulur yang digambarkan pada ayat sebelumnya, ayat ini menggambarkan tempat buah dari sulur-sulur itu diubah menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menyehatkan.

الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ‏

Gambaran tentang kebun anggur menjadi pengantar pada ayat berikutnya, yang menenkankan pada proses. Istilah ‘Allama mengandung makna gunung agung (‘alam), melambangkan stamina yang dibutuhkan untuk mencapai puncaknya dan kesetiaan penduduk Mekah pada kenangan masa lalu untuk mengamankan diri. Upaya keras dan penuh kehati-hatian juga terkandung dalam kata Qalam, yang menggambarkan seni mengasah bilah ilalang untuk membuat pena. Menurut penulis, lapisan demi lapisan makna perlu dikupas dengan hati-hati hingga akhirnya menunjukkan inti pemahaman dan memberikan alat untuk membagi pengetahuan kepada dunia.

عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ‏

Ayat terakhir atau ayat kelima, mengingatkan pada tujuan utama yaitu mengubah kemandekan menjadi kemungkinan yang semula tidak terbayangkan. Kata Insan (yang bermakna kiasan manusia) memiliki banyak konotasi. Di satu sisi, kata itu bisa dimaknai sebagai seseorang yang melupakan dan menunda-nunda sehingga mengakibatkan kemandekan. Namun di sisi lain, kata itu juga memiliki makna seseorang yang hebat. Dengan mengambil keputusan secara sadar untuk mengembangkan potensi tersembunyi, seseorang yang semula mengalami kemandekan dapat menjadi hebat. Jika penduduk Mekah bisa menerapkan teladan pembaharuan musim semi dalam kehidupan mereka, mereka akan mampu meraih pencapaian-pencapaian besar.

Penulis menekankan bahwa ajaran yang dibawa manusia mulia itu bersifat revolusioner.  : hikmah perbuatan baik seseorang mungkin baru akan disadari bertahun-tahun kemudian, atau bahkan setelah kematian. Pesan yang disampaikan Muhammad saw kepada para pengikut bawah tanahnya bersifat revolusioner: meskipun saat ini kau berhadapan dengan kekejian, tetaplah berpikir, Menyusun rencana dan bertindak untuk jangka Panjang.

Selain tafsir wahyu pertama, penulis juga menafsirkan ayat-ayat pertama surat Ta ha:

طٰهٰ​ ۚ‏

(tegak berdiri). Perintah dalam surat itu mendorong para pendengarnya untuk tidak gentar. Kedua abjad yang mengawali surah juga mengandung makna. Tha melambangkan tujuan dan Ha melambangkan suri teladan. Jika dipadukan, kedua abjad tersebut meminta para pendengar untuk tekun mengejar tujuan, yaitu membebaskan potensi tersembunyi mereka dengan cara meneladani orang lain. Dari tafsir ayat ini pembaca bisa melihat, bahwa Muhammad Jebara menafsirkan ayat Mutasyabihat, huruf-huruf awal surat yang biasanya hanya berdiri sendiri tanpa penafsiran.

مَاۤ اَنۡزَلۡـنَا عَلَيۡكَ الۡـقُرۡاٰنَ لِتَشۡقٰٓى ۙ‏

اِلَّا تَذۡكِرَةً لِّمَنۡ يَّخۡشٰى ۙ‏

Masing-masing kata dalam dua ayat singkat tersebut sarat kiasan dan makna berlapis. Istilah menurunkan (anzal) mengandung makna gugusan bintang (manazil, yang berasal dari akar Bahasa Ibrani, mazal) yang digunakan oleh para pemandu untuk menentukan arah di padang pasir. Bagaikan cahaya bintang dalam kegelapan, wahyu-wahyu yang telah diturunkan memberikan harapan di tengah keputusasaan dan petunjuk praktis bagi siapapun yang tengah mencari arah kehidupan. Istilah membebani (syaqqa) menggambarkan wajah bersimbah peluh dan lumpur seorang budak yang sedang mengangkut beban berat. Tuhan bukanlah majikan yang memeras tenaga budak untuk kepentingan pribadi, tetapi pembimbing yang hendak membantu manusia menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.

Istilah untuk membebaskan dan meninggikan derajat (tadzkirat) menggambarkan seseorang yang bebas berdiri dan menonjolkan diri untuk membuat orang lain terkesan atau seseorang yang dikenang lantaran perbuatannya. Dan akhirnya, kata yakhsya yang secara harfiah bermakna ‘keluar dari kepompong’ dapat diartikan sebagai mendobrak penghalang yang dibangun sendiri, yang tidak memungkinkan pemahaman. Ayat ini meminta pendengarnya untuk melonggarkan pertahanan mental mereka dan mendengarkan secara aktif dan tulus untuk membuka pikiran mereka terhadap gagasan-gagasan yang cukup kuat untuk membebaskan dan meninggikan derajat mereka.

Surat Tha Ha, berbeda dari wahyu-wahyu sebelumnya yang berisi renungan intelektual rumit, menyajikan contoh-contoh praktis untuk dipelajari (sesuatu yang jauh lebih bisa dipahami oleh penduduk Mekah daripada renungan abstrak selama setahun sebelumnya). Wahyu surat ini sarat akan cerita, terdiri atas lebih dari seratus ayat dan menyampaikan berbagai kisah tentang orang-orang yang tidak sempurna dan memiliki kekurangan. Dengan kisah-kisah tentang Musa, Harun dan Adam, surat ini memperkenalkan sosok-sosok nabi yang selain Ibrahim sang pendiri Mekah yang telah dikenal oleh bangsa Arab.

Narasi surat Ta Ha diawali dengan Musa yang melakukan perjalanan melintasi alam liar Bersama keluarganya dan mellihat nyala api di kejauhan. Dia mengira api itu dinyalakan oleh sesama musafir, tetapi beberapa saat kemudian dia melihat kobaran api di semak-semak dan dari dalamnya Tuhan memberinya perintah: “Aku adalah Tuhan yang maha penyayang (Allah)… maha mengetahui apa yang terlihat maupun yang ghaib … “

Surah Ta Ha menggambarkan Musa sebagai sosok perkasa dan temperamental, seseorang yang membunuh orang lain saat amarahnya memuncak, lalu kabur begitu saja. Seseorang yang dengan kasar menyambar janggut saudaranya sendiri lantaran merasa terkhianati. Seorang pria pemarah yang telah dengan kesal melempar sabak batu Tuhan ke tanah tetapi mendapat pengampunan.

Dari sepetik tafsir dalam bukunya, penulis menonjolkan sisi motivasi pada setiap makna ayat-ayat yang terkandung dalam kedua surat di atas, rentetan kalimat yang begitu indah untuk direnungi dan mudah untuk diresapi.  selain tafsir terdapat juga terjemah beberapa ayat Qur’an di dalamnya yang berbeda dengan terjemah Qur’an pada kebanyakan, seperti kata Iqra’ yang bisa bermakna Bacalah, penulis menerjemahkan lebih jauh dari itu yaitu Berkembanglah majulah. Menurutnya konteksnya adalah sang Nabi saw berbicara di hadapan kerumunan orang Arab yang Sebagian besar buta huruf dalam keadaan stagnan akibat perilaku mereka sendiri, kata tersebut lebih bisa dimaknai sebagai tujuannya untuk menginspirasi kemajuan. Maka, iqra’ bisa dianggap sebagai homonym yang bermakna: Majulah.

Narasi kisah manusia mulia itu tertulis dengan kalimat yang menggugah pembaca, banyak hal-hal yang tidak pernah kita temui di buku-buku biografi Muhammad saw lainnya, sehingga semakin membuka wawasan pembaca untuk bisa mengenal lebih dalam sosok bagaimana manusia mulia itu berjuang dan menjalani kehidupan.

Terjemah dan tafsir dalam buku Muhammad The World Changer   tidak mungkin saya tulis semua di sini, dengan harapan agar pembaca juga turut melahap semua kalimat yang tertoreh dalam buku tersebut. Namun di sini izinkan saya juga mengutip beberapa kalimat yang sekiranya bisa menjadi referensi untuk menyemangati para pembaca untuk segera memiliki dan membaca bukunya dengan diawali dan diakhiri Shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya sampai hari akhir.

“kau telah  merenggut nyawa seseorang , tetapi kami menyelamatkanmu dari kedalaman rasa bersalah dan putus asa dan Kamilah yang menyebabkanmu merenung dan mempertimbangkan Kembali tujuan hidupmu.” (hlm 162)

“sebagai Muslim, mereka menerima bahwa manusia memiliki kekurangan, tetapi justru itulah yang menyemangati mereka untuk terus meneladani satu-satunya hal yang sempurna di alam Semesta, Tuhan.” (hlm 157)

“mendidika anak laki-laki berarti memberdayakan dirinya, tetapi mendidik anak perempuan berarti memberdayakan seluruh bangsa. Hargailah anak perempuanmu dan jangan mengutamakan anak laki-lakimu.” (hlm 133)

“Bahasa adalah dasar kepemimpinan. Karena Arab kekurangan kekuatan militer kemampuan diplomasi menjadi kekuatan utama. Untuk menjadi pemimpin, seeorang harus berbicara dengan fasih, pintah membaca situasi dan dapat berbicara dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dengan cara yang bisa mereka hargai.” (hlm 67)

“kematian Khadijah radhiallahu anhuma merupakan pukulan telak bagi sang Nabi saw ‘dia adalah tempatku mencari kedamaian di tengah lautan kebingungan. Sia mempercayaiku Ketika orang lain menghujatku. Dia memunculkan sisi terbaik dari diriku Ketika orang lain berusaha meremehkanku. Dia mendukungku Ketika orang lain mencoba menghentikanku. Dia menguatkanku dengan kata-katanya, membagikan kekayaannya kepadaku dan menghidupiku beserta anak-anak kami’.” (hlm 191)

“jangan berkubang dalam kepedihan masa lalu: ganjalan perasaan mengakibatkan kemandekan, sedangkan pengampunan mendatangkan kebebasan.” (Hlm 210)

“mereka perlu menyadari bahwa kesuksesan bisa didapatkan dengan cara mengambil Tindakan dan memperlakukan kekurangan mereka sebagai tantangan untuk memperbaiki diri. Mereka perlu menyadari bahwa pola-pola yang rusak harus diperbaiki untuk memberikan ruang bagi gagasan dan kreativitas baru. Berpikir besar berarti melihat peluang dimana-mana: mengubah bahan mentah menjadi hasil karya yang indah, mengubah unsur-unsur yang semula dianggap sampah menjadi hasil karya baru, berani merancang visi baru, dan memanfaatkan unsur-unsur yang cacat dalam masyarakat.” (hlm 220)

Sekian untuk ulasan dari buku Muhammad the World Changer. Buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka dengan judul yang sama dari aslinya dan diterjemahkan oleh Berlian M. Nugrahani. Harus diakui Bentang Pustaka selalu menerbitkan buku-buku terjemah, namun tetap konsisten pada keindahan Bahasa yang ditorehkan oleh penulis. Semoga bermanfaat dan selamat menyelami Samudra ilmu.

 

 


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...