BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pemahaman
terhadap ayat-ayat Al-Qur`an melalui penafsiran-penafsiran, memiliki peranan
sangat besar bagi maju-mundurnya umat, menjamin istilah kunci untuk membuka
gudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-Qur`an.
al-Qur`an sebagai kitab yang universal dapat di fahami oleh berbagai kalangan,
maka tak heran jika pada masanya dulu banyak ulama-ulama atau cendikiawan
muslim yang menafsirkan al-Qur`an sesuai dengan latar belakang keilmuannya
masing-masing, sehingga menimbulkan beragam penafsiran dengan ayat yang sama.
Ahli bahasa dapat menafsirkan al-Qur`an di lihat dari sisi bahasa al-Qur`an,
ahli hadits menafsirkan al-Qur`an dengan hadits-hadits nabai, ahli qiroat
menafsirkan al-Qur`an dengan qiroat-qiroat yang ada dan ahli fikih menafsirkan
ayat al-Qur`an dengan pendekatan fikih atau lebih terfokus pada ayat-ayat
hukum. Sebagaimana ulama fikih terkemuka
yaitu imam ahmad bin hanbal, beliau adalah salah satu ulama yang pandai dalam
bidang fikih dan hadits, menafsirkan al-qur`an dengan pemahaman fikih yang dia
fahami.
B.
Rumusan masalah
1.
Siapakah imam Hanbali?
2.
Bagaimana latar belakang kehidupan dan keilmuan imam Hanbali?
3.
Apa saja karya-karya imam hambali?
4.
Bagaimana mazhab Hanbali dan penyebarannya?
5.
Bagaimana tafsir imam Hanbali terhadap ayat al-qur`an ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Imam Ahmad Hanbali adalah Abu Abdullah
Ahmad bin Muhammad bin Hanbali bin Hilal Al-Syaibani al-marwazi. Beliau
dilahirkan di marwa pada bulan Rabiul awal tahun 164 H (780 M). Imam Ahmad bin Hanbal
keturunan nizar. Jadi masih seketurunan dengan rasulullah saw. Ayahnya berasal
dari marwin, negri khurasan (parsi) yang meninggal duniaketika imam ahmad masih
kecil. Jadi imam ahmad tumbuh dewasa sebagai anak yatim yang hanya diasuh oleh
ibunya saja, ketika imam ahmad masih kecil (masih menyusu), ia di bawa oleh
ibunya ke kota Bagdad dan di besarkan di kota itu.[1]
Sejak kecil
beliau telah menunjukan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik
perhatian banyak orang. Dan sejak kecil pula beliau telah menunjukan minat yang
besar kepada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Bagdad merupakan kota
pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal al-Qur`an,
kemudian belajar bahasa arab, hadits, sejarah nabi dan sejarah para sahabat
serta tabiin.[2]
Imam Ahmad bin
hambal sangat perhatian untuk mencari ilmu. Perjalanan beliau untuk mencari
ilmu sangat jauh sekali dan untuk menghasilkan ilmu itu beliau menghabisakan
waktu yang sangat lama. Beliau tidak disibukan mencari keuntungan dan pasangan sebelum
cita-cita yang diinginkan tercapai. Belaiu tidak mau menikah sebelum berusia 40
tahun karena kesungguhannya, semua yang dicita-citakan tercapai. Ilmu dunia
seakan-akan ada di keduamatanya. Beliau telah mengumplakan ilmu orang-orang
terdahulu dan orang-orang seusianya dari semua elemen. Beliau akan berkata
sesuai dengan keinginanya dan akan diam terhadap apa yang tidak dikehendaki.[3]
Untuk
memperdalam ilmu beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali, disana belaiau
bertemu dengan imam syafi’I. beliau juga pergi menuntu ilmu ke yaman dan mesir.
Diantara guru belaiu yang lain adalah Yusuf Al-Hasan Bin Ziad, Husyaim, Umair,
Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam Ahmad Ibn Hambal bayak mempelajari dan
meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits kecuali hadits-hadits
yang sudah jelas sahihnya. Oleh karena itu, akhirnya belai berhasil mengarang
kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hambal. Beliau mulai
mengajar ketika berusia empat tuhan.[4]
Imam Ahmad bin
Hambal berkeluarga pada usia 40 tahun. Istri pertama beliau adalah Aisyah binti
Fadhal ibu Shaleh dari arab. Selama berkelaurga dengan Aisyah, beliau tidak
mempunya anak kecuali Shaleh, setelah itu istrinya wafat.
Al-Miruzi
berkata: “aku mendengar ayah Abdullah bin hambal berkata: aku hidup bersama ibu
Shaleh selama 3 tahun dan aku tidak pernah berbeda pendapat dalam satu katapun”.
Istri kedua imam Ahmad bin Hambal
adalah Roihanah, ibu Abdullah.
Zuhair berkata:
“tatkala Aisyah ibu Shaleh wafat, maka kakekku Ahmad bin Hanbal beristri
perempuan arab. Dikatakan istrinya bernama Roihanah. Dari istri inilah beliau
melahirkan pamanku Abdullah”.[5]
Pada masa
pemerintahan al-Muktasim (khalifah Abasiyah) belaiau sempat dipenjara, karena
sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa al-Qur`an adalah makhluk. Beliau
dibebaskan pada masa al-Mutawakkil.[6]
Imam Ahmad bin
Hanbal wafat di Bagdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H (855
M) pada masa khalifah al-Wathiq. Sepeninggalan beliau, mazhab Hanbali
berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki banyak penganut.[7]
B.
Mazhab Hanbali
Mazhab
Hanbali ini dinisbahkan kepada imam Ahmad bin Hanbal. Merupakan mazhab ke empat
yang dipakai ahli sunnah yang keempat. Dan pertama kali mazhab ini tersebar di
Bagdad kemudian tersebar di negri Syam, tetapi sekarang lemah.
Dan sampai sekarang penjuru negri Syam bagian selatan dan utara
serta sebagian desa masih bermazhab Hanbali dan tidak ada persaingan mazhab
disana. Mazhab Hanbali ini di kenal di Mesir pada abad ke 7 hijriyah dan
tersebar di Irah pada abad ke 4, orang yang pertama kali menyebarkan mazhab
hamabli di Mesir adalah al-Hafidz Abdul Ghani al-Muqaddasi. Sebagaimana yang di
sebutkan dalam risalah al-Marhum Ahmad Basya Timur. Mazhab Hanbali ini tidak mendominasi
di seluruh penjuru negara-negara islam kecuali di Negara Najd sekarang.
Orang-orang mengikuti mazhab ini dan sebagian mereka mengatakan
dalam masalah sedikitnya pengikut mazhab Hanbali “bahwa setiap yang sedikit di
dunia ini adalah kecil, maka aku berkata pada mereka: sebentar dulu, kamu punya
anggapan yang salah. Apakah kamu tidak tau bahwa orang yang mulai itu sedikit.[8]
C.
Daerah pengaruh Madzhab Hanbali
Menurut
suatu sumber, Madzhab ini tidak begitu banyak penganutnya dan tidak sebesar Madzhab-madzhab
lainnya. Daerah pengaruhnyapun tidak begitu luas, yaitu Syiria, Mesir, Iraq dan
Hijaz.[9]
Madzhab Hanbali sangat jauh dari Ijtihad dan lebih menggantungkan
kepada pendapat dari hadis. Hal inilah mungkin yang menyebabkan tidak banyak
pengikutnya, dibandingkan dengan Madzhab-madzhab lainnya.[10]
D.
Dasar-dasar pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal
Adapun
dasar-dasar pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal atau Madzhab Hanbali
adalah:
1.
Nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Apabila mendapat suatu nash dari
al-Kitab atau dari Sunnah Rasulullah saw, beliau akan menetapkan hukum
dengannya, walaupun ada keterangan atau fatwa sahabat Nabi menyalahi nash
tersebut.
2.
Fatwa Shahiba yang disetujui oleh semua sahabat, jika fatwa
tersebut disetujui semua sahabat, fatwa tersebut dinamakan fatwa sahabat
Mujtami’in.
3.
Fatwa sahabat yang masih dalam perselisihan, apabila tidak
mendapati fatwa sahabat Mujatmi’in, beliau akan mengambil fatwa-fatwa sahabat
yang diperselisihkan atau disebut fatwa sahabat Mukhtalifi.
4.
Hadis Mursal dan Hadis Dha’if. Ini sebenarnya masuk ke dalam dasar
pertama, hanya saja untuk memberi pengertian bahwa hadis mursal dan hadis
dha’if didahulukan dari Qiyas.
5.
Al-Qiyas. Imam Ahmad walaupun tergolong Imam yang menggunakan
Qiyas, beliau tidak banyak menggunakannya. Beliau hanya menggunakan Qiyas pada
saat darurat dan tidak ada dalil-dalil
lain. Dalam hal ini, Imam Ahmad mengikuti gurunya yaitu Imam asy-Syafi’i.
Diterangkan
bahwa Imam Ahmad berkata: “saya bertanya kepada Imam asy-Syafi’i tentang Qiyas,
beliau menjawab, “hanya memegang Qiyas ketika darurat”.
Oleh
karena itu Imam Ahmad tidak menggunakan Qiyas selama ada hadis atau fatwa
sahabat, baik yang Mujtami’in maupun yang Mukhtalifi. Beliau lebih suka
menggunakan hadis Dha’if daripada menjalankan Qiyas.[11]
E.
Karya-karya Imam Ahmad bin Hanbal
Imam
Ahmad bin Hanbal menghabiskan sebagian besar umurnya untuk menuntut Ilmu,
Khususnya Hadis. Karena itu beliau meninggalkan warisan sangat berharga berupa
buku-buku yang lebih banyak berkaitan dengan hadis daripada Ilmu-ilmu agama
lainnya, hingga buku-buku yang namanya tidak menunjukkan sebagai buku hadis
sekalipun materinya lebih banyak bersumber dari hadis.
Buku-buku yang disebutkan dalam Thabaqat al-Hanabilah sebagai
karya Imam Ahmad bin Hanbal antara lain:
Musnad, at-Tafsir, Nasikh wa al-Mansukh, Hadits Syu’bah, al-Muqaddam wa
al-Mu’akhkhar fi Kitabillah, Jawabat al-Qur’an, al-Manasik al-Kabir, al-Manasik
ash-Shaghir.
Sementara buku-buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang telah dicetak
antara lain: Musnad, Kitab ash-Shalat yang merupakan buku kecil, Kitab
ash-Sunnah, Kitab al-Wara’i, Kitab az-Zuhdi, Kitab Masail al-Imam Ahmad yang
dihimpun oleh Abu Daud Sajastani, lalu didistribusikan oleh syaikh Rasyid Ridha
dan ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah wa az-Zanadiqah.[12]
F.
Komentar para Ulama terhadap Ahmad bin Hanbal
Pujian
datang kepada Ahmad bin Hanbal dari kalangan Fuqaha, para Ulama, sehingga cukup
menjadi saksi bahwa keimanan Ahmad bin Hanbal tidak diragukan lagi. Diantara
pujian itu adalah:
1.
Ahmad bin Harbi berkata : “Ahmad bin Hanbal laksana seorang yang
dianugerahii Allah swt Ilmu generasi pertama dari berbagai bidang”.
2.
Abu ‘Ubaid pernah berkata, “ilmu agama seakan sudah berhenti kepada
empat orang, dan (salah satunya) Ahmad bin Hanbal sebagai orang yang paling
pintar dalam urusan Fiqih”.
3.
Abu Tsur berkata, “jika ada seorang laki-laki berkata bahwa Ahmad
in Hanbal adalah ahli surga, maka aku tidak mencercanya”.
4.
Abu Hatim berkata, “ jika kamu melihat seorang yang mencintai dia,
maka saksikanlah dia adalah pecinta Sunnah”.
5.
Berkata Abu Daud as-Sajastani, “aku pernah menemui dua ratus syaikh
dari berbagai Ilmu, maka aku tidak pernah melihat yang seperi Ahmad bin Hanbal,
dia tidak pernah berbaur dalam satu urusan di mana Manusia membahasnya dalam
urusan duniawi, jika ada yang membahas keilmuan barulah dia ikut bicara”.
6.
Diceritakan oleh Abdul Wahab al-Warraq, “tidak pernah aku melihat
sosok seperti Ahamad bin Hanbal. Seorang laki-laki yang ketika ditanya tentang
enam puluh ribu masalah, kemudian menjawabnya dengan: ‘diriwayatkan dan diceritakkan’
‘’.[13]
7.
Imam Syafi’i: “ketika saya meninggalkan Baghdad, diantara
teman-teman tidak ada yang lebih takwa, lebih suci, lebih alim dan lebih
mengerti dari Imam Ahmad bin Hanbal”.
8.
Ali bin Mudainy: “ tuhan telah meninggikan derajat agama kita ini,
karena jasanya dua orang besar, tidak ada yang ketiganya lagi, yaitu : Abu
Bakar ash-Shiddiq memberantas pemberontakan kaum Riddah yang menyeleweng dari
agama dan kedua adalah Imam Ahmad bin Hanbal ketika menghadapi ujian berat,
dalam mempertahankan pendapatnya bahwa al-Qur’an itu Qaul Qadim bukan baru”.[14]
G.
Pengutip Fikih Ahmad Bin Hanbal
Imam
ahmad bin hanbal mempunyai banyak sahabat, diantara mereka ada yang hanya
meriwayatkan hadits saja, ada yang meriwayatkan hadits dan fikih dan ada yang
meriwayatkan fikih saja. Adapun yang mengumpulkan fatwa atau ilmu-ilmu pengutip
fikih ahmad ialah abu bakar al-khallal.
Sahabat
imam ahmad yang berjasa dalam mengembangkan ilmu beliau, antara lain:
1.
Shaleh bin ahmad bin hanbal, putra imam Hanbali yang tertua. Ia
adalah seorang ulama yang mengikuti jejak ayahnya. Shaleh menerima hadits dan
fikih dari ayahnya dan dari ulama-ulama yang lain. Dialah yang mengutip
masalah-masalah fikih yang difatwakan oleh imam ahmad bin hanbal. Shaleh wafat
pada tahun 226 H.
2.
Abdullah bin ahmad bin hanbal (231-290 H) . Imam ahmad bin hanbal
mendidik adbullah (putranya) dengan penuh perhatian dan mengarahkannya pada
ulumul hadits. Dia sering mengadakan mudzakar dengan ayahnya. Kalau saudaranya,
shaleh mengutip fikih ayahnya dalam masalah-masalahnya, Abdullah mengembangkan hadits
yang diriwayatkan ayahnya. Dialah yang meriwayatkan al-musnad dan
menyempurnakan.
3.
Ahmad bin Muhammad bin hajjaj abu bakar bin al-marwazi, merupakan
sahabat imam ahmad yang paling dekat. Dilah yang meriwayatkan kitab al-wara dari
imam ahmad. Ahmad sangat mempercayainya. Dialah yang meriwayatkan banyak
masalah dari imam ahmad yang kemudian di sebarkan oleh abu bakar al-khallal.
4.
Harb bin ismail al-handhali al-kirmani. Dia telah mengembangkan
masalah-masalah imam ahmad sebelum berjumpa dengan beliau. Darinyalah abu bakar
al-khallal mengutip fikih imam ahmad. Wafat pad tahun 280 H.
5.
Ibrahim bi ishaq al-harbi.
Dia adalah seorang ahli fikih, amat pandai dalam bidang hukum, penghafal hadits
dan amat dalam ilmunya dalam bidang lughah. Dia mempunya banyak karangan,
daintaranya gharibul hadits, dala ilun nubuwah, dan lain-lain. Selam 20 tahun
dia menyertai imam ahmad bin hanbal, mengambil hadits dan fikih dari beliau,
bahkan meneladani ahmad dalam bidangg zuhud dan wara`. Dailah yang mengutip dan
mengidentifikasi fikih Hanbali dan hadits-haditsnya pada masyarakat luas. Wafat
pada tahun 285 H.
Semua
fikih imam ahmad bin hanbal yang dikembangkan oleh para tokoh diatas,
dikumpulkan oleh abu bakar al-khallal. Dia adalah pengumpul fikih Hanbali dari
pengutipnya. Dia telah berusaha menjumpai putra-putra ahmad, harb al-kirmadi
dan lain-lain.[15]
H.
Contoh penafisran Ahmad bin Hanbal
فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا
“maka
bertayamumlah kalian dengan tanah yang suci” (QS al-Maidah: 6)
Imam
Hanbali memahami arti sha’id itu hanya tanah saja. Dari itu tidak boleh
bertayamum dengan pasir dan batu.[16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Imam
Ahmad Hanbali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbali bin Hilal
Al-Syaibani al-marwazi. Beliau dilahirkan di marwa pada bulan Rabiul awal tahun
164 H (780 M).
Mazhab
Hanbali ini dinisbahkan kepada imam Ahmad bin Hanbal. Merupakan mazhab ke empat
yang dipakai ahli sunnah yang keempat. Dan pertama kali mazhab ini tersebar di
Bagdad kemudian tersebar di negri Syam, tetapi sekarang lemah.
Dasar-dasar
pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal:
1.
Nash al-Qur’an dan as-Sunnah
2.
Fatwa Shahiba yang disetujui oleh semua sahabat
3.
Fatwa sahabat yang masih dalam perselisihan
4.
Hadis Mursal dan Hadis Dha’if.
5.
Al-Qiyas.
DAFTAR
PUSTAKA
Kauma Fuad, perjalanan spiritual empat imam mazhab (Jakarta;
kalam mulia 1999)
Mughniyah Muhammad jawad, fiqih lima mazhab (Jakarta;
penerbit lentera 2006)
Fikri Ali, kisah-kisah para imam mazhab (yogjakarta: mitra
pustaka 2003)
Ramadhan al-Buuthi Muhammad Said, Bahaya Bebas Madzhab (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2001)
M Hanafi Muchlis, Imam Ahmad, (Tangerang: Lentera Hati,
2013)
[2]
Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab (Jakarta; penerbit lentera
2006) c. 16, H.31
[3]Ali
fikri, kisah-kisah para imam mazhab (yogjakarta: mitra pustaka 2003)
H.139
[4]
Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , H. 32
[5] Ali
fikri, kisah-kisah para imam mazhab , H.178
[6]
Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , c. 16, H.31
[7]
Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , H. 32
[8] Ali
fikri, kisah-kisah para imam mazhab c. 1, h. 180-181
[9]Fuad
Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab, hlm 75
[10]Fuad
Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab, hlm 77
[11]
Muhammad Said Ramadhan al-Buuthi, Bahaya Bebas Madzhab (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2001) cet I, hlm 304
[12]Muchlis
M Hanafi, Imam Ahmad, (Tangerang: Lentera Hati, 2013) cet I, hlm 162-164
[13]
Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad, hlm 223-224
[14]Fuad
Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab (Jakarta: Kalam Mulia,
1999) cet I, hlm 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar