Minggu, 15 Februari 2015

Tafsir Madzhab Hanabilah (Makalah Fitriyah & Wahdah Farhati)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur`an melalui penafsiran-penafsiran, memiliki peranan sangat besar bagi maju-mundurnya umat, menjamin istilah kunci untuk membuka gudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-Qur`an. al-Qur`an sebagai kitab yang universal dapat di fahami oleh berbagai kalangan, maka tak heran jika pada masanya dulu banyak ulama-ulama atau cendikiawan muslim yang menafsirkan al-Qur`an sesuai dengan latar belakang keilmuannya masing-masing, sehingga menimbulkan beragam penafsiran dengan ayat yang sama. Ahli bahasa dapat menafsirkan al-Qur`an di lihat dari sisi bahasa al-Qur`an, ahli hadits menafsirkan al-Qur`an dengan hadits-hadits nabai, ahli qiroat menafsirkan al-Qur`an dengan qiroat-qiroat yang ada dan ahli fikih menafsirkan ayat al-Qur`an dengan pendekatan fikih atau lebih terfokus pada ayat-ayat hukum.  Sebagaimana ulama fikih terkemuka yaitu imam ahmad bin hanbal, beliau adalah salah satu ulama yang pandai dalam bidang fikih dan hadits, menafsirkan al-qur`an dengan pemahaman fikih yang dia fahami.

B.     Rumusan masalah
1.      Siapakah  imam Hanbali?
2.      Bagaimana latar belakang kehidupan dan keilmuan imam Hanbali?
3.      Apa saja karya-karya imam hambali?
4.      Bagaimana mazhab Hanbali dan penyebarannya?
5.      Bagaimana tafsir imam Hanbali terhadap ayat al-qur`an ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi
Imam Ahmad Hanbali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbali bin Hilal Al-Syaibani al-marwazi. Beliau dilahirkan di marwa pada bulan Rabiul awal tahun 164 H (780 M). Imam Ahmad bin Hanbal keturunan nizar. Jadi masih seketurunan dengan rasulullah saw. Ayahnya berasal dari marwin, negri khurasan (parsi) yang meninggal duniaketika imam ahmad masih kecil. Jadi imam ahmad tumbuh dewasa sebagai anak yatim yang hanya diasuh oleh ibunya saja, ketika imam ahmad masih kecil (masih menyusu), ia di bawa oleh ibunya ke kota Bagdad dan di besarkan di kota itu.[1]
Sejak kecil beliau telah menunjukan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik perhatian banyak orang. Dan sejak kecil pula beliau telah menunjukan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Bagdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal al-Qur`an, kemudian belajar bahasa arab, hadits, sejarah nabi dan sejarah para sahabat serta tabiin.[2]
Imam Ahmad bin hambal sangat perhatian untuk mencari ilmu. Perjalanan beliau untuk mencari ilmu sangat jauh sekali dan untuk menghasilkan ilmu itu beliau menghabisakan waktu yang sangat lama. Beliau tidak disibukan mencari keuntungan dan pasangan sebelum cita-cita yang diinginkan tercapai. Belaiu tidak mau menikah sebelum berusia 40 tahun karena kesungguhannya, semua yang dicita-citakan tercapai. Ilmu dunia seakan-akan ada di keduamatanya. Beliau telah mengumplakan ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang seusianya dari semua elemen. Beliau akan berkata sesuai dengan keinginanya dan akan diam terhadap apa yang tidak dikehendaki.[3]
Untuk memperdalam ilmu beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali, disana belaiau bertemu dengan imam syafi’I. beliau juga pergi menuntu ilmu ke yaman dan mesir. Diantara guru belaiu yang lain adalah Yusuf Al-Hasan Bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam Ahmad Ibn Hambal bayak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits kecuali hadits-hadits yang sudah jelas sahihnya. Oleh karena itu, akhirnya belai berhasil mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hambal. Beliau mulai mengajar ketika berusia empat tuhan.[4]
Imam Ahmad bin Hambal berkeluarga pada usia 40 tahun. Istri pertama beliau adalah Aisyah binti Fadhal ibu Shaleh dari arab. Selama berkelaurga dengan Aisyah, beliau tidak mempunya anak kecuali Shaleh, setelah itu istrinya wafat.
Al-Miruzi berkata: “aku mendengar ayah Abdullah bin hambal berkata: aku hidup bersama ibu Shaleh selama 3 tahun dan aku tidak pernah berbeda pendapat dalam satu katapun”.
Istri kedua imam Ahmad bin Hambal adalah Roihanah, ibu Abdullah.
Zuhair berkata: “tatkala Aisyah ibu Shaleh wafat, maka kakekku Ahmad bin Hanbal beristri perempuan arab. Dikatakan istrinya bernama Roihanah. Dari istri inilah beliau melahirkan pamanku Abdullah”.[5]
Pada masa pemerintahan al-Muktasim (khalifah Abasiyah) belaiau sempat dipenjara, karena sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa al-Qur`an adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada masa al-Mutawakkil.[6]
Imam Ahmad bin Hanbal wafat di Bagdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H (855 M) pada masa khalifah al-Wathiq. Sepeninggalan beliau, mazhab Hanbali berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki banyak penganut.[7]
B.     Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali ini dinisbahkan kepada imam Ahmad bin Hanbal. Merupakan mazhab ke empat yang dipakai ahli sunnah yang keempat. Dan pertama kali mazhab ini tersebar di Bagdad kemudian tersebar di negri Syam, tetapi sekarang lemah.
Dan sampai sekarang penjuru negri Syam bagian selatan dan utara serta sebagian desa masih bermazhab Hanbali dan tidak ada persaingan mazhab disana. Mazhab Hanbali ini di kenal di Mesir pada abad ke 7 hijriyah dan tersebar di Irah pada abad ke 4, orang yang pertama kali menyebarkan mazhab hamabli di Mesir adalah al-Hafidz Abdul Ghani al-Muqaddasi. Sebagaimana yang di sebutkan dalam risalah al-Marhum Ahmad Basya Timur. Mazhab Hanbali ini tidak mendominasi di seluruh penjuru negara-negara islam kecuali di Negara Najd sekarang.
Orang-orang mengikuti mazhab ini dan sebagian mereka mengatakan dalam masalah sedikitnya pengikut mazhab Hanbali “bahwa setiap yang sedikit di dunia ini adalah kecil, maka aku berkata pada mereka: sebentar dulu, kamu punya anggapan yang salah. Apakah kamu tidak tau bahwa orang yang mulai itu sedikit.[8]
C.     Daerah pengaruh Madzhab Hanbali
Menurut suatu sumber, Madzhab ini tidak begitu banyak penganutnya dan tidak sebesar Madzhab-madzhab lainnya. Daerah pengaruhnyapun tidak begitu luas, yaitu Syiria, Mesir, Iraq dan Hijaz.[9]
Madzhab Hanbali sangat jauh dari Ijtihad dan lebih menggantungkan kepada pendapat dari hadis. Hal inilah mungkin yang menyebabkan tidak banyak pengikutnya, dibandingkan dengan Madzhab-madzhab lainnya.[10]
D.    Dasar-dasar pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal
Adapun dasar-dasar pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal atau Madzhab Hanbali adalah:
1.      Nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Apabila mendapat suatu nash dari al-Kitab atau dari Sunnah Rasulullah saw, beliau akan menetapkan hukum dengannya, walaupun ada keterangan atau fatwa sahabat Nabi menyalahi nash tersebut.
2.      Fatwa Shahiba yang disetujui oleh semua sahabat, jika fatwa tersebut disetujui semua sahabat, fatwa tersebut dinamakan fatwa sahabat Mujtami’in.
3.      Fatwa sahabat yang masih dalam perselisihan, apabila tidak mendapati fatwa sahabat Mujatmi’in, beliau akan mengambil fatwa-fatwa sahabat yang diperselisihkan atau disebut fatwa sahabat Mukhtalifi.
4.      Hadis Mursal dan Hadis Dha’if. Ini sebenarnya masuk ke dalam dasar pertama, hanya saja untuk memberi pengertian bahwa hadis mursal dan hadis dha’if didahulukan dari Qiyas.
5.      Al-Qiyas. Imam Ahmad walaupun tergolong Imam yang menggunakan Qiyas, beliau tidak banyak menggunakannya. Beliau hanya menggunakan Qiyas pada saat darurat  dan tidak ada dalil-dalil lain. Dalam hal ini, Imam Ahmad mengikuti gurunya yaitu Imam asy-Syafi’i.
Diterangkan bahwa Imam Ahmad berkata: “saya bertanya kepada Imam asy-Syafi’i tentang Qiyas, beliau menjawab, “hanya memegang Qiyas ketika darurat”.
Oleh karena itu Imam Ahmad tidak menggunakan Qiyas selama ada hadis atau fatwa sahabat, baik yang Mujtami’in maupun yang Mukhtalifi. Beliau lebih suka menggunakan hadis Dha’if daripada menjalankan Qiyas.[11]
E.     Karya-karya Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal menghabiskan sebagian besar umurnya untuk menuntut Ilmu, Khususnya Hadis. Karena itu beliau meninggalkan warisan sangat berharga berupa buku-buku yang lebih banyak berkaitan dengan hadis daripada Ilmu-ilmu agama lainnya, hingga buku-buku yang namanya tidak menunjukkan sebagai buku hadis sekalipun materinya lebih banyak bersumber dari hadis.
Buku-buku yang disebutkan dalam Thabaqat al-Hanabilah sebagai karya  Imam Ahmad bin Hanbal antara lain: Musnad, at-Tafsir, Nasikh wa al-Mansukh, Hadits Syu’bah, al-Muqaddam wa al-Mu’akhkhar fi Kitabillah, Jawabat al-Qur’an, al-Manasik al-Kabir, al-Manasik ash-Shaghir.
Sementara buku-buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang telah dicetak antara lain: Musnad, Kitab ash-Shalat yang merupakan buku kecil, Kitab ash-Sunnah, Kitab al-Wara’i, Kitab az-Zuhdi, Kitab Masail al-Imam Ahmad yang dihimpun oleh Abu Daud Sajastani, lalu didistribusikan oleh syaikh Rasyid Ridha dan ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah wa az-Zanadiqah.[12]
F.      Komentar para Ulama terhadap Ahmad bin Hanbal
Pujian datang kepada Ahmad bin Hanbal dari kalangan Fuqaha, para Ulama, sehingga cukup menjadi saksi bahwa keimanan Ahmad bin Hanbal tidak diragukan lagi. Diantara pujian itu adalah:
1.      Ahmad bin Harbi berkata : “Ahmad bin Hanbal laksana seorang yang dianugerahii Allah swt Ilmu generasi pertama dari berbagai bidang”.
2.      Abu ‘Ubaid pernah berkata, “ilmu agama seakan sudah berhenti kepada empat orang, dan (salah satunya) Ahmad bin Hanbal sebagai orang yang paling pintar dalam urusan Fiqih”.
3.      Abu Tsur berkata, “jika ada seorang laki-laki berkata bahwa Ahmad in Hanbal adalah ahli surga, maka aku tidak mencercanya”.
4.      Abu Hatim berkata, “ jika kamu melihat seorang yang mencintai dia, maka saksikanlah dia adalah pecinta Sunnah”.
5.      Berkata Abu Daud as-Sajastani, “aku pernah menemui dua ratus syaikh dari berbagai Ilmu, maka aku tidak pernah melihat yang seperi Ahmad bin Hanbal, dia tidak pernah berbaur dalam satu urusan di mana Manusia membahasnya dalam urusan duniawi, jika ada yang membahas keilmuan barulah dia ikut bicara”.
6.      Diceritakan oleh Abdul Wahab al-Warraq, “tidak pernah aku melihat sosok seperti Ahamad bin Hanbal. Seorang laki-laki yang ketika ditanya tentang enam puluh ribu masalah, kemudian menjawabnya dengan: ‘diriwayatkan dan diceritakkan’ ‘’.[13]
7.      Imam Syafi’i: “ketika saya meninggalkan Baghdad, diantara teman-teman tidak ada yang lebih takwa, lebih suci, lebih alim dan lebih mengerti dari Imam Ahmad bin Hanbal”.
8.      Ali bin Mudainy: “ tuhan telah meninggikan derajat agama kita ini, karena jasanya dua orang besar, tidak ada yang ketiganya lagi, yaitu : Abu Bakar ash-Shiddiq memberantas pemberontakan kaum Riddah yang menyeleweng dari agama dan kedua adalah Imam Ahmad bin Hanbal ketika menghadapi ujian berat, dalam mempertahankan pendapatnya bahwa al-Qur’an itu Qaul Qadim bukan baru”.[14]
G.    Pengutip Fikih Ahmad Bin Hanbal
Imam ahmad bin hanbal mempunyai banyak sahabat, diantara mereka ada yang hanya meriwayatkan hadits saja, ada yang meriwayatkan hadits dan fikih dan ada yang meriwayatkan fikih saja. Adapun yang mengumpulkan fatwa atau ilmu-ilmu pengutip fikih ahmad ialah abu bakar al-khallal.
Sahabat imam ahmad yang berjasa dalam mengembangkan ilmu beliau, antara lain:
1.      Shaleh bin ahmad bin hanbal, putra imam Hanbali yang tertua. Ia adalah seorang ulama yang mengikuti jejak ayahnya. Shaleh menerima hadits dan fikih dari ayahnya dan dari ulama-ulama yang lain. Dialah yang mengutip masalah-masalah fikih yang difatwakan oleh imam ahmad bin hanbal. Shaleh wafat pada tahun 226 H.
2.      Abdullah bin ahmad bin hanbal (231-290 H) . Imam ahmad bin hanbal mendidik adbullah (putranya) dengan penuh perhatian dan mengarahkannya pada ulumul hadits. Dia sering mengadakan mudzakar dengan ayahnya. Kalau saudaranya, shaleh mengutip fikih ayahnya dalam masalah-masalahnya, Abdullah mengembangkan hadits yang diriwayatkan ayahnya. Dialah yang meriwayatkan al-musnad dan menyempurnakan.
3.      Ahmad bin Muhammad bin hajjaj abu bakar bin al-marwazi, merupakan sahabat imam ahmad yang paling dekat. Dilah yang meriwayatkan kitab al-wara dari imam ahmad. Ahmad sangat mempercayainya. Dialah yang meriwayatkan banyak masalah dari imam ahmad yang kemudian di sebarkan oleh abu bakar al-khallal.
4.      Harb bin ismail al-handhali al-kirmani. Dia telah mengembangkan masalah-masalah imam ahmad sebelum berjumpa dengan beliau. Darinyalah abu bakar al-khallal mengutip fikih imam ahmad. Wafat pad tahun 280 H.
5.      Ibrahim bi  ishaq al-harbi. Dia adalah seorang ahli fikih, amat pandai dalam bidang hukum, penghafal hadits dan amat dalam ilmunya dalam bidang lughah. Dia mempunya banyak karangan, daintaranya gharibul hadits, dala ilun nubuwah, dan lain-lain. Selam 20 tahun dia menyertai imam ahmad bin hanbal, mengambil hadits dan fikih dari beliau, bahkan meneladani ahmad dalam bidangg zuhud dan wara`. Dailah yang mengutip dan mengidentifikasi fikih Hanbali dan hadits-haditsnya pada masyarakat luas. Wafat pada tahun 285 H.
Semua fikih imam ahmad bin hanbal yang dikembangkan oleh para tokoh diatas, dikumpulkan oleh abu bakar al-khallal. Dia adalah pengumpul fikih Hanbali dari pengutipnya. Dia telah berusaha menjumpai putra-putra ahmad, harb al-kirmadi dan lain-lain.[15]
H.    Contoh penafisran Ahmad bin Hanbal

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang suci” (QS al-Maidah: 6)
Imam Hanbali memahami arti sha’id itu hanya tanah saja. Dari itu tidak boleh bertayamum dengan pasir dan batu.[16


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN


Imam Ahmad Hanbali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbali bin Hilal Al-Syaibani al-marwazi. Beliau dilahirkan di marwa pada bulan Rabiul awal tahun 164 H (780 M).
Mazhab Hanbali ini dinisbahkan kepada imam Ahmad bin Hanbal. Merupakan mazhab ke empat yang dipakai ahli sunnah yang keempat. Dan pertama kali mazhab ini tersebar di Bagdad kemudian tersebar di negri Syam, tetapi sekarang lemah.
Dasar-dasar pokok pegangan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal:
1.      Nash al-Qur’an dan as-Sunnah
2.      Fatwa Shahiba yang disetujui oleh semua sahabat
3.      Fatwa sahabat yang masih dalam perselisihan
4.      Hadis Mursal dan Hadis Dha’if.
5.      Al-Qiyas.


DAFTAR PUSTAKA
Kauma Fuad, perjalanan spiritual empat imam mazhab (Jakarta; kalam mulia 1999)
Mughniyah Muhammad jawad, fiqih lima mazhab (Jakarta; penerbit lentera 2006)
Fikri Ali, kisah-kisah para imam mazhab (yogjakarta: mitra pustaka 2003)
Ramadhan al-Buuthi Muhammad Said, Bahaya Bebas Madzhab (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)
M Hanafi Muchlis, Imam Ahmad, (Tangerang: Lentera Hati, 2013)




[1] Fuad kauma, perjalanan spiritual empat imam mazhab (Jakarta; kalam mulia 1999) h. 59
[2] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab (Jakarta; penerbit lentera 2006) c. 16, H.31
[3]Ali fikri, kisah-kisah para imam mazhab (yogjakarta: mitra pustaka 2003) H.139
[4] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , H. 32
[5] Ali fikri, kisah-kisah para imam mazhab , H.178
[6] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , c. 16, H.31
[7] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , H. 32
[8] Ali fikri, kisah-kisah para imam mazhab c. 1, h. 180-181
[9]Fuad Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab, hlm 75
[10]Fuad Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab, hlm 77
[11] Muhammad Said Ramadhan al-Buuthi, Bahaya Bebas Madzhab (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001) cet  I, hlm 304
[12]Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad, (Tangerang: Lentera Hati, 2013) cet I, hlm 162-164
[13] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad, hlm 223-224
[14]Fuad Kauma, Perjalanan Spritual Empat Imam Madzhab (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) cet I, hlm 69
[15] Muhammad Said Ramadhan al-Buuthi, Bahaya Bebas Madzhab, h 311-312
[16] Muhammad jawad mughniyah, fiqih lima mazhab , H 62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...