Rabu, 01 Juni 2016

Demokrasi Hari ini



Melihat Demokrasi Indonesia hari ini dalam hukum dan politiknya
oleh: Fitriyah Syam'un
Berbicara tentang Demokrasi yang merupakan suatu tatanan hukum pemerintahan yang tak pernah bosan untuk dibicarakan khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Umat Islam. Bagaimana tidak, Demokrasi yang terlahir dari pemikiran Barat bisa menetap menjadi sebuah hukum pemerintahan di Indonesia yang merupakan Negara dengan penduduk Muslim Terbesar di dunia. Bahkan Indonesia telah mengalami perkembangan Demokrasi yang sangat pesat setelah jatuhnya rezim orde baru bahkan dinilai sebagai Negara Demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Sebelum pembahasan mengenai topik di atas, ada baiknya kita kembali pada sejarah pada masa priode pertama tahun 1945-1959 di mana Demokrasi pada kala itu dikenal dengan Demokrasi Parlementer, sistem Demokrasi yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demiikian, model Demokrasi ini diianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya Demokrasi untuk mempraktikkan Demokrasi mdel barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
Kemudian dilanjut pada masa priode kedua tahun 1959-1965, pada priode ini dikenal dengan seebutan Demokrasi terpimpin. Cirri-ciri Demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara ABRI dalam panggung politik nasional.
kemudian pada prioode ketiga tahun1965-1998, periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan orde barunya. Sebutan orde baru merupakan kritik terhadap priode sebelumnya, orde lama. Orde baru, seebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap undang-undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional, Demokrasi terpimpin ala Presiden Soekarno telah diganti oleh elite orde baru dengan Demokrasi pancasila. Namun sangat disayangkan, alih-alih peelaksaan ajaran pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi pancasila yang dikampanyekan oleh orde baru sebatas retorika politik belaka. Dalam praktik keNegaraan dan pemerintahannya, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip Demokrasi.
Selanjutnya yang terakhir periode pasca orde baru, periode pasca orde baru sering disebut dengan era reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan Demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan orde baru pada Mei 1998 yang ditandai dengan tragedi 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara Pancasila oleh penguasa orde baru berdampak pada sikap antipati sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut. Pengalaman pahit yang menimpa pancasila, yang pada dasarnya sangat terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata Demokrasi. Bercermin pada pengalaman manipulasi atas pancasila oleh penguasa orde baru, Demokrasi yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan rezim orde baru adalah Demokrasi tanpa nama atau Demokrasi tanpa embel-embel di mana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokrastis. Wacana Demokrasi pasca orde baru erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat madani dan penegakkan HAM secara sungguh-sungguh.
Lalu bagaimanakah sebenarnya Demokrasi, apa saja prinsip yang terdapat di dalamnya? Demokrasi jika dikenal dalam Islam adalah musyawarah, jadi sebuah pemerintahan Politik yang dilaksanakan berdasarkan asas musyawarah. Di Indonesia sudah mulai terlaksana pemilihan umum melalui pemilihan umum presiden pada Tahun 2004 yang mana bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih sebagai presiden pertama yang mendapat kandidat berdasarkan pemilihan umum dari masyarakat. Jadi dalam hal ini masyarakat bebas memilih pemimpinnya sesuai kehendak masing-masing, tanpa adanya suap menyuap atau paksaan dan lain sebagainya.
Namun meski begitu, pemilihan umum yang masih terjadi sampai sekarang ini kerap sekali terjadi penyelewengan. Bagaimana tidak kebanyakan dari mereka-mereka yang mencalonkan diri sebagai pejabat, ketika masa kampanye atau istilahnya masa mempromosikkan diri di mata masyarakat, mereka para calon itu hanya kebanyakan mengeluarkan janji-janji manis yang berujung menjadi jambu (Janjimu busuk), sebagian mereka menyuap beberapa masyarakat dengan uang ataupun alat suap lainnya agar masyarakat mau memilihnya ketika pemilihan umum tiba. Tapi pada kenyataannya setelah mereka terpilih, malah tidak sedikit dari mereka yang akhirnya terjerat kasus korupsi, yang pada akhirnya si kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Tidak ada yang salah dengan sistem politiknya, hanya saja penyelewangan dari orang-orangnya yang akhirnya membuat system politik Demokrasi di Indonesia belum terlaksana secara alami dan sempurna.  Selain itu juga dalam tatanan kehidupan berDemokrasi, keadilan menjadi pondasi paling penting dalam berDemokrasi, karena Demokrasi menjunjung tinggi nilai pluralisme, kesamaan antar semua warga Negara, tidak peduli kaya atau miskin, putih atau hitam dan lain sebagainya. Namun lagi-lagi kenyataan yang nyata kita lihat saat ini di Indonesia, keadilan masih jauh dari tatanan hukum Demokrasi di Indonesia. Bagaimana tidak  kasus terjadi beberapa tahun terakhir ini bahkan sampai saat ini, hukum masih saja tajam di bawah tumpul di atas. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Contoh kasus ketidakadilan hukum di Indonesia ini seperti:
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Kita tentunya setuju, kasus pencurian apapun harus di adili, tetapi   jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Tidak keren rasanya seorang nenek-nenek yang buta huruf, dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum. Bahkan Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000, untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Tapi seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Lalu apa Pantas Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000? Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?
Lalu Bagaimana dengan koruptor kelas kakap? Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang? sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Ini yang perlu dikoreksi dari hukum yang terjadi di Indonesia.
Inilah yang terjadi pada Demokrasi di Indonesia dalam politik dan hukumnya saat ini. Tidak ada yang salah dengan Demokrasi, Demokrasi begitu sistematis dalam hal Susunan politik dan Hukumnya, Demokrasi tidak bertentangan dalam Islam. Yang perlu dipertanyakan, mengapa Uang begitu menguasai bumi pertiwi ini, sampai-sampai Hukumpun bisa di beli dengan uang, dan pada akhirnya hanya yang berUANG lah yang bisa terbebas dari jeratan hukum, sedangkan yang tak beruang, pasrah dengan nasib saja. Kelakuan memang kelakuan, Negeri ini sebenarnya jauh dari kata merdeka, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan Negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah yang lainnya, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat Negara yang melakukan korupsi uang Negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.  
Oleh karena itu perlu adanya reformasi yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan. Semua ini belum terlambat, Meski saat ini Indonesia Masih jauh dari perkembangan dan  kemajuan dalam segi hukum dan politiknya, tapi kita sebagai rakyat Indonesia bisa merubah semuanya dengan dimulai dari diri sendiri atau hal kecil lainnya dan tentunya semoga Indonesia suatu saat nanti bisa dipegang seutuhnya oleh putra-putri Indonesia, tanpa dikuasai oleh pihak asing.

Bahan Bacaan:
A Ubaedillah, dkk., 2009, Pendidikan kewargaan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...