Rabu, 10 April 2019

Emha Ainun Nadjib


di tahun ini ada tulisan-tulisan yang benar-benar menampar perilaku saya sebagai manusia. menampar berkali-kali sampai-sampai saya benar-benar merasa kesakitan dan ketakutan. ‘apa saya seburuk itu? jangan-jangan Tuhan mengabaikanku karena perilaku yang sudah tidak pantas. Apa selama ini saya ibadah hanya karena gengsi’. Pertanyaan-pertanyaan hinggap menerjang seperti busur anak panah, menusuk sampai membuat saya terpaku dan mematung. Tulisan itu adalah buah pikir dari seorang sosok Emha Ainun Nadjib atau biasa disebut Cak Nun. Saya memang terlalu awam, tapi sering merasa sudah cukup dengan apa yang sudah saya dapatkan dan pelajari selama ini, tapi nyatanya semakin kita belajar, kebodohan kita semakin mengambang di permukaan.
Saya mulai tertarik dengan cak Nun ketika akhir tahun 2018 lalu, saya membeli buku beliau yang berjudul ‘Tidak, Jibril tidak Pensiun’. Sekilas dari judul memang tidak seperti buku agama pada umumya, tapi percayalah Slogan tentang ‘Jangan melihat buku hanya dari cover’  itu memang betul dan sangat benar. Di dalam buku cak Nun ini, kita akan di bawa ke dalam nuansa-nuansa tasawuf, kita akan dibawa ke dalam kesadaran bahwa kebodohan kita selama ini adalah kita tidak pernah tahu bahwa kita ini sebanarnya adalah orang bodoh. Karena ketidaksadaran kita itulah, kita berkoar-koar dan akhirnya memecah belah umat atas ulah tangan kita sendiri dan parahnya, kita selalu merasa benar atas apa yang kita lakukan.
Karena saya penasaran dengan buku-buku cak nun yang lainnya, katika IBF kemarin saya melengkapinya dengan buku beliau yang berjudul ‘Kiai Hologram, Gelandang di Kampung Sendiri dan Pemimpin yang Tuhan’. luar biasa dalam dan lagi-lagi menampar diri kita sendiri, buku beliau selalu mengajak para pembacanya agar melek terlebih dahulu akan kekurangan diri kita dan jangan terlalu melek terhadap kesalahan orang lain hingga mengakibatkan perasaan ‘DIRI KITALAH YANG PALING BENAR DAN ORANG LAIN SALAH’.
Buku-buku beliau ini paling bisa menjawab fenomena yang sedang terjadi pada bangsa kita dewasa ini. Keributan perbedaan pendapat, perbedaan politik, kekerasan, dan masalah-masalah lainnya. Terimakasih Cak Nun, telah menasihati melalui kalimat-kalimat yang menusuk jiwa dan pikiran seperti panah. Terimakasih telah menamparku berkali-kali dari ketidaksadaran. Semoga tulisanmu menjadi ladang amal jariyah sampai hari kiamat nanti, Aaamiin

Nb: dan saya juga baru tahu, kalau Cak Nun adalah orang tua dari vokalis band Letto

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...