Minggu, 13 September 2020

Anjangsana oleh Usman Arrumy

 


Anjangsana karya Usman Arrumy.

‘Apakah ini sama halnya ketika kita mencintai seseorang? Bahwa Cinta tidak bisa dirancang dan tidak dapat kita pastikan kedatangannya, terutama kita tidak akan bisa mengundang cinta untuk singgah di hati kita? Bahwa niat tidak berlaku dalam proses mencintai. Cinta memang nganuu’ (Anjangsana, hlm 114)

Sebelum jauh saya berbicara tentang buku ini, saya ingin sedikit bercerita tentang pertemuan tak terduga saya dengan buku berjudul Anjangsana yang memiliki sampul buku bercorak penuh dengan penuh kasmaran.

Pada mula saya membeli buku ini, saya tidak memiliki referensi apapun tentang Anjangsana, bahkan sayapun tidak memahami makna Anjangsana itu sendiri apa. Penulisnya? Saya tidak tahu, bahkan terfikir oleh saya ini penulis Indonesia atau bukan ya (saya memang terlalu Kudet). Penerbitnya? Ini bahkan untuk pertama kali saya membeli buku di penerbit Di*a Press.

Ada tiga buku yang saya beli dari penerbit Di*a Press , dan saya baru membuka buku Anjangsana  setelah saya selesai membaca salah satu buku yang saya beli secara bersamaan itu. apa yang saya dapatkan dari lembar pertama kata pengantar? Saya sudah mesem-mesem menikmati kalimat yang sangat indah dan nikmat sekali untuk dibaca kemudian dicerna oleh akal dan hati.

Tiba di Bab I, saya disuguhi judul ‘Seni menghadapi Malam’. Dari bab ini saya mengambil kesimpulan bahwa penulis sangat mencintai malam dengan segala udara dan kesunyiannya. Pada judul-judul di lembar selanjutnya, jujur saya katakan (bukan maksud mau pencitraan) ketika penulis menyuguhkan kisah-kisah perjalanannya selama di Pesantren dan nafsunya penulis kepada salim dan dawuhnya Kyai, benar-benar membuat saya selalu mengucap nama Tuhan dan aseli membuat saya merinding. Ini jujur saya katakan, bukan maksud mau melebih-lebihkan, tapi ini kenyataan yang saya alami ketika membaca setiap kalimat-kalimat kisah Penulis di dalam buku Angjangsana.

Dalam buku ini memang penulis memuat banyak kisah-kisah perjalanan hidupnya bertemu dengan manusia-manusia hebat pilihan Tuhan dan itu benar-benar bukan main membuat saya sangat berdecak kagum. Sesuai dengan apa yang dikatakan penulis, ‘bila engkau menemukan getaran di antara kata-kata dalam buku ini, itulah tanda bahwa kangenku telah sampai padamu’, faktanya kangen nya penulis telah sampai kepada pembaca khususnya saya.

Anjangsana...

Aku tak paham arti dan maknanya.

Tapi hati memilihnya untuk kubaca.

Sampul penuh kasmaran itu memang sedikit menyihirku,

Uluran-uluran tangan pada sampul buku itupun membuatku terpaku.

Usman Arrumy...

Nama yang aku-pun benar-benar tak tau siapa,

Tapi kalimat yang ia torehkan pada lembar-lembar itu benar-benar membuat lidahku selalu mengucap sang Pencipta.

Aku sampai kelu untuk membuat kalimat-kalimat ini,

Tapi semoga dapat dipahami dan dimaklumi.

Untuk Gus Usman Arrumy yang saya kagumi (Tulisan-tulisannya)....


Mohon maaf jika tulisan review buku kali ini terkesan tidak seperti sedang mereview, tapi lebih pada curahan hati saya atas kekaguman terhadap buku Anjangsana,. Karena memang beginilah adanya, kalian harus coba membacanya, jika  kalian merasakan getaran yang sama seperti yang saya rasakan, berarti sesuai dengan yang gus Usman katakan, ‘Kangennya sampai padamu’.

Nb: saya tulis ini malam hari pukul 21:21. Aku memilih malam, persembahan untuk penulis yang sangat mencintai Malam dengan segala keresahan, kesunyian, kesepian, keheningan dan tentu kebahagiaan di dalamnya...


Jumat, 11 September 2020

Letter for Self

 


Hey apa kabar?

Sepertinya kamu baru saja kesakitan, karena sakit lambungmu lagi-lagi kambuh dan mengganggu tidur lelapmu. Sudah kubilang berkali-kali, jaga pola makan di tengah aktifitas padat harianmu. Semangat memang sangat dibutuhkan, tapi apalah arti semangat kalau jasmanimu kau buat kesakitan. Jadii, Please jaga kesehatanmu, kamu masih miliki banyak mimpi yang harus kaum perjuangkan dan itu artinya kamu juga harus punya badan yang sehat dan kuat.

Hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, aku datang lagi ingin menyapamu, aku cukup bosan berada jauh di dalam dirimu dan saat ini aku putuskan untuk berbicara lagi denganmu.

Kamu lelah ya? Tentu hal itu lumrah terjadi pada kita semua termasuk kamu. Kamu bukan roobot yang tidak punya akal dan perasaan. Kamu berhak untuk marah, untuk sedih, lemah, menangis, mengeluh dan menyerah, tapi yang terakhir itu aku harap kamu tidak melakukannya. Kenapa? karena Menyerah adalah puncak akhir dari semua rentetan mimpi-mimpi kamu, semua harapan hanya akan jadi debu berterbangan tertiup angin, suram dan hilang.

Aku sangat bersyukur kamu tetap bertahan sampai sejauh ini, tidak peduli keadaan sering tidak mendukung semua harapan dan mimpimu, tapi kamu selalu punya tempat terpencil yang kamu sembunyikan untuk pada akhirnya kamu nyatakan pada dunia, bahwa kamu telah menggenggam semua mimpi-mimpimu dan mewujudkannya.

Orang lain tidak akan bisa mempengaruhi hati dan pikiranmu, meski sebanyak apapun mereka menghalangimu dari belakang samping dan depanmu atau bahkan mengelilingimu dan meneriakkan bahwa kamu hanyalah sampah dengan mimpi-mimpi omong kosongmu. Tidak apa, tidak apa, aku tau kamu akan kuat melewati semuanya, sudah sejauh ini aku yakin kamu tidak mungkin memutuskan menyerah begitu saja, pijak terus tanah di bumi ini, jalani, lalui, tekuni, nikmati dan syukuri, aku di sini akan selalu menemani.

Terimakasih ya selalu mendengarkan aku, terimakasih untuk tidak menyerah, meski beberapa kali semua yang kamu kejar terlihat semakin jauh dan samar. Tapi kamu memutuskan untuk terus mengejarnya dengan berlari kencang. Tidak apa harus jatuh berkali-kali, tidak apa sampai tersungkur terbalik, kamu hanya perlu mengobati sebentar, kemudian berjalanlah lagi, berjalanlah lewati semua rintangan dan tantangan yang datang menghadang.


Aku akan tetap berada dalam dirimu dan menyayangimu sepenuh hati, tidak peduli bagaimana penghakiman orang-orang atas apa yang pernah dan sedang kamu lakukan dan miliki. salam hangat dari aku yang sudah lama berada dalam jiwa dan pikiranmu. :) 

@Fitriyah Syam'un

Kamis, 10 September 2020

Menemani si Sunyi

 


Sendiri terkadang sepi, tapi menyepi adalah hal yang amat disenangi.

Menyepi baginya harus sendiri, tidak ada hewan-hewan berakal di sekitar.

Berjalan di bawah awan yang semakin terang,

Menatapi wajah-wajah yang semakin riang di keramaian.

dirinya amat suka menyepi tapi tak suka sunyi

dan selalu menginginkan bunyi

Benar-benar bunyi

Pada malam yang kesekian kali ia terbangun dengan keringat bercucuran, suhu badan yang kian dingin dan ia mulai memeluk kepalanya erat. ‘tidak apa, tidak apa ini hanya ketakutan’. dirinya untuk kesekian kali juga harus berbaring lagi dan menghidupkan laptop , membiarkan orang-orang dalam laptop itu berbicara sampai pagi, sampai hatinya yakin bahwa dirinya sudah memasuki hari baru dan akan menyambut matahari terbit.

Beberapa orang di bumi mengalami kecemasan yang kian hari kian menggerogoti mental tanpa pernah ampun. Mengikis setiap harapan yang sudah lama bersemayam dalam jiwanya dengan perlahan. Dirinya menangis dengan suara isakannya yang tertahan, di ruangan yang menurutnya seperti sebuah kenyamanan dan kebahagiaan dan di sanalah ia memupuk harapan itu kembali, meski beberapa samurai sudah bersiap-siap memotongnya tanpa pernah peduli.[]


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...