Selasa, 24 Desember 2024

Muhammad: Sang Cahaya Peradaban

 


Muhammad Muhammad Muhammad...

 wahai kekasih Allah yang akhlaknya teduh bak sinar rembulan. dulu aku tak mengerti kenapa kafir Quraisy pernah menahan siapapun orang luar jazirah Arab yang berziarah ke Mekah untuk jangan sampai mereka bertemu denganmu. kafir Quraisy menganggap kau layaknya tukang sihir yang menghipnotis siapapun yang bertemu denganmu dan pada akhirnya akan mengimanimu dan mencintaimu. 

Ternyata anggapan kafir Quraisy tentang sihir dan hipnotis itu seperti benar adanya (meskipun pada hakikatnya semua itu tak lain karena engkau adalah benar-benar seorang nabi) bahkan ketika engkau sudah terbaring suci di tanah peristirahatan Madinah, siapapun yang menziarahimu termasuk aku umatmu yang kerdil penuh lumpur dosa ini, benar-benar terhipnotis olehmu, tersihir pada tanah perjuanganmu. rasanya sudah tidak ada tempat yang benar-benar ingin aku datangi lagi kecuali tempat di mana di bawah tanahnya terbaring jasad suci dan indahmu.

Wahai kekasih Allah, hanya engkau satu-satunya manusia yang dalam kurun waktu 23 tahun mampu melakukan revolusi besar-besaran dan melahirkan peradaban yang tiada tandingannya. bahkan jutaan orang kini datang kepadamu dan menangis merindukanmu. kini dalam deretan ribuan air yang turun ke bumi aku melantunkan harapan agar Tuhan mengizinkan lagi Dan lagi untukku dan semua umatmu bisa kembali menziarahi tanah suci. Aamiin 


Dari Umatmu yang lemah, kerdil penuh lumpuran dosa...

Minggu, 01 Desember 2024

MEMBELA PALESTINA MEMBELA KEMANUSIAAN

 


Palestina merupakan negara dengan penduduk Mayoritas Muslim. Meski begitu, di salah satu kota Palestina yaitu Haifa, Komunitas-komunitas Muslim, Kristen dan Yahudi hidup berdampingan dalam hubungan yang cukup harmonis. Pada tahun 1854, hanya ada komunitas kecil orang Yahudi di Haifa berjumlah 32 orang dari keseluruhan penduduk Haifa 2.012 orang, sementara muslim 1.200 orang dan selebihnya Kristen terutama dari aliran Ortodoks yang memang sudah turun temurun dianut oleh orang-orang Kristen Palestina. Namun pada tahun 1920 pemukiman Yahudi mulai tumbuh di area itu, sebagiannya dibangun dengan sokongan dari Jewish National Fund dan organisasi-organisasi Zionis Amerika. Pada tahun 1929, situasi di Palestina mulai memanas, dipicu oleh meningkatnya pemukiman Zionis dan memburuknya situasi ekonomi dunia. Tepat pada Juli 1938 dua buah bom Teroris Yahudi meledak dan menewaskan lebih dari  60 orang Palestina, sementara beberapa orang Arab yang menjadi pegawai di Perusahaan-perusahaan Yahudi beserta beberapa orang Yahudi cedera dan tewas oleh serangan balik dari pihak Palestina.

Konflik Palestina dan Israel bukanlah konflik kemarin sore, pada saat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengambil alih mandat Palestina yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris, PBB membagi wilayah Palestina menjadi dua negara, satu untuk Arab Palestina dan satu untuk bangsa Yahudi. Pembagian tersebut diadopsi sebagai Resolusi PBB Nomor 181 pada tahun 1947. Tentu hal itu memicu penolakan keras dari Arab Palestina sehingga menyebabkan Perang Arab-Israel pertama pada tahun 1948 yang kemudian dimenangkan oleh Israel dan mengakibatkan terbentuknya negara Israel dan rakyat Pelestina pun mengungsi.

Peristiwa ini dikenang oleh salah satu pejuang Perempuan Palestina Leila Khaled, ia mengenang masa kecil pertemanannya dengan salah satu teman Yahudi bernama Tamara,  “Titik balik pertemananku dengan Tamara terjadi pada 29 November 1947 ketika PBB mempartisi Palestina antara aku dan Tamara. Tamara diberi 56 persen dari tanah airku, sementara aku diharapkan untuk menerima Keputusan itu dan memberi selamat pada kaum Tamara.[1]

Namun perlu digarisbawahi, bahwa korban dari konflik panjang antara Palestina-Israel ini bukan hanya terjadi di umat Muslim Palestina, tetapi juga warga Palestina yang menganut agama lain seperti Kristen, Druze dan bahkan Yahudi sendiri. Maka dari itu, konflik antara Palestina dan Israel bukanlah konflik agama antara Islam dan Yahudi, bahkan data 2022 menunjukkan di Israel jumlah penduduk Muslim mencapai 17%.

Konflik itu terus berlangsung selama puluhan tahun, Sebagian dunia menutup mata tak ingin melihat dan menutup telinga enggan mendengar tentang Perang yang semakin memanas dan tidak terkendali. Tuan Rumah terusir dari rumahnya sendiri, sementara sang tamu, Israel dengan dukungan Sebagian negara-negara Barat termasuk Amerika menguasai wilayah yang direbutnya selama perang-perang dengan negara-negara Arab, seperti tepi Barat, jalur Gaza dan bagian dari Yerusalem Timur. Beberapa kali Upaya dilakukan untuk mengehentikan konflik Palestina-Israel yang terus terjadi diantaranya perjanjian Oslo pada tahun 1993 antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), serta perundingan Camp David pada tahun 2000 yang sudah hampir mencapai kesepakatan namun akhirnya gagal.

Konflik berkepanjangan itu menyebabkan ratusan ribu rakyat Palestina terpaksa menjadi pengungsi yang sekarang tinggal di berbagai negara dan kamp Pengungsian, sementara 2 juta orang rakyat Pelestina dikurung dalam penjara terbuka di jalur Gaza, akses terhadap sandang pangan dan Pendidikan dibatasi, hak hidup mereka dirampas, bahkan terhitung sejak Oktober tahun 2023 Israel melakukan genosida besar-besaran, sehingga menyebabkan puluhan ribu menjemput syahidnya di bawah reruntuhan bangunan-bangunan berkepul debu dan asap. Namun keterjajahan dan keterusiran itu  mereka tanggung tanpa harus mengiba belas kasihan bangsa lain dan tidak semata mengandalkan amarah dan kecengengan.

Tindakan Israel demi menguasai tanah milik Palestina jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, genosida yang dilakukan atas dukungan Amerika mendapat kecaman sebagian Masyarakat dari berbagai negara dengan berbagai suku bangsa dan agama. Mereka dengan penuh solideritas mengecam kekejian Israel.  Anak-anak bahkan bayi dibiarkan hidup dalam bayang-bayang kengerian karena perang dan kehilangan keluarganya, para orangtua dibiarkan menguras airmata karena menyaksikan anak-anak mereka menjemput syahid di bawah reruntuhan bangunan. Bahkan bangunan rumah sakit, sekolah, masjid, gereja diratakan oleh rudal yang ditembakkan Israel, membuat rakyat Palestina yang selamat dari serangan rudal harus berjalan berkilo-kilo menuju tempat pengungsian. Namun di Tengah gempuran keputusasaan itu, wajah-wajah Palestina tak pernah menunjukkan ketakutan dan kesengsaraan, justru jiwa-jiwa mereka penuh keberanian dan perjuangan. Mereka tak kehilangan sinar senyumnya seolah mencambuk kita yang hidup di negara yang aman dan tentram namun hati kita sering mengeluh dan penuh keputusasaan.

Aksi kemanusiaan terus berkumandang, selain mengutuk Israel, Sebagian dari mereka juga mengutuk dukungan pemerintah negara mereka kepada Israel yang jelas-jelas telah melakukan pembunuhan masal pada rakyat Palestina, negara-negara itu diantaranya seperti Amerika, Jerman, Inggris, Italia dan Australia. Meskipun mentri Luar Negeri Australia, Penny Wong mengatakan bahwa negaranya belum memasok senjata sejak awal konflik Gaza pada Oktober 2023.

Diantara 5  negara tersebut, Amerika Serikat dan Jerman lah yang paling besar memberikan bantuan Militer kepada Israel senilai ratusan juta dolar sejak Oktober 2023, menurutnya transfer senjata itu penting untuk mendukung keamanan Israel. Hubungan negara-negara besar dalam memasok senjata ke Israel bukanlah pertama kali terjadi, karena sejak awal berdirinya negara Israel, negara yang mengatakan paling menjunjung HAM itulah yang memang menjadi negara paling mendukung terjadinya serangan besar-besaran di Palestina, baginya Israel seperti anak Emas yang harus ditolong dan dilindungi.

Terlepas dari Amerika yang menjadi negara dengan dukungan terbesar untuk Israel, hal itu tidak berarti sama dengan warganya. kisah heroic pernah terjadi oleh salah satu warga Amerika yang mengutuk keras dukungan negaranya kepada Israel yang membunuh, menyiksa, mengusir rakyat pribumi Palestina. Salah satu warga Amerika itu Bernama Rachel Corrie, seorang gadis yang pada tahun 2003 memutuskan untuk bergabung Bersama International Solidarity Movement (ISM) untuk menjadi relawan kemanusiaan di Palestina. Kecintaannya dalam menolong sesama dan rasa kemanusiaan pada dirinya, gadis yang lahir pada tahun 1979 itu memutuskan cuti dari kuliah untuk mengabdi kepada bangsa Palestina.

Gadis dengan nama lengkap Rachel Aliene Corrie merupakan penganut agama Nasrani, namun agama bukan menjadi penghalang dirinya membantu sesama manusia. Ketika di Palestina Rachel berjuang Bersama anak-anak Palestina untuk kemerdekaan Palestina dari Zionis Israel, Rachel merasa menemukan kehidupan yang sebenarnya dengan membangun harapan tentang masa depan yang lebih baik, bahkan Rachel mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak-anak Palestina yang ingin belajar. Ia yang sedari kecil memang memiliki jiwa kemanusiaan yang sangat tinggi, pernah berkomentar tentang negaranya, “Amerika tak Mempesonaku lagi, ia tak mampu memikatku lagi, ia pudar dan terlipat di pinggiran pikiranku.”

Namun perjuangan Rachel terhenti, Ketika ia dengan penuh semangat kemanusiaan mencoba  menghentikan Buldozer tantara Israel yang akan menggusur rumah milik warga Palestina di Rafah, Rachel dengan geram langsung berdiri menghadang Buldozer, namun tentara itu tidak pedulli dengan seorang Perempuan yang berdiri di hadapannya, dengan kejam Buldozer itu melindas tubuh Rachel hingga tulangnya remuk. Rachel sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Rachel Corrie meninggal pada 16 Maret di Rafah, Palestina. Setelah hanya dua bulan ia memutuskan diri untuk mengabdikan kemanusiaannya di bumi Palestina.

Setelah kejadian itu, Rachel Corrie menjadi sebuah symbol perjuangan rakyat Palestina, ia menjadi bukti bahwa kemanusiaan tidak perlu memandang identitas kultural, perbedaan politik, geografis, bahkan keyakinan. “Dia Putri Palestina.” Ucapan mendiang Presiden Palestina Yasser Arafat, Ketika mengenang jasa-jasa Rachel Corrie.

Baru-baru ini juga terjadi hal yang tidak jauh berbeda, aksi yang terbilang ekstrem  dilakukan lagi oleh salah satu tantara Amerika di depan kedutaan Israel pada Februari 2024. Ia melakukan aksi protes dengan membakar dirinya sendiri sambil berteriak “Bebaskan Palestina!” Aaron Bushnell yang merupakan anggota Angkatan udara Amerika Serikat merasa frustasi atas keterlibatan genosida di Palestina. sebelum melakukan aksi protes tersebut Bushnell mengatakan “Saya tidak akan lagi terlibat dalam genosida. Saya akan terlibat dalam Tindakan protes yang ekstrem, tetapi dibandingkan dengan apa yang dialami orang-orang di Palestina di tangan penjajah mereka, itu tidak ekstrem sama sekali.”

Kisah aksi solideritas di atas hanyalah Sebagian dari kisah-kisah lainnya yang dilakukan untuk membela Palestina karena dasar nilai kemanusiaan. Semua orang pasti mempunyai cara tersendiri untuk membela Palestina dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing, namun apa yang dilakukan Rachel dan Bushnell adalah symbol bahwa kita semua harus membuka mata atas penderitaan yang dialami manusia di belahan bumi lainnya, tanpa melihat apa bangsanya, sukunya dan bahkan agamanya. Hal itu senada dengan UUD 1945 bahwa penjajahan di atas bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Membela Palestina adalah bagian dari membela Kemanusiaan, seperti salah satu ungkapan “Anda tidak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina, anda hanya perlu menjadi manusia.”



[1] Sarah Irving, Leila Khaled, Terj. Pradewi Tri Chatami, (Tangerang: CV Marjin Kiri, 2023), cet II, h.17


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...