Rabu, 26 September 2018

Rindu yang Membiru


Kamu...
Aku tak bisa menyebut namamu.
Kamu saja, hanya kamu,
Aku memanggilmu.
Kamu...
Yang tanpa gagal masuk ke dalam hatiku,
Tanpa salam permisi mengetuk pintu
Kamu dengan mudah saja menjalar ke seluruh urat nadiku.
Kamu...
Pernah membuatku mematung bisu
Mengigatmu dengan rindu yang membiru.
Kamu...
Rumahku di waktu yang telah berlalu
Yang kini tertinggal jauh di masa lalu.
Kini kamu...
Kamu yang hanya tinggal kenangan,
Kenangan keindahan tanpa batasan.
Kini kamu...
Menyentuh indahmu saja aku tak bisa
Hanya dalam kenangan aku melakukannya
Karena kamu kini bersamanya
Yang dengannya kini aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Dan akhirnya aku kembali berkelana sendiri menyusuri waktu hanya dengan bayangmu saja.
 @Bird16




Dan apa kabar semua tentangmu?


Apa kabar?
Matamu yang pernah menembus kehangatan jiwa
Senyum manis yang pernah membuat datangnya bahagia
Suara manja yang dengan merdu mengudara
Telinga yang selalu mendengarku berbicara.
Dan apa kabar semua tentangmu?
Aku tak bisa menanyakannya satu-satu
Karena kini aku tau
Kamu tak ada lagi di sampingku.
Ah biarlah, tanyaku ini kutitipkan pada angin saja
Terserah ia akan membawanya kemana
Aku pasrah saja.
Sama pasrahnya saat kamu mengatakan
“aku janji akan bahagia dengannya”
Sisanya hanya aku dan air mata.
@bird16

Kamis, 19 Juli 2018

MADE IN TURKEY


MADE IN TURKEY
Matahari sedang bergegas melambaikan cahayanya yang biasa manusia sebut itu senja. Aku mengeluarkan seluruh apa yang ada di dalam lemari, aku sudah lupa kapan terakhir membereskannya. Di hari itu ditemani senja, aku menemukan kembali kenangan 3 tahun lalu, sebuah kerudung segi empat yang selama ini aku biarkan berdesak-desakkan di dalam lemari, tapi sedikitpun aku tidak mengeluarkan ia dari sesaknya isi lemari. Tapi hari itu, aku berhasil dibawanya kembali menelusuri waktu di masa lalu, tiga tahun lalu saat semuanya masih lengkap tanpa sebuah perpisahan.

2015
Aku yang beberapa hari belakangan sibuk sekali mengerjakan tugas akhir strata satu, akhirnya di bulan ramadhan aku bisa melaksanakan sidang. Aku tidak memberi tau orang rumah bahwa hari itu aku melaksanakan sidang, seperti biasa aku selalu cuek dengan hal yang seperti itu, menganggapnya hal biasa saja dan terbukti nilai dan hasil akhir juga keluar dengan biasa saja, hahah. Aku tidak pernah paham bahwa hal ini menjadi kabar yang sangat membahagiakan untuk orang tua. Ketika aku mudik menjelang lebaran, aku berada di tengah obrolan keluarga saat berbuka puasa ramadhan yang beberapa hari lagi akan berakhir. Aku dengan entengnya mengatakan aku sudah sidang, itupun karena aku ditanya, mungkin jika tidak ditanya aku tidak akan bilang. Tapi aku masih ingat sekali, bagaimana nada ayah yang sangat dalam mengucapkan Alhamdulillah, aku sedikit melirik melihat wajahnya dan aku menemukan seuntai senyum tulus bahagia dari wajahnya dan lagi-lagi aku menganggapnya biasa saja.
Setelah beberapa hari lebaran, aku langsung berangkat lagi di tempat rantauan dengan alasan untuk mengurusi ini dan itu yang sebenarnya bisa saja aku lakukan nanti, mengingat aku sudah selesai sidang. Tapi aku juga ingin menghadiri beberapa teman-teman yang akan melaksanakan sidang setelah lebaran. Menjelang wisuda aku tidak sibuk seperti beberapa orang lainnya, yang sibuk mencari baju atau make up atau apalah itu namanya. Aku pikir itu juga tidak terlalu penting, aku bahkan hanya meminta saudara tertua untuk meminjamkan kebaya miliknya yang pernah ia gunakan saat wisudanya dulu. Tapi tetap saja akhirnya kebaya itu tidak aku gunakkan dan aku malah meminjamkan kepada salah satu teman. Sebelum wisuda itu aku hanya butuh untuk membeli sepatu dan Handphone. Dirasa amat penting untuk mengabadikan momen kelulusan, akhirnya saat aku sedang di kampus aku menghubungi orang rumah dan mengobrol cukup lama dengan Ayah. Aku mengatakan padanya bahwa aku akan membeli handphone baru dan ayah juga mengizinkan untuk itu. bahkan ayah juga ingin dibelikan handphone baru tapi waktu itu ayah mengatakan bahwa ia ingin handphone yang ada keypadnya jangan yang layar sentuh. Aku hanya tertawa mendengarnya karena sudah jarang sekali  handphone yanga ada keypad di produksi. Tapi aku mengatakan akan mencoba mencarikannya walaupun akhirnya tetap tidak jadi beli sampai akhirnya beberapa bulan ayah pergi.
Menjelang wisuda itu aku sering mengobrol dengan Ayah via telepon, aku ingat ayah mengatakan Ayah akan mengajakku jalan-jalan setelah wisuda, maka dari itu aku disuruh mencari penginapan di sekitar tempatku tinggal, agar nanti setelah acara, besoknya ayah bisa langsung mengajakku jalan-jalan. Tapi tempat penginapan yang sudah aku tuju dan dekat sekali dengan kostan, tidak bisa menerima penginapan pada hari itu, karena akan ada acara pernikahan, padahal aku sangat berharap sekali keluarga bisa menginap di tempat itu, karena selain harganya tidak terlalu mahal, tempatnya juga amat strategis dan keinginanku ini baru terwujud dua tahun kemudian saat ayah sudah tidak ada. Akhirnya aku mencarinya lagi di tempat lain, lagi dan lagi tidak cocok, tidak nyaman, terlalu mahal, jauh dari kostan dll masalahnya selalu ada. akhirnya saat aku memberi tahu ayah, ayah mengatakan tidak usah mencari lagi, karena ayah memutuskan akan berangkat pagi-pagi dari rumah saat hari H dan setelahnya akan langsung pulang, jadi nanti jalan-jalanya saat aku sudah di rumah saja. Ah baiklah tidak apa-apa.
Hari H pun tiba, aku hanya menggunakan gamis Hitam dengan sebuah kardigan panjang dan kerudung hitam, aku pikir juga nanti aku akan menggunakan baju toga jadi baju dalampun tidak akan kentara. Saat semua keluarga dari teman-teman sudah datang, keluargaku belum juga datang, tapi aku juga biasa saja, toh mereka sudah dalam perjalanan. Saat acara sudah akan selesai katanya ibu sama ayah sudah di dalam gedung. Aku tidak tau apakah tadi beliau menyaksikan saat aku naik ke panggung, baiklah tidak apa-apa, yang terpenting mereka sudah sampai dengan selamat. Acara sudah selesai, acara sesi foto-foto dengan teman-teman fakultas dan dosenpun sudah selesai, aku langsung keluar gedung mencari mereka. dan aku melihat mereka sedang menungguku. Aku ingat wajah ayah, senyum ayah, bahagia ayah dan aku langsung bersalaman dengan mereka. kemudian aku hanya melakukan foto-foto di halaman gedung, karena orang sudah tidak terhitung banyaknya. Ayah dan ibu terlihat letih sekali karena kebetulan mereka sedang berpuasa, akhirnya aku mengajak ke masjid Asrama tempatku dulu tinggal waktu masih menjadi mahasiswi baru.
Setelah sampai di masjid asrama, keluargaku melaksanakan solat dhuhur dan setelah nya mereka beristirahat di masjid itu sambil menunggu waktu ashar, karena nanti bada ashar mereka akan langsung pulang ke rumah. Ayah tertidur di masjid, ayah pasti sangat lelah. Saat adzan ashar berkumandang, ayah bangun dan langsung mengambil air wudhu untuk melaksanakan solat ashar, begitupun dengan ibu dan yang lainnya. Setelah solah ashar, ayah mengahmpiriku yang sedang duduk juga di masjid, ayah duduk di depanku. Ayah membuka tas kecil hitam yang sering dibawa-bawanya, kemudian beliau mengeluarkan sebuah kerudung segi empat dengan motif bunga-bunga di pinggirnya dan menyodorkannya kepadaku.
‘’ini buat kamu’’ aku mengambilnya dan menelentangkannya, memeriksa bahan dan motifnya, di kerudung itu ada tulisan MADE IN TURKEY, dan ada bercak menguning di kerudung yang warnanya putih tulang tersebut. tapi bercak kuning itu wangi, aku bergumam dalam hati pasti memang sengaja Ayah berikan parfum biar wangi. Karena pasti kerudung itu sudah lama dibeli, tapi disimpannya untuk ayah berikan padaku kalau aku wisuda. Mungkin ayah melihat bagaimana mimik wajah aku kala itu dan ayah sebenarnya paham karena kerudung yang ayah berikan adalah kerudung dengan motif-motif zaman dulu. Makanya ayah mengatakan ‘’kalau kamu tidak suka, ga apa-apa disimpan saja’’. Aku hanya tersenyum saja dan melipatnya kembali.

2018
Kisah di atas selalu membuat aku selalu menangis saat mengingatnya, kenapa aku tidak berpura-pura bahagia saja saat ayah memberikan kerudung itu. tapi semua telah berlalu, setelah hari wisuda aku itu 3 bulan kemudian ayah pergi ke pangkuan gusti Allah. Kerudung itu aku sekali memakainya saat hari kedua kepergian ayah, setelahnya aku menyimpannya kembali di dalam lemari berdesak-desakkan. Setelah ayah pergi, aku jadi tahu mengapa ayah membatalkan untuk menginap di tempat rantauanku, karena sebenarnya beliau sedang sakit parah. Bahkan katanya saat perjalanan pulang dari mengahdiri wisudaku, ayah muntah-muntah dan langsung berobat ke dokter dan aku tidak pernah tau itu. aku terlalu acuh dan tidak peduli. Dan janji ayah untuk mengajak aku jalan-jalan setelah wisuda itu tidak pernah terjadi, karena waktu tidak pernah bisa diajak berdiskusi apalagi berdebat.
Aku kembali larut dalam kenangan bersamamu setelah 3 tahun berlalu, dan kerudung MADE IN TURKEY itu masih selalu aku simpan baik-baik. Terimakasih banyak, aku lupa mengatakannya saat engkau memberikan itu tiga tahun lalu, maafkan aku karena ketidakpedulianku. Semoga kelak kita akan berkumpul kembali di surga Allah yang tenang dan penuh kedamaian, Aamiin.

Lagi lagi penuh lelehan air mata aku menulisnya, ditemani malam yang semakin memeluk erat.

Kamis, 28 Juni 2018

Tafsir an-Nashr dalam Fiihi ma Fiihi


Kita membutuhkan tanaman nilai Tasawuf di tengah kehidupan modern yang sangat menjunjung tinggi Materialisme. Berbicara tentang Tasawuf, ada buku menarik yang sekarang sedang saya baca  yaitu sebuah buku dari seorang Masterpiece dari kalangan sufi ‘Maulana Jalaluddin Rumi’ yang berjudul Fihi ma Fihi. Buku ini bisa dikatakan Tafsir yang bercorak sufi, karena tiap per-Bab dicantumkannya beberapa ayat suci kemudian dijelaskan dengan penjelasan bernuansa Tasawuf. Luar biasa sangat indah tafsir dengan sorak sufi ini, sayapun terenyuh membacanya, meski harus beberapa kali mengulang dan mengulang karena agak sedikit kesulitan memahaminya. Dan di tengah jalan membaca buku ini, saya sudah bergairah untuk sedikit berbagi apa yang ada dalam buku Rumi tersebut. Di dalam buku ini ada Tafsir surah an-Nashr dari mufassir mazhab Zahiri (tekstual). Siapa Mazhab Zahiri tersebut? Pembaca bisa menelusurinya sendiri, karena di sini saya akan fokus pada penafsirannnya terhadap surat an-Nashr yang dimasukkan Rumi ke dalam Bukunya. Saya rasa mufassir mazhab Zahiri telah berhasil mengulas tafsir surah an-Nashr dengan  nuansa kedekatan hamba dengan Tuhannya.
Berikut tafsir surat an-Nashr mazhab Zahiri dalam buku Fihi ma Fihi karya Jalaluddin Rumi.
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (Q.S. an-Nashr: 1-3)
Para mufassir mazhab Zahiri menafsirkannya sebagai berikut: Nabi Muhammad memiliki semangat yang sangat tinggi. Beliau berkehendak menjadikan semua manusia di muka bumi ini sebagai muslim dan berharap mereka semua berada di jalan Allah.
Ketika Nabi saw. Merasa maut sudah mendekat, beliau berkata “ah, bukankah aku dilahirkan untuk mengajak manusia ke jalan Allah?”. Kemudian Allah berfirman melalui surah an-Nashr itu yang maksudnya “janganlah berduka. Ketika waktu kepergianmu tiba, semua negeri dan kota yang hendak engkau taklukan dengan tentara dan pedang akan kujadikan semuanya tunduk dan beriman tanpa tentara dan pedang. Pada akhir waktuu kau akan melihat mereka berbondong-bondong memasuki pintu Islam. Ketika kau melihat tanda ini, ketahuilah bahwa waktu kepergianmu telah tiba. Saat itu bertasbih dan beristighfarlah, karena engkau akan tiba di sana”.
Kalimat yang saya garis bawahi di atas adalah sebuah tafsir yang menunjukkan bahwa Indonesia telah mengenal Islam tanpa tentara dan pedang, karena Islam masuk ke Indonesia melalui tangan-tangan perdagangan. Tapi Indonesia sekarang menjadi sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, bahkan dari Indonesia banyak lahir para ulama-ulama hebat yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Ulama tasawuf, ulama tafsir, ulama hadis dan masih banyak lagi.
Di awal abad 21 ini bahkan sudah tidak ada penaklukan tentara muslim terhadap negeri-negeri non Muslim, tetapi justru sebaliknya Islam sekarang di serang di mana-mana. Terlepas penyerangan para kaum orientalis terhadap Islam melalui berbagai cara, tapi tidak sedikit bahkan banyak, populasi umat Islam dunia saat ini telah meningkat amat pesat. Jadi dalam ayat itu Allah ingin menegaskan bahwa bukan karena ilmu dan usaha mereka sendiri orang-orang itu berbondong-bondong masuk Islam, tetapi karena rahmat Allah lah semua itu terjadi.
Seperti penafsiran dari para ahli hakikat terhadap surat a-Nashr tersebut yang saya ambil juga dari buku Rumi, bahwa makna surah itu adalah bahwa manusia menganggap diri mereka mampu membuang sifat-sifat tercela dengan ilmu dan usaha mereka sendiri. Saat mereka berjuang dan mengerahkan seluruh kekuatan serta menggunakan segala cara, mereka didera putus asa. Pada saat itulah Allah berfirman:
“kau menyangka mampu mewujudkan semua itu dengan kekuatan, usaha dan perbuatanmu. Itu adalah sunnah yang telah aku tetapkan: curahkanlah semua yang kau miliki di jalanku, niscaya aku melimpahimu dengan anugerahku. Aku memerintahkan kepadamu untuk menempuh jalan yang tak berujung ini dengan kedua tangan dan kakimu. Aku tahu, kau tidak akan mampu melintasinya dengan kedua kaki lemahmu itu, bahkan selama ratusan ribu tahun pun kau tidak akan mampu melintasi satu tempatpun. Tetapi, jika kau terus berjalan hingga jatuh pingsan dan tak ada lagi tenaga yang tersisa di tubuhmu untuk berjalan, saat itulah pertolongan datang. Seperti anak kecil, selama disusui, ia digendong dengan kedua tangan. Setelah tumbuh besar, ia dibiarkan berjalan sendiri. Sekarang, saat tidak tersisa sedikitpun tenaga di tubuhmu –setelah kau curahkan kekuatanmu dan kesungguhanmu dari waktu ke waktu, saat tidur maupun terjaga- akan kutunjukkan kepadamu kelembutan yang darinya kau akan memperoleh kekuatan sehingga kau bisa mencariku dengan penuh harap. Begitu juga ketika tidak ada lagi cara yang bisa kau pergunakan”.
Maha benar Allah atas segala firmannya.






Senin, 11 Juni 2018

Aku dan Hari-hari Terakhir Ayah



Di awal pekan hari sabtu bulan Safar, aku yang sudah beberapa kali menunda pulang ke rumah, akhirnya hari itu tekad kuat mendorongku. Sebelumnya pada hari Raya Idul Adha, Ayah dengan suara lembutnya di ujung telepon menyuruhku untuk pulang ke rumah, tapi aku menolaknya karena untuk lebaran Haji, kampus tidak memberikan libur panjang. Sebenarnya bisa saja pulang, hanya saja aku sedikit manja dengan badan yang harus diajak bolak balik Tempat rantauan ke kampung halaman. Kemudian pada tanggal 10 Muharam, ayah dengan suara di ujung telepon sana menyuruhku untuk pulang, tapi aku mengatakan tidak bisa, karena sedang sibuk kuliah dan alasan sebenarmya adalah karena aku memang tidak mau pulang. Dua momen itu yang sampai sekarang selalu aku sesali kenapa aku tidak pulang saja ke rumah. 

Bulan Safar/November, Hari Sabtu 21 November akhirnya aku pulang ke rumah, setelah saudara tertuaku menyuruh untuk pulang karena Ayah di rawat di rumah sakit. Tetapi hari itu sebelum akhirnya aku pulang, aku sengaja menunggu telepon dari ayah, agar beliau juga yang menyuruh aku pulang, tapi beliau tidak menghubungiku. akhirnya aku yang menghubungi nomor beliau, tapi tidak diangkat. Dan akhirnya hari itu aku putuskan untuk pulang. Oh iya malam sebelum besoknya aku pulang, aku bermimpi ayah terbaring sakit di tempat tidurnya sambil tersenyum.
 
Setelah beberapa jam perjalanan, aku sampai di kota baja. Aku langsung singgah di Masjid Agung kota baja tersebut, sambil menunggu jemputan aku melaksanakan solat ashar terlebih dulu. Sebenarnya bisa saja aku langsung ke rumah sakit, tapi aku tidak tau rute, tidak tau harus naik angkot yang mana dan ditambah badan aku yang lumayan lelah. Setelah menunggu, akhirnya saudara tertua datang dengan Mobil keramat milik Ayah. Sepanjang jalan menuju rumah sakit, aku menatap jalan ramai di luar jendela mobil. Sesekali bercuap-cuap sampai kemudian saudara tertua menyuruhku agar nanti saat ketemu ayah aku tidak boleh menitikkan air mata, bersikaplah ceria. Kurang lebih seperti itu yang ia katakan. Sesampainya Rumah sakit, aku berjalan mengikuti saudara tertua itu sampai akhirnya tiba di kamar tempat ayah di rawat. Aku mengucap salam, mengulas senyum sambil mengatakan 'Ayah sakit apa? ' tanpa bicara apa-apa, ayah langsung memelukku (aku tidak sadar bahwa ini pelukan terakhir) sambil menangis dan akhirnya akupun ikut menangis, menangis bersama. 

Malam itu aku tidak menginap di rumah sakit, karena aku tidak membawa baju ganti. Sebelum pulang dari rumah sakit, aku menghubungi Teteh (panggilan untuk saudari perempuan tertua) yang ada di Bandung, menyuruhnya agar segera pulang. Meski ayah tidak menyuruhku untuk itu, tapi aku yakin tidak ada orang tua yang tidak senang dengan kedatangan anak-anak nya, meski sebesar apapun masalah yang telah dilakukan anak-anaknya. Besoknya hari Ahad, teteh yg dari Bandung sampai di rumah sakit dan benar saja ayah langsung memeluknya sambil menangis. Bagaimana kondisi ayah kala itu?  Ayah duduk saja, ibadah duduk, tidurpun duduk. Ayah yang tidak mau melakukan cuci darah, memutuskan untuk pulang saja ke rumah pada hari selasa. Dan pihak rumah sakit sudah lepas tangan tidak akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa terhadap ayah, karena sebenarnya sakit ayah cukup parah, bahkan sangat.
Hari selasa di tengah hari dengan sinar Mentari yang bersinar, kami membawa ayah pulang. Saudara tertuapun membawa mobil dengan sangat pelan, ayah duduk di sampingnya. Aku dan keluarga yang lain di bagian tengah dan belakang. Ada adegan dimana kami semua menangis di dalam mobil. saudara tertua yang sedang menyetir mobil, tiba-tiba tangan kirinya mengurut pundak ayah yang sedang kesakitan sambil menangis, sontak kami yang dibelakang menangis semua. Sesampainya di rumah, semua orang sudah menunggu, saudara-saudara ayah, keponakan-keponakan ayah dan masih banyak yang lain. Ayah langsung dituntun di ruangan depan kamar ayah, beliau langsung duduk dan di urut oleh orang-orang yang sudah menunggu di rumah. Malamnya aku dengan saudara-saudara yang lain menjaga beliau, aku yang sedang berada di samping beliau  mengatakan bahwa besok hari rabu aku akan kuliah, karena memang ada jam kuliah, beliau mengizinkan aku berangkat keesokannya. Sebelum berangkat beliau mengatakan, 'nanti pulang lagi kan? ' aku mengatakan iya. Dan aku baru pulang besok, saat hari kamis. Tidak sedikitpun terbesit bahwa beliau memang sudah tidak akan lama lagi. Ini yang membuat  aneh, biasanya kalau ayah sakit, aku selalu baper dan selalu mikir macam-macam, tapi yang ini tidak sama sekali. Malam kamis, saat aku tidur di tempat rantauan, aku bermimpi bertemu dengan seorang bapak berjubah putih dan badannya sedikit berisi, mengatakan 'kamu yang sabar ya' setelah itu ia pergi. Aku lagi-lagi tidak berfikir macam-macam, aku pikir ayah akan sakit panjang, makanya aku harus sabar. Dan perlu pembaca sedikit tau tentang aku yang sebenarnya tidak mau percaya dengan mimpi. Jadi mau mimpi apapun sebenarnya tidaklah berpengaruh apapun, karena aku fikir itu cuma mimpi, Baik dan buruk dalam hidup kita semua sudah ditentukan Allah. 

Banyak yang datang menjenguk Ayah, memberikan saran berobat sana, berobat sini, berobat ini dan itu. Terimakasih semoga Allah membalas semua nilai ikhlas kebaikan kalian untuk Ayah. Hari sabtu, sebenarnya aku ada jam kuliah, tapi aku bersyukur aku tidak berangkat. Pagi hari sabtu, ayah mengucapkan terimakasih padaku karena aku tidak kuliah, mengatakan 'sudah izin sama dosennya kan? ' aku katakan sudah semua yah. Di tengah hari, hari sabtu ayah menyuruh mamah dan saudara tertua untuk membayarkan beberapa hutang kepada teman beliau. Oh iya pada hari sabtu juga, keluarga mencari kursi terapi buat ayah, yang merupakan saran dari beberapa orang yang menjenguk. Tapi kursi itu tidak ada, alias kosong, Habis.

Aku ingat di tengah hari itu ayah marah, karena saudara tertua dan saudari tertua menyarankan ayah agar mau berobat ke salah satu tempat. Setelah marah, ayah dengan lembut mengatakan 'kamunya yang sabaaaaarrrr, ayah lagi nunggu obat yang udah dipesan'. Di hari sabtu ini juga aku terakhir menuntun ayah ke kamar mandi.

Maghrib Ahad, ayah yang sedang kesakitan, melakukan tayamum dan solat sendiri. Kami tidak tau bahwa di ruangan itu ayah sendirian. Tapi ayah melakukannya sendiri dan ternyata itu adalah solat maghrib terakhirnya. Malam Ahad, masih banyak orang-orang membesuk Ayah, Terimakasih saudara-saudara ku, semoga nanti kita berkumpul lagi di surga Allah. Malam itu aku tidak menemani ayah tidur di depan, karena masih banyak orang. Akhirnya aku dan teteh yang dari Bandung, tidur berdua di kamar belakang. Kemudian saudara tertua membangunkanku agar menemani ayah di depan. Kemudian aku ke depan, ayah sempat marah karena oksigennya sudah habis dan masih menunggu paman dan kakak ipar yang masih mencari oksigen di beberapa Apotek. Setelah itu aku tertidur di ruangan ayah, tapi melihat masih ada yang datang dan mengobati, aku pindah ke ruang TV. Disinilah awal sesak dan air mata itu dimulai. Kurang lebih Jam 02.00 dini hari, Bibi yang merupakan adik perempuan ayah membangunkanku sambil mengatakan 'bangun-bangun ayah udah sesak'. Aku yang kaget langsung berdiri, lari ke kamar belakang membangunkan teteh yg tertidur di situ. Kita langsung kumpul semua di depan dan apa yang dikatakan ayah membuat aku rasanya marah sekali saat itu. Ayah mengatakan 'udah jangan diurut lagi udah tidak terasa', ayah melihat jam lagi dan mengatakan 'jam berapa saya mau dijemput ya allah' kemudian beliau mengatakan pada kami semua yang ada di situ 'kalian yang ikhlas yaa' sontak kami semua menangis termasuk aku yang mengatakan 'bagaimana kalau aku tidak ikhlas' jika mengingat bagaimana aku kala itu, aku seperti orang yang tidak paham agama. Aku nangis sambil jalan menuju ruang belakang, kemudian aku ke depan lagi. Saat itulah aku melihat ayah seperti sedang melihat sesuatu, kemudian sadar kembali dan memberikan beberapa nasehat kepada aku dan teteh yang dari Bandung, setelah itu beliau minta agar orang-orang disekitar membaca surat AlMulk setelah sebelumnya mereka membaca surah Yaasin dan beliau mengatakan 'adem/sejuk' saat mendengar surat Almulk dibacakan. setelah itu beliau solat isya jam 03.45. Karena memang biasanya beliau solat menunggu sakitnya sedikit mereda, sedangkan malam itu sakitnya luar biasa. Kemudian Beliau tayamum dibantu saudara tertua, ipar-ipar dan keponakan2 nya. Di rakaat kedua itulah ayah pergi di pangkuan Allah, semoga Allah jadikan kuburnya taman-taman surganya. Ayah sudah menerima jemputan yang sedari itu ditunggunya, tanggal 18 Safar/29 November pukul 04.00 ayah kembali lagi ke alam kekal.

Oh iya obat yang ditunggu ayah, baru datang hari senin, saat melihat obat itu, kamipun menangis lagi. Bukan menangisi takdir yang sudah tertulis, kami hanya menangis karena Rindu. 

Ayah Di malam 27 Ramadhan ini aku menulisnya, aku seorang anak yang penuh penyesalan karena tidak benar-benar berbakti kepadamu. Semoga saat kami menyusulmu ke dimensi sana, kita akan bersama lagi. Ayah aku menitipkan salam melalui Paman ( adik laki-laki ayah) yang menyusulmu bulan Sya'ban lalu, aku hanya membisikannya dalam hati, saat beberapa jam lagi paman akan pergi. apakah salam itu sampai?  Ahh aku seperti terlalu banyak berimajinasi. Semoga Ayah dan saudara-saudara nya yang sudah tidak ada di dimensi dunia, bisa berkumpul bersama di sana dengan curahan Rahmat dan pengampunan Allah. اامين
Ini sekelumit cerita aku dan hari-hari terakhir ayah, cerita singkat ini semoga dapat diambil Ibrah, agar siapapun yang sedang merantau jangan lupa untuk pulang.

Senin, 07 Mei 2018

Wajah Gurun Pasir

Saya baru saja selesai membaca sebuah Novel yang banyak memberikan pencerahan buat saya yang sedang menulis tentang “Arab dan Non Arab”. Karena memang agak janggal ketika saya menulis tentang orang-orang bangsa Arab, tapi saya sendiri belum pernah menyaksikan secara nyata bagaimana keadaan di sana. Jadi novel karya Fuad Abdurrahman yang berjudul Pelukis Gurun Pasir  ini menjadi referensi buat saya tentang bagaimana masyarakat Arab di sana.
Seorang laki-laki bernama Prasetyo yang kerja di kota Zulfi, Arab saudi sebagai pelukis. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan menjadi guru di negaranya Indonesia, karena melihat bagaimana rapuhnya sistem pendidikan di Indonesia. Tapi bukan berarti ia memutuskan untuk tidak menjadi seorang pendidik, ia hanya ingin menggali kembali hobinya sebagai penulis dan pelukis.
Dari cerita penulis dalam novelnya tersebut, Pras menyaksikan sesuatu yang selama ini tidak terfikir olehnya. Di sana juga terdapat banyak kasus seperti Homosex dan perbuatan-perbuatan haram lainnya. Jadi intinya orang Arab itu kalau sudah begundal ya sangat begundal, mungkin karena memang titisannya Abu Jahal. Tapi mereka kalau sudah baik, tidak tanggung-tanggung baiknya, segala apapun mereka berikan, tidak berat tangan. Media di sanapun sangat ketat, maka dari itu kita jarang mendengar hal yang tidak selayaknya tentang negara Arab. Sekalinya ada berita tentang di bukanya sebuah tempat perjudian macem casino di Arab Saudi, banyak yang tidak percaya bahkan menganggap itu merupakan Hoax. Jadi alasan mengapa saya menulis ini adalah karena ketika saya menggapi berita tentang tempat perjudian besar di Arab Saudi, saya berkomentar begini “Manusia di Arab saudi juga sama dengan manusia di Indonesia. Manusia di sana belum tentu lebih baik dari manusia yang ada di Indonesia. Maka dari itu Allah sebutkan berkali-kali dalam Al-Qur’an kata Innallaha Alimun bidzatishuduur”. Karena komentar ini ada sebagian orang yang tidak setuju dan tetap fanatik bahwa Arab Saudi adalah negara Islam yang penghuninya suci-suci. Padahal mereka ya sama seperti kita, sama-sama manusia. bahkan uniknya di dalam novel tersebut di jelaskan beberapa perbedaan Islam di Indonesia dan di Arab, kalian bisa membacanya sendiri. Dan itu makin membuka cakrawala kita, ternyata memang siapapun pasti butuh Islamisasi lagi, bahkan negara Arab sekalipun yang merupakan tempat lahirnya Islam. Bukan tanpa alasan mengapa Allah menempatkan rasul terakhir di negara Arab saudi, karena memang Arab Saudi sebelum datangnya Islam, menjadi negara dengan kejahiliyyahan dan kebobrokannya.
Negara Arab menjadi negara terakhir yang melahirkan seorang manusia mulia  penutup para Nabi. Negara Arab menjadi negara yang selalu dikunjungi umat Muslim seluruh dunia, karena di dalam nya ada dua kota suci Makkah yang merupakan kota kelahiran sang Nabi dan Madinah yang merupakan kota dimakamkannya sang Nabi. Makkah dan Madinah tentu menyimpan banyak sejarah perjuangan Nabi dan para sahabatnya dalam menyebarkan Diinul Islam. Bermula di Makkah sampai kaum kafir semakin genting menyiksa Nabi dan para sahabatnya, hingga Akhirnya Nabi memutuskan untuk hijrah ke Madinah, hingga bertemulah dua golongan Muhajiriin dan Anshor dalam naungan persaudaraan Islam yang Rahmatalil Alamiin. Semoga suatu saat nanti Allah perkenankan kita beribadah ke dua kota suci tersebut, aamiinn
Selain ada manusia mulia tersebut, di Makkah dan Madinah atau negara Arab tentu ada manusia yang sebaliknya. Manusia yang memusuhi Nabi dan menghalangi jalan dakwah Nabi, ada manusia yang masih dalam kemaksiatan dan kesesatan. Karena tugas Nabi hanyalah menyampaikan, sedangkan Hidayah Allah lah yang memberikan.
Apakah manusia-manusia yang tingal di Arab Saudi lebih suci dari manusia-manusia yang bukan non Arab (A’jam). Tentu tidak! bukankah kita semua sama-sama manusia, yang sama-sama dikaruniai akal dan hawa nafsu. Bukankah yang membedakan manusia di mata Allah adalah ketakwaaanya, Allah selalu katakan dalam Al-Qur’an kalimat ‘Allahu Alimum Bidzatis Shuduur’ hati itu urusan Allah yang maha tahu.
Banyak negara-negara dengan mayoritas Muslim di dunia sebenarnya masih membutuhkan Islamisasiseperti yang dikatakan Muhammad Abduh “saya melihat Islam di eropa, tapi tidak ada muslim di dalamnya”. Artinya nilai-nilai Islam telah diterapkan Eropa, seperti akhlak, kebersihan, kedisiplinan, semangat belajar dll, tapi sayangnya kebanyakan dari mereka tidak berTuhan. Sebaliknya sebut saja Indonesia yang mayoritas Muslim, tapi sedikit di temukan Islam di dalamnya, masih banyak yang mengabaikan hal-hal kecil seperti disiplin, menjaga kebersihan, semangat belajar dan bahkan di Indonesia ini seperti krisis Moral dan akhlak, padahal hal tersebut merupakan nilai-nilai dasar Islam yang harus diterapkan.  Seandainya kita satukan Islam itu ke dalam diri Muslim dengan benar-benar maka akan tercipta Islam rahmatal Lilalamiin yang sesuai dengan baginda Nabi saw ajarkan.
Benar adanya dengan apa yang sudah dikatakan Dr Zakir Naik ‘jika engkau ingin mengenali agama, kenali kitab sucinya bukan penganutnya’. Penganutnya bisa saja berbuat kesalahan karena memang manusia itu sifanya salah dan dosa, nabi-nabi saja pernah melakukan kesalahan, apalagi kita yang sifatnya hanya manusia biasa.
Maka dari itu, tak usahlah heran jika di Arab Saudi juga terjadi kemaksiatan dan hal-hal yang dilarang, mereka juga sama seperti kita, manusia biasa. mereka tidak bisa dikatakan lebih baik dari kita yang tidak tinggal di Arab, bukan itu yang menjadi penilaian Allah kepada hamba-hambanya. Semua kembali kepada keimanan dan ketakwaan masing-masing individu.
Teruslah berlomba-lomba dalam kebaikan, siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Dari Saya Manusia yang Punya Dosa menggunung di masa lalu, dan semoga itu tetap masa lalu, jangan sekarang dan masa depan.

Sabtu, 28 April 2018

Pendidikan tanpa Nyawa



Wajah pendidikan tanpa nyawa. Gambaran pendidikan yang sedang kita hadapi saat ini, seperti jalan di tempat, bergerak tapi hanya di tempat tidak maju-maju, dengan alasan takut menghadapi perubahan. Seorang pendidik menurut saya memikul tanggung jawab yang tidak biasa, baik dan buruknya seorang murid seolah menempel pada seorang pendidik. Acapkali jika sang murid itu baik dan berprestasi, seorang pendidik dianggap angin lewat. Tapi jika sang murid buruk dengan segudang kelakuan nakalnya yang diluar batas, maka sang pendidiklah yang menjadi nomor wahid untuk disalahkan. Saya juga tidak paham kenapa sikap seperti ini menjamur bak virus menyeramkan. Itulah memang mengapa menjadi seorang pendidik itu tidaklah seperti membalikkan telapak tangan, seorang pendidik harus berperang melawan gejolak yang ada di dalam hatinya. tapi faktanya manusia di separuh Indonesia masih memandang sebelah mata untuk seorang guru atau pendidik, karena mungkin menurutnya itu profesi yang tidak keren atau sebagainya. Tapi apapun penilaian orang lain terhadap diri kita, tidak akan mengubah siapapun diri kita di hadapan Allah.
Saya akan sedikit bercerita di tengah rasa pesimis saya yang sudah hampir meledak. Saya memang harus banyak berkaca diri, setelah saya menghadapi seorang murid yang lebih memilih dihukum daripada harus belajar. Mungkin menurutnya mendapat hukuman itu keren atau memang ada hal lain yang membuat sang murid itu malas untuk belajar. Mungkin memang pengajaran saya sangat membosankan dan tidak menyenangkan, sampai akhirnya mereka menganggap belajar itu menjadi hal yang sangat angker seperti Kuntilanak. Atau mungkin juga mereka sendiri yang membiarkan Malas itu menjamur dalam urat nadi mereka. waallhu a’lam.
Mungkin sebagian teman saya yang juga seorang guru akan mengatakan ‘di tempat saya tidak seperti itu’, tapi itulah memang kenyataannya yang sedang saya hadapi sekarang, gairah belajar yang hilang. Otak yang merupakan investasi yang tidak akan pernah habis seolah mereka buang begitu saja. Seolah mereka  mengatakan bahwa yang mereka butuhkan adalah Ijazah, bukan Ilmu. Karena dengan Ijazah bisa mendatangkan uang, sedangkan ilmu tidak mendatangkan uang. Sungguh miris bukan? Tapi itulah faktanya paradigma yang di dewakan. Padahal Islam sudah jelas memberikan keterangan yang sangat gamblang sekali keutamaan manusia yang sedang Tholabul Ilmi, bahkan Islam mengajurkan kepada kita agar terus mencari ilmu sampai liang lahat. Itu artinya jangan pernah berhenti untuk belajar, karena hidup ini adalah perjalanan yang penuh pelajaran. Allah akan menuntun hambanya melalui Ilmu. Allah akan membukakan pintu rezeki hambanya melalui ilmu. Ilmu dan Ilmu yang merupakan cahaya Allah, yang tidak akan sampai pada manusia-manusia yang suka berbuat maksiat.
Menjadi seorang pendidik tidak bisa hanya berbekal Ijazah saja, tapi lebih dari itu. seorang pendidik membutuhkan kedalaman hati yang mulia, kesabaran dan keikhlasan harus berjalan bergandengan jangan sampai dipisahkan. Pondasi keduanya harus tertancap kuat tidak boleh oleng hanya karena sedikit terpaan angin. Ikhtiar tanpa henti, selebihnya serahkan pada Allah, karena bagaimanapun Allah lah yang maha membolak balikan hati.
Saya sering mengeluhkan sistem pendidikan yang bobrok di Indonesia, tapi tanpa sadar saya sendiri yang membuat bobrok pendidikan ini. Karena tidak jarang saya merasa pesimis menghadapi karakter pemuda sekarang yang menomor wahidkan Uang di atas segalanya. Tidak jarang saya merasa marah dan geram karena jauhnya akhlak mereka dari kata mulia. Tidak jarang saya merasa ingin meninggalkan mereka dan membiarkannya saja terpontang panting dengan kebobrokannya. Tidak jarang saya merasa benar-benar menyerah saat menghadapi mereka yang sudah acuh sekali dengan Ilmu. Tidak jarang saya masih mengharapkan materi yang besar atas lelah saya mendidik mereka. Sungguh inilah awal mula pendidikan Indonesia harus mundur ke belakang, menyebabkan masyarakat di dalamnya seperti  tak punya jati diri, yang bisanya hanya ikut musim-musiman yang silih berganti.
Sungguh wajah pendidikan tanpa nyawa adalah saya. Dan sekarang saya ingin nyawa itu kembali bukan hanya satu, tapi seribu nyawa dan satu jiwa yang kuat untuk menghadapi dan merubah pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik. Jangan takut untuk menghadapi perubahan, jangan gentar menghadapi cercaan, dan jangan menyerah menghadapi anak-anak yang jauh dari Akhlakul Kariiman.
”Ilmu tidak di dapat hanya dengan bersantai-santai” (Imam Syafi’i)
Tulisan ini dari Saya yang sedang dididik kesabaran dan keikhlasannya oleh tingkah laku mereka, semoga pendidikan dari mereka membuahkan hasil yang manis. Mari sama-sama belajar dari siapa-pun, kapan-pun dan dimana-pun. Semoga kita termasuk ke dalam hadis Nabi yang mencari ilmu sampai liang lahat, Aamiinn



Selasa, 24 April 2018

Sayap-Sayap Patah (Kahlil Gibran)


Di Dunia ini siapa yang tidak mengenal Kahlil Gibran, seorang lelaki yang lahir di Lebanon pada tahun 1883. Saya pun tau nama Kahlil Gibran, namanya terkenal bukan hanya di dunia sastra saja, tapi kalamnya sudah mampu menyihir siapapun yang membacanya. Untuk kali pertama saya membaca karya Gibran sampai selesai, dari buku yang berjudul Sayap-sayap Patah dengan judul asli Al-Ajnihah al-Mutakassirah. Buku ini diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono, yang membuat nilai puitisasi ini tidak hilang dari aslinya.
Sayap-sayap Patah, di cerna dari judulnya saja kita pasti paham alur Novel ini. Kisah yang sangat menyayat hati, kemudian dibumbui dengan kalam-kalam syair yang begitu tinggi. Dalam novel ini mengatakan bahwa Cinta itu tidak didapat hanya dengan kita perlu berlama-lama dengan orang tersebut, tapi cinta itu bisa timbul hanya dengan sebuah pandangan dan kesatuan dua jiwa manusia tersebut. Kisah dalam novel ini menurut saya bikin sesak di dada, bagaimana tidak seorang dua insan yang saling mencinta tapi tidak bisa saling bersama, selalu menjadi kisah yang membuat siapapun itu tidak ingin merasakannya.
“kau akan memasuki gerbang kehidupan, sementara aku akan memasuki gerbang kematian. Kau akan diterima dengan ramah, sementara aku hadir dalam kesendirian, tetapi aku akan membangun patung cinta dan menyembahnya di lembah kematian. Cinta akan menjadi satu-satunya yang membuat nyaman dan aku akan meneguk cinta seperti anggur dan mengenakanya seperti pakaian. Saat dini hari, cinta akan membangunkanku dari tidur dan membawaku ke ladang yang jauh dan saat siang hari akan membawaku di bawah rindangnya pohon-pohon, tempat aku akan menemukan perlindungan bersama burung-burung dari panasnya matahari” (hlm 64)
Selamat menikmati sayap-sayap patah dalam kehidupan, semoga kita bisa menyulamnya kembali...

Kamis, 19 April 2018

Berkenalan dengan Sunan Ibnu Majah


Kitab Sunan Ibnu Majah adalah nama yang bukan diberikan oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu Majah, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibnu Majah.
Kegemaran Ibnu majah semenjak kecil akan ilmu hadits membuat ia tak bosan mencari dan menemukan hadits yang tersebar diberbagai ulama hadits tanpa memandang dimana ulama hadits itu berada, sehingga berkat ketekunannya pada akhirnya Ibnu majah menjadi ulama hadits yang sangat masyhur pada zamannya.
Keahlian dalam ilmu hadits ditunjang dengan koleksi hadits-nya yang sangat banyak membuat ia berkeinginan menyeleksi dan mengumpulkan (kodifikasi) hadits yang ia terima dari berbagai guru-gurunya yang tentunya dengan terlebih dahulu adanya upaya penyaringan berdasarkan segi kualitasnya. Adapun jika dilihat dari motivasi kenapa Ibnu Majah menyusun kitab hadits diperkirakan sebagai berikut:
Pada masa hidup Ibnu majah kondisi pada waktu itu adalah puncak atau zaman keemasan dari pada ilmu hadits hal itu terlihat dari banyaknya pembukuan hadits secara besar-besaran. Dengan kondisi itu dimungkinkan Ibnu majah pun termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
Secara umum bisa dilukiskan bahwa kitab Sunan Ibnu Majah dibagi kedalam beberapa bagian, dan dalam bagian dibagi lagi kedalam beberapa bab. Adz-Dzahabi berpendapat bahwa Sunan Ibnu Majah memuat 4.000 Hadits yang terbagi menjadi 32 bagian dan 1.500 bab. Dan penrhitungan serupa juga disampaikan oleh Abu Hasan al-Qattan[1] (334-415 H).
Dalam Penyelidikan Fuad Abdul Baqi, jumlah Hadits yang termaktub dalam kitab Sunan Ibnu Majah adalah 4.321 Hadits yang terbagi kedalam 37 bagian dan 1.515 bab. Meskipun berbeda Fuad Abdul Baqi dengan Adz-Dzahabi dan Abu Hasan al-Qattan dalam menghitung jumlah hadits dalam Sunan Ibnu Majah, ini dikarenakan metode yang digunakan mereka berbeda.[2]
Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadits yang terkodifokasi dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:
·         428 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits Shahih.
·         199 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits Hasan.
·         613 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits lemah Sanad-nya.
·         99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits munkar dan makdzub .
Kitab Sunan Ibnu Majah terdapat banyak tema. Setiap tema disebut dengan kitab (bab). Berikut ini untaian kitab (bab) yang terkandung didalamnya.

No
Nama Kitab (bab)
-
Muqaddimah
1
Kitab Tentang Taharah
2
Kitab Tentang Shalat
3
Kitab Tentang Azan
4
Kitab Tentang Masjid dan Shalat Jama’ah
5
Kitab Tentang Menegakkan shalat dan Kesunahannya
6
Kitab Tentang Jenazah
7
Kitab Tentang Puasa
8
Kitab Tentang Zakat
9
Kitab Tentang Pernikahan
10
Kitab Tentang Perceraian
11
Kitab Tentang Tebusan (Kafarat)
12
Kitab Tentang Perdagangan
13
Kitab tentang Hukum
14
Kitab Tentang sedekah
15
Kitab Tentang Zuhud
16
Kitab Tentang Luqatah (barang temuan)
17
Kitab Tentang Pemerdekaan Budak
18
Kitab Tentang Syuf’ah
19
Kitab Tentang Batas-Batas Hukum (Hudud)
20
Kitab Tentang denda (diat)
21
Kitab Tentang Wasiat
22
Kitab Tentang Kewarisan
23
Kitab Tentang Jihad
24
Kitab Tentang Haji
25
Kitab Tentang Penyembelihan Hewan Kurban
26
Kitab Tentang Perburuan
27
Kitab Tentang Makanan
28
Kitab Tentang Minuman
29
Kitab Tentang Pengobatan
30
Kitab Tentang Pakaian
31
Kitab Tentang Adab
32
Kitab Tentang Do’a
33
Kitab Tentang Takwil Mimpi
34
Kitab Tentang Fitnah

Bila kita perhatikan dengan seksama, sudah tentu tema-tema tersebut merujuk kepada tema fiqih. Dengan kata lain Sunan Ibnu Majah adalah kitab hadits yang mayoritas berisi persoalan-persoalan fiqih, meski ada juga hal-hal lain yang dibahas didalamnya, secara umum bisa dikatakan bahwa tema paling dominan adalah tema fiqih. Beliau menyusun hadits secara tematik, yakni menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih.[3]
Kitab Sunan adalah kitab ke 6 dari Kitab al-Sittah dan telah menjadi pandagan para ulama muhaditsin, dan posisinya diatas dari kitab Muwat, karena terdapat hadits-hadits baru (periwayatan dari Ibnu Majah pribadi) yang tidak ada pada kitab al-Khomsah (Lima Kitab Hadits). berbeda dengan Muwatok (yang memiliki hadits yang lebih sohih dan telah ada di kitab al-khomsah lainnya, dan dapat kita kenal dengan nama Kitab Zawaid Ibnu Majah.
Bila kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits, mereka turut memasukkan pendapat para ulama faqih setelah penulisan hadits. Namun Ibnu Majah sebaliknya. Bilapun ada mungkin hanya sebagian kecil saja menurut beliau peting.
Pada kitab ini Ibnu Majah jarang untuk menyebutkan hukum serta alasan hadits yang ia riwayatkan, baik itu berupa hadits sohih, termasuk do’if pun tidak. Hanya saja kita hanya dapat melihat lebih lengkap dari ucapan para Ulama lain yang terletak pada bagian catatan kaki pada kitab, yang disertai tambahan keterangan dari kitab Zawaid.
Dari segi Rijal al-Hadits, Ibnu Majah termasuk ulama yang mudah memasukan rijal al-hadits. Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh periwayat pendusta dimasukannya dalam kitab Sunan Ibnu Majah. Yang manarik dari kitab Sunan Ibnu Majah adalah kitab ini memuat hadits-hadits yang tidak dijumpai oleh pengarang-pengarang hadits sebelumnya yakni : Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tarmizi dan al-Nasa‟i. Terdapat 125 nama perawi hadits yang tidak ada pada kitab al-sittah kecuali pada pada kitab Sunan Ibnu Majah, dan itu dengan berbagai macam bentuk penilaian jarah wa ta‟dil yang diberikan oleh berbagai kalangan ulama, seperti :
 a. Isma’il bin Ziyah.
b. Harish bin al-Khirrit.
c. Basyari bin Kidami.
d. Yusuf bin Khalid : karena pendusta
e. Muhammad bin Abd al-Madani: karena pendusta.[4]


Sumber Tulisan: Makalah: Fitriyah Syam'un dan Popon Ruqayah dalam mata Kuliah Kajian Kitab Hadits, Prodi Tafsir Hadits Institut Ilmu Al-Qur'an.






[1] Nama asli Beliau adalah al-Hafiz Imam al-Qudwah Abu al-Hasan bin Bahar al-Qozwani. Syamsudin bin Abu „Abdullah Muhammad, Tadzkiroh al-Hufaz, h.156, Beliau juga merupakan sahabat dari Ibnu Majah.
[2] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 115
[3] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 116-117
[4] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 117-118

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...