Senin, 25 Maret 2019

The Kite Runner by Khaled Hosseini



Afghanistan. Salah satu negara yang tidak terlalu banyak saya ketahui keadaannya, hanya sedikit saja yang membuat saya teringat Afghanistan yaitu negara yang rawan peperangan, tidak maju, terbelakang dan yang paling saya ingat adalah para pejuangnya yang menamakan diri sebagai pejuang Taliban.
Ketika saya membaca novel ini dan sang penulis menggambarkan wajah asli Taliban, dalam hati saya sangat bersyukur bahwa Indonesia tidak diselamatkan oleh pejuang-pejuang seperti Taliban yang kebiasaannya hanya memutar tasbih dan melantunkan ayat-ayat suci yang tidak mereka pahami maknanya. Seorang pejuang yang selama ini saya menganggapnya sebagai penyelamat negara Afghanistan, tapi nyatanya setelah itu mereka menguasai rakyat-rakyat kecil dan berlaku seperti binatang dengan mengatasnamakan Agama. mereka mempunyai Syariat Taliban tapi mengakuinya sebagai bagian dari Syariat Islam dan siapapun yang bertentangan dengan Taliban maka wajib dihukumi mati dengan cara di lempari batu di sebuah lapangan sepak bola. Ah membayangkan saja sudah sangat miris dan mengerikan, anak-anak di sana kelaparan dan banyak dari mereka kehilangan orang tua karena sebuah serangan bom dan yang sangat menyakitkan adalah adanya sebagian dari mereka yang menjual anggota tubuhnya untuk memenuhi perutnya dan perut keluarganya di rumah.
Novel ini benar-benar sangat amat menarik hati dan air mata saya ketika membacanya, penuh emosi dan sangat mengharukan. Novel yang berjudul The Kite Runner milik Khlaed Hosseini telah menjawab sebagian dari diri  Afghanistan dan Taliban. Novel ini terbit tahun 2003 dan saya sangat terlambat membacanya di tahun 2019, tapi keterlambatan ini tidak mengubah apapun karena kisahnya yang sangat bisa dinikmati oleh semua kalangan umur.
Novel ini tebalnya lebih dari 400 lebih halaman, beberapa lembaran yang saya nikmati dari kalimat-kalimatnya sudah mampu membuat saya menangis tersedu sedan. Kisah Afghanistan, Kabul, Hasan dan Amir, Baba, Ali, layang-layang, persahabatan, penghianatan, perlindungan, kesetiaan, kekerasan dan penyesalan. Tokoh utama yang bernama Amir membuat saya sangat marah pada awalnya, tapi saya rasa memang wajar karena pada bagian cerita yang membuat saya marah pada Amir adalah ketika Amir masih seorang anak kecil.
Sungguh saya tidak menyesal membelinya, banyak pelajaran yang sangat menampar untuk kita yang hidup nyaman dan tentram di Indonesia. Penasaran dengan bukunya, langsung saja beli di Web Mizan secara Online atau Offline dan selamat menikmati wajah Taliban yang sesungguhnya.


Senin, 11 Maret 2019

The Pilgrimage/Ziarah by Paulo Coelho


Ziarah/ The Pilgrimage adalah buku kedua dari Paulo Ceolho yang saya baca. Tidak jauh berbeda dengan buku The Alkemist yang saya baca sebelumya, buku ini bercerita tentang seorang yang melakukan perjalanan spiritual. Novel ini juga sekaligus menjadi perbandingan saya dalam menelusuri agama-agama di dunia. Banyak sesuatu yang unik dan aneh ketika membaca buku ini, karena saya menemukan cara-cara untuk mencapai kespiritualan yang sangat berbeda dengan agama saya (Islam). Tapi Lakum diinukum wa Liyadiin. Saya meyakini dengan apa yang saya yakini kebenarannya begitupun dengan mereka yang beragama Non Muslim. Tetapi terlepas dari itu semua, sedikit banyak ada nilai-nilai yang juga bisa kita terapkan untuk menjalani kehidupan yang sementara ini. Ketika Paulo mengatakan bahwa kematian adalah nasihat terbaiknya, saya jadi teringat perkataan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah yang mengatakan bahwa sebaik-sebaik nasihat adalah kematian.

Novel ini sebenarnya sudah lama sekali terbit, terbit tahun 1987 tahun dimana saya belum lahir dan bahkan janinpun belum ada di perut ibu. tapi novel ini masih sangat menarik untuk dinikmati oleh para kaum abad 21. Meskipun novel Ziarah ini novel yang sangat kental sekali dengan perjalanan spiritual agama Kristen, tapi jujur saya tidak mempermasalahkannya. Karena  dari manapun kita dapat mengambil sebuah pelajaran tanpa harus menukar dengan apa yang sudah kita yakini kebenarannya. Selain itu Novel ini juga bisa menjadi referensi buat teman-teman yang mengambil jurusan Perbandingan Agama, agar bisa dibuat perbandingan dalam melakukan penelitiannya.

Konon cerita dalam novel ini adalah cerita asli dari perjalanan spiritual Paulo Coelho. Karena ketika itu Paulo yang sedang melakukan perjalanan dalam pencarian pedangnya. Ketika itu ia mendapat nasihat dari pemandunya, agar setelah melakukan perjalanan spiritual tersebut, para penziarah diharuskan mengabadikannya entah dalam bentuk lukisan atau apapun. Dan Paulo memilih untuk mengabadikannya dengan tulisan yang kemudian menjadi sebuah novel.
Ada yang membuat saya meringis dan aneh, ini hanya opini saya pribadi tidak ada maksud menyudutkan keyakinan siapapun. Ketika berselancar di novel ini, saya merasa sangat kasihan dengan Paulo yang ingin mengapai Spiritual tapi harus banyak merasakan hal-hal yang menyiksa fisik sendiri. Mungkin memang sesuai dengan keyakinan mereka bahwa Yesus yang mereka anggap sebagai anak Tuhan juga telah merasakan penderitaan yang sangat luarbiasa sampai harus  disiksa hingga akhirnya disalib. Tapi terlepas dari pikiran saya yang merasa aneh, masih banyak pelajaran-pelajaran yang dapat diambil.  dan usaha mereka untuk mencapai spiritual yang tinggi juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Islam, hanya saja dengan keyakina dan cara yang berbeda.

Baiklah itu saja, jika penasaran dengan novelnya silahkan beli Online, karena saya tidak menemukan di Gramedia2 yang sudah saya kunjungi. Terimakasih

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...