Sabtu, 05 Juli 2014

Mari Belajar dari Sahabat Umar bin Khattab ra

Satu hari terlihat Umar bin Khattab berlari-lari mengejar seekor unta. Rupanya unta yang lepas itu berasal dari peternakan Baitul Maal. Ketika ditanya “Wahai khalifah, mengapa tuan tidak menyuruh anak buah untuk menangkap unta liar tersebut?” Umar pun menjawab, “Ini aku lakukan karena aku tidak siap menjawab pertanyaan Allah di yaumil akhir nanti, bahwa Umar telah mensia-siakan sebagian harta umat yang diamanahkan di atas pundak Umar di Baitul Maal?” Luar biasa, begitu teguh Umar mengemban amanah yang ada di pundaknya. Bandingkan dengan apa yang terjadi di negeri kita ini. “Unta yang lepas dari Baitu Maal” itu terjadi setiap hari. Wujudnya bisa berupa dana triliunan rupiah yang mengucur lewat skema BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Atau jutaan kubik kayu yang ditebang dari hutan-hutan di Indonesia, dan tak jelas ke mana hasilnya. Begitu pula dengan miliaran rupiah dana yang terbang dari bank-bank milik pemerintah, akibat transaksi-transaksi fiktif beberapa waktu lalu. Sayangnya tak terlihat pemimpin kita yang mengejar dengan terbirit-birit, dana yang kabur dari kas negara tersebut. Seandainya mereka sempat mendengar kisah Umar ini, boleh jadi sikap mereka akan lain.
Tak hanya untuk urusan itu Umar patut diteladani. Beliau juga selalu meminta sahabat-sahabat senior untuk melakukan social audit serta teguran jika ia diindikasikan melakukan penyelewengan. Pernah satu ketika ia mengumumkan secara terbuka di masjid. “Siapa yang berkenan untuk meluruskan aku ketika aku menyimpang”. Tiba tiba meloncatlah seorang sahabat dengan pedang terhunus dan berkata, “Wahai amirul mukminin, niscaya akan aku luruskan engkau dengan pedang ini jika aku mendapatkan engkau khianat dengan amanah rakyat yang ada di pundakmu”. Mendengar pernyataan itu Umar tersenyum gembira, ”Alhamdulillah masih ada yang sayang kepada saya dan bersedia mengingatkan”.
Seorang pemimpin yang paripurna, tentu tak sekadar jujur dan memegang amanah. Ia juga harus cerdas dan mampu menciptakan suatu sistem yang baik, sehingga kejujuran dan amanah itu tidak hanya berlaku bagi dirinya, namun juga seluruh aparatnya. Tengok saja bagaimana Umar menciptakan satu sistem manajemen yang sangat terdokumentasi dengan baik. Atas instruksi Umar, Abdullah Ibn Arqam dan para asistennya melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran dengan lajur yang terpisah satu di sisi debet dan satu di sisi kredit. Pembukuan ini merangkum kharaj (1/5 hasil garapan atas tanah pemerintah), usyr (1/10 hasil panen pertanian), jizya (pajak kemanan dari non-muslim), ghanimah (1/5 dari pampas an perang) usyur al-tijarah (pajak impor sebesar 10%) dan zakat serta harta harta warisan dan peninggalan yang tidak ditemukan lagi ahli warisnya di sisi pendapatan (waridaat). Sementara gaji pegawai negeri, tunjangan untuk para pensiun ahli Badr dan Uhud, pembangunan infrastruktur, keperluan dakwah dan pendidikan, serta belanja angkatan bersenjata dicatat di sisi pengeluaran.
Tentu saja manajemen keuangan masa kini sudah jauh lebih baik dan moderen di banding zaman Umar. Namun yang perlu diteladani dari Umar adalah kemauannya untuk terus berkreasi dan berinovasi, melalui ijtihad yang tak henti-hentinya, untuk mengatasi persoalan-persoalan yang di masa itu belum ada contoh penyelesaiannya.
Masalah-masalah yang belum ada contoh penyelesaiannya, cukup banyak ada di Indonesia. Misalnya saja bagaimana mengelola aset perusahaan yang menumpuk di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN, lembaga yang kini sudah dibubarkan itu). Untuk mengatasinya, para pemimpin kita tampaknya harus “berijtihad” terus menerus.
Umar juga selalu menerapkan kebijakan keuangan publik yang mengemban amanah dan kepentingan rakyat. Hal ini tercermin dari prioritas Umar untuk membangun jalan-jalan sarana irigasi serta kanal-kanal penunjang irigasi pertanian. Tercatat Umar membangun kanal yang menghubungkan sungai Nil dengan Laut Merah.
Ah, seandainya para pemimpin kita bersedia meneladani Umar....


 Source: http://tazkiaonline.com/bicara.php?aksi=lihat&bicaraid=11



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...