Saat ini kita sedang berada
pada bulan Dzulhijah, bulan di mana seluruh umat Islam mendapat perintah untuk
berkurban bagi yang mampu. Berbicara tentang kurban, pasti ingatan kita akan
langsung tertuju pada kakek buyut Rasulullah saw yaitu nabi Ibrahim as, ketika
beliau diperintahkan oleh Allah azza wajalla untuk menyembelih anaknya, seorang
anak yang selama itu sudah dinantikannya sampai pada usia Ibrahim yang sangat
senja.
Perjalanan hidup nabi Ibrahim
as pasti membuat siapapun sangat mengagumi akan kepandaian dan kecerdasannya, seperti
salah satu kisah paling menarik yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an adalah
tentang pencarian beliau akan Tuhannya. Ibrahim adalah seorang nabi, tapi
beliau mencari Tuhannya sendiri melalui perenungan yang sangat dalam. Ketika
Ibrahim melihat bulan, ibrahim berkata “apakah ini tuhanku” dan ketika melihat
bulan itu terbenam, beliau mengatakan “aku tidak suka yang terbenam”. Kemudian
beliau juga melihat bintang dan mengatakan hal yang sama, tetapi karena bintang
juga terbenam, maka beliau mengatakan Tuhanku tidak akan terbenam. Dan yang
terakhir beliau mengatakannya kepada matahari “apakah ini Tuhanku, ini sangat
besar saya yakin ini adalah Tuhanku” tetap matahari itu terbenam dan beliau
mengatakan kembali “aku tidak menyukai yang terbenam”. Sampai pada kesimpulan
atas perenungannya sendiri, Ibrahim mengatakan “aku mengimani Tuhan yang
menciptakan bulan, bintang dan matahari”.
Tidak sampai di situ
kecerdasan Ibrahim dalam membuktikan logisnya tentang maha esanya Allah. Salah satu
kisah beliau dengan berhala-berhala yang disembah raja Namrud dan pengikutnya
ketika itu juga sangat menarik. Ayah beliau seorang pembuat patung pada masa
kerajaan Namrud, dan kala itu masyrakatnya adalah penyembah patung atau berhala
yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Pada suatu malam, ketika raja Namrud sedang
melakukan perayaan besar-besaran bersama rakyat dan pengikutnya, Ibrahim alaihi
salam diam-diam menyelinap di tempat peribadahan mereka, tempat dimana para
berhala-berhala dari kecil sampai besar itu diletakan. Dengan bermodalkan
kampak yang dibawanya, Ibrahim menghancurkan semua berhala-berhala tersebut,
tetapi beliau menyisakan satu berhala paling besar dan meletakan kampak itu di
pundak berhala paling besar. Keesokan harinya raja Namrud kaget dan marah bukan
main melihat tuhan-tuhannya sudah hancur dan langsung memerintahkan
pengawalanya untuk memanggil Ibrahim. Ibrahim dengan gagah tanpa rasa takut
memenuhi panggilan raja Namrud, ketika beliau di tanya oleh raja Namrud “siapa
yang menghancurkan patung-patung ini?” mendengar pertanyaan rajanya,
Ibrahim alaihi salam menjawabnya dengan tenang dan penuh ketegasan “coba
kamu tanya saja pada berhala paling besar itu” mendengar jawaban
Ibrahim, raja Namrud langsung menjawabnya dengan berang “mana mungkin
berhala itu bisa menjawabnya, itu hanya patung” mendengar jawaban
rajanya, Ibrahim semakin mudah menebas pemahaman mereka tentang tuhan patung
yang sejatinya hanyalah benda mati “sudah tau berhala itu hanya patung,
kenapa kalian semua menyembahnya?” jawaban Ibrahim yang sangat masuk
akal itu ternyata tidak membuat raja Namrud tersadar, justru ia semakin marah
dan memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan kayu bakar, karena ia akan
menjatuhkan Ibrahim dan membakarnya hidup-hidup. Ibrahim alaihi salam dibakar
hidup-hidup, sampai ada riwayat yang mengatakan bahwa api itu baru padam ketika
sudah 40 hari, tetapi atas izin Allah api itu tidak mebakar tubuh kekasih
mulianya.
Dua kisah di atas tentu sudah
sangat tidak asing untuk dibaca dan didengar, kisah yang sarat akan makna dan
hikmah tentang kecerdasan Ibrahim pada masa pencarian Tuhannya dan menghancurkan
logika raja Namrud dan pengikutnya. Berbicara tentang pencarian Tuhan tentu
kita pasti pernah ada pada masa perenungan tentang bagaimana Tuhan, saya-pun
pernah berada pada fase dimana saya harus membuktikan keyakinan saya yang dari lahir
ini adalah keyakinan yang benar dan tidak bertentangan dengan akal, itulah
mengapa dahulu saya pernah berkeinginan mempelajari Perbandingan Agama ketika
menduduki bangku perkuliahan, meskipun hal itu tidak tercapai, saya tetap sedikit
mempelajari beberapa agama agama yang ada di Indonesia, dan alhamdulillah saya
semakin yakin dan semoga selalu yakin sampai akhir hayat dengan agama yang
sudah diajarkan oleh orang tua saya sejak kecil.
Saya selalu mengatakan dalam
diri saya ketika berbicara tentang Tuhan “jangan cari Tuhan dengan akalmu,
karena akal tidak akan sanggup menembusnya, tapi carilah Tuhan dengan hatimu,
maka kau akan temui ia bersemayam di dekatmu melebihi urat nadimu”. Sejalan
dengan ini Maulana Rumi pernah membuat syair tentang bagaimana banyaknya
manusia-manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan, “Tuhan adalah samudra
tanpa tepian, tapi banyak orang tenggelam di dalamnya dan berteriak dimana
Tuhan”.
Semoga bermanfaat J