Jumat, 31 Juli 2020

Perenungan Ibrahim Alaihissalam tentang Tuhan



Saat ini kita sedang berada pada bulan Dzulhijah, bulan di mana seluruh umat Islam mendapat perintah untuk berkurban bagi yang mampu. Berbicara tentang kurban, pasti ingatan kita akan langsung tertuju pada kakek buyut Rasulullah saw yaitu nabi Ibrahim as, ketika beliau diperintahkan oleh Allah azza wajalla untuk menyembelih anaknya, seorang anak yang selama itu sudah dinantikannya sampai pada usia Ibrahim yang sangat senja.

Perjalanan hidup nabi Ibrahim as pasti membuat siapapun sangat mengagumi akan kepandaian dan kecerdasannya, seperti salah satu kisah paling menarik yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an adalah tentang pencarian beliau akan Tuhannya. Ibrahim adalah seorang nabi, tapi beliau mencari Tuhannya sendiri melalui perenungan yang sangat dalam. Ketika Ibrahim melihat bulan, ibrahim berkata “apakah ini tuhanku” dan ketika melihat bulan itu terbenam, beliau mengatakan “aku tidak suka yang terbenam”. Kemudian beliau juga melihat bintang dan mengatakan hal yang sama, tetapi karena bintang juga terbenam, maka beliau mengatakan Tuhanku tidak akan terbenam. Dan yang terakhir beliau mengatakannya kepada matahari “apakah ini Tuhanku, ini sangat besar saya yakin ini adalah Tuhanku” tetap matahari itu terbenam dan beliau mengatakan kembali “aku tidak menyukai yang terbenam”. Sampai pada kesimpulan atas perenungannya sendiri, Ibrahim mengatakan “aku mengimani Tuhan yang menciptakan bulan, bintang dan matahari”.

Tidak sampai di situ kecerdasan Ibrahim dalam membuktikan logisnya tentang maha esanya Allah. Salah satu kisah beliau dengan berhala-berhala yang disembah raja Namrud dan pengikutnya ketika itu juga sangat menarik. Ayah beliau seorang pembuat patung pada masa kerajaan Namrud, dan kala itu masyrakatnya adalah penyembah patung atau berhala yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Pada suatu malam, ketika raja Namrud sedang melakukan perayaan besar-besaran bersama rakyat dan pengikutnya, Ibrahim alaihi salam diam-diam menyelinap di tempat peribadahan mereka, tempat dimana para berhala-berhala dari kecil sampai besar itu diletakan. Dengan bermodalkan kampak yang dibawanya, Ibrahim menghancurkan semua berhala-berhala tersebut, tetapi beliau menyisakan satu berhala paling besar dan meletakan kampak itu di pundak berhala paling besar. Keesokan harinya raja Namrud kaget dan marah bukan main melihat tuhan-tuhannya sudah hancur dan langsung memerintahkan pengawalanya untuk memanggil Ibrahim. Ibrahim dengan gagah tanpa rasa takut memenuhi panggilan raja Namrud, ketika beliau di tanya oleh raja Namrud “siapa yang menghancurkan patung-patung ini?” mendengar pertanyaan rajanya, Ibrahim alaihi salam menjawabnya dengan tenang dan penuh ketegasan “coba kamu tanya saja pada berhala paling besar itu” mendengar jawaban Ibrahim, raja Namrud langsung menjawabnya dengan berang “mana mungkin berhala itu bisa menjawabnya, itu hanya patung” mendengar jawaban rajanya, Ibrahim semakin mudah menebas pemahaman mereka tentang tuhan patung yang sejatinya hanyalah benda mati “sudah tau berhala itu hanya patung, kenapa kalian semua menyembahnya?” jawaban Ibrahim yang sangat masuk akal itu ternyata tidak membuat raja Namrud tersadar, justru ia semakin marah dan memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan kayu bakar, karena ia akan menjatuhkan Ibrahim dan membakarnya hidup-hidup. Ibrahim alaihi salam dibakar hidup-hidup, sampai ada riwayat yang mengatakan bahwa api itu baru padam ketika sudah 40 hari, tetapi atas izin Allah api itu tidak mebakar tubuh kekasih mulianya.

Dua kisah di atas tentu sudah sangat tidak asing untuk dibaca dan didengar, kisah yang sarat akan makna dan hikmah tentang kecerdasan Ibrahim pada masa pencarian Tuhannya dan menghancurkan logika raja Namrud dan pengikutnya. Berbicara tentang pencarian Tuhan tentu kita pasti pernah ada pada masa perenungan tentang bagaimana Tuhan, saya-pun pernah berada pada fase dimana saya harus membuktikan keyakinan saya yang dari lahir ini adalah keyakinan yang benar dan tidak bertentangan dengan akal, itulah mengapa dahulu saya pernah berkeinginan mempelajari Perbandingan Agama ketika menduduki bangku perkuliahan, meskipun hal itu tidak tercapai, saya tetap sedikit mempelajari beberapa agama agama yang ada di Indonesia, dan alhamdulillah saya semakin yakin dan semoga selalu yakin sampai akhir hayat dengan agama yang sudah diajarkan oleh orang tua saya sejak kecil.

Saya selalu mengatakan dalam diri saya ketika berbicara tentang Tuhan “jangan cari Tuhan dengan akalmu, karena akal tidak akan sanggup menembusnya, tapi carilah Tuhan dengan hatimu, maka kau akan temui ia bersemayam di dekatmu melebihi urat nadimu”. Sejalan dengan ini Maulana Rumi pernah membuat syair tentang bagaimana banyaknya manusia-manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan, “Tuhan adalah samudra tanpa tepian, tapi banyak orang tenggelam di dalamnya dan berteriak dimana Tuhan”.

Semoga bermanfaat J

 


1 komentar:

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...