BAB I
PENDAHULUAN
Rasululloh
saw bersabda:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ
الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Abu
Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan datang pada hari
kiamat dalam keadaan wajah dan tangan yang berkilauan dari bekas wudlu. Maka barangsiapa di antara
kamu yang dapat memperpanjang kilauannya hendaklah ia mengerjakannya. Muttafaq
Alaihi menurut riwayat Muslim.
Wudhu adalah
anjuran untuk umat muslim ketika akan beribadah kepada alloh. ketika akan
melaksanakan solat, islam menganjuran penganut nya untuk berwudhu terlebih
dahulu. Hadis yang kami paparkan diatas, sudah jelas sekali bahwa hikmah
seorang hamba alloh yang selalu menjaga wudhu nya, mereka akan datang pada hari
kiamat dengan wajah dan tangan yang berkilauan karena bekas wudhunya tersebut.
tapi ada
beberapa hal yang perlu di catat dan di ingat, bahwa wudhu bukan hanya dilakukan ketika akan solat saja,
tetapi ketika akan melaksanakan aktifitas duniapun di sunnahkan untuk berwudhu.
Rasululloh selalu membiasakan berwudhu terlebih dahulu ketika akan tidur dan
aktifitas-aktifitas lainnya. Karena didalam hadis juga dkatakan bahwa setan
akan melepaskan ikatannya pada seseorang hamba alloh yang selalu menjaga
wudhunya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
wudhu
Kata wudhu menurut bahasa berarti baik dan bersih, termasuk di dalam nya suci secara lahiriah
dan ma’nawiahnya pula. sedangkan menurut
Syara’ ialah menggunakan air pada anggota badan tertentu yakni membasuh
muka, dua tangan dan seterusnya dengan cara yang khusus pula.[1]
Wudhu bukan hanya membersihkan dan bersuci, wudhu merupakan ibadah
yang akan diganjarkan dengan pahala, jika dilakukan oleh seorang muslim,
keutamaannya sangatlah besar, karena keabsahan shalat seseorang tergantung pada
wudhunya. Di dalam islam, shalat seseorang tidak akan diterima jika dalam
keadaan najis atau shalatnya tanpa wudhu terlebih dahulu, karena bersuci atau berwudhu
adalah rukunnya shalat. Bersuci mencakup mensucikan diri, pakaian, dan tempat
shalat.[2]
Sementara itu wudhu diwajibkan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-qur’an. Di
dalam hadis juga disebutkan:
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ
قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ
غُلُولٍ وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Abu Al Malih dari Ayahnya dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Allah Azza wa Jalla tidak
menerima sedekah dari harta ghulul (harta rampasan perang yang dicuri) dan
juga tidak menerima shalat tanpa bersuci." (HR. Abu Daud)
Dengan demikian bersuci adalah
kewajiban bagi muslim dan shalatnya tidak akan diterima tanpa bersuci. Rasul
selalu berwudhu ketika hendak mendirikan shalat. Sedangkan para sahabatnya ada
yang mengikuti rasul dan ada juga yang sekali berwudhu untuk beberapa shalat
selama belum batal wudhunya. Ketika menaklukan makkah, rasul shalat lima waktu
dengan satu kali wudhu. Umar bin khatab berkata kepada rasul, “wahai rasul,
engkau melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan”. Rasul bersabda: “
aku sengaja melakukan ini untuk memberi isyarat bolehnya melakukan satu kali
wudhu untuk shalat lima waktu (selama belum batal wudhunya)”. Ketentuan satu kali wudhu untuk satu kali shalat adalah
sesuatu yang khusus bagi nabi.[3]
B.
Tata
cara berwudhu
Tata cara wudhu dalam
Al-qur’an telah di sebutkan:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, (Q.S, Al-maidah: 6)
Tata cara wudhu yang telah disebutkan dalam hadis:
وَعَنْ
حُمْرَانَ أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ
الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ
الْيُمْنَى إلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ قَالَ : رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak
tangannya tiga kali lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan
menghembuskannya keluar kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh
tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula.
Kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki
tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini.
Muttafaq Alaihi.
Keterangan hadis tentang wudhu:
1.
Hadis
di atas menerangkan bahwa rasululloh berwudhu sebanyak tiga-tiga kali, kecuali
kumur-kumur, dan tidak disebutkan berapa kali beliau mengusap kepala, tetapi
ada hadis-hadis sakhih lain yang menerangkan bahwa berkumur2 dan menghisap air
dengan hidung sebanyak 3 kali. Adapun mengusap kepala, tidak ada hadis sakhih
yang menerangkan 3 kali, bahkan ada riwayat yang menegaskan hanya satu kali.
2.
Dalam
Qur’an surat almaidah pun ayat 6 menerangkan bahwa anggota wudhu terdiri dari 4
macam: yakni muka, tangan, kepala, kaki. Dan ayat itu tidak menerangkan berapa
jumlah dalam membasuhnya.[4]
Mendahulukan yang kanan dari yang kiri:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا
خَالِدٌ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُنَّ فِي غَسْلِ ابْنَتِهِ
ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah
menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Khalid
dari Hafshah dari Ummu 'Athiyah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda kepada mereka saat memandikan puterinya: "Hendaklah
kalian mulai dari yang sebelah kanan dan anggota wudlunya." (HR. Bukhari)
C.
Hal-hal
yang membatalkan Wudhu
a.
Tidur
Hadis
nabi saw:
عن ا نس بن ما لك رضي الله عنه قا ل: (كان اصحا ب رسول الله صلم على
عهد ه ينتظر ون العشا ءحتى تخفق رءوسهم, ثم يصلو ن و لا يتو ضؤ ن) أخرجه أبو داود
وصححه الدا رقطني, وأصله في مسلم.
Dari annas bin
malik ia berkata: ”para sahabat rasulullah pada masa beliau menunggu salat isya
sehingga condong kepala mereka (kantuk) kemudian mereka melakukan salat dan
tidak berwudhu”. (HR Abu Daud dan disahihkan oleh Daruquthni. Asal hadis ini
dalam muslim)
berdasarkan
hadis diatas orang yang tidur tidak
membatalkan wudhu, Namun para ulama berselisih pendapat tentang hal tersebut:
pertama, Tidur membatalkan wudhu secara mutlak
berdasarkan hadis dari shafwan:
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ
قَالَا حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمٍ
عَنْ زِرٍّ قَالَ قَالَ صَفْوَانُ بْنُ عَسَّالٍ كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ أَمَرَنَا أَنْ لَا
نَنْزِعَهُ ثَلَاثًا إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ
وَنَوْمٍ
Telah mengabarkan kepada kami Amru bin Ali dan Ismail bin Mas'ud
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zura'i berkata;
telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Ashim dari Zirr berkata; Shafwan
bin Assal berkata, "kami dulu bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dalam suatu perjalanan, dan beliau memerintahkan kami untuk tidak
melepas sepatu (khuf) selama tiga hari kecuali karena junub. Akan tetapi boleh
kalau karena buang air besar dan buang air kecil, atau dari tidur." (HR.
Nasa’i)
Kata tidur
disebutkan bersama dengan buang air
kecil dan air besar yang telah dikeathui sebagai pembatal wudhu.
kedua, Berdasakan hadis tersebut,
tidur tidak membatalkan wudhu.
ketiga, tidur Membatalkan wudhu kecuali yang menetapkan pantatnya
ditempat duduknya.
keempat, Membatalkan wudhu kecuali dalam keadaan shalat.[5]
b.
Keluar
sesuatu dari dua jalan pembuangan
Sebagaimana
dijelaskan dalam hadis nabi saw:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ
مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى
يَتَوَضَّأَ قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ
قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali
berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan
kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
akan diterima shalat seseorang yang berhadats hingga dia berwudlu."
Seorang laki-laki dari Hadlramaut berkata, "Apa yang dimaksud dengan
hadats wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah menjawab, "Kentut baik
dengan suara atau tidak." (HR. Bukhari)
Hal-hal yang menbatalkan wudhu dan semua ulama menyetujuinya, yaitu
Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin,
madzi, atau wadi) kecuali mani yang mengharuskan mandi.
c.
Menyentuh
kemaluan
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ
َقُولُ دَخَلْتُ عَلَى مَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ فَذَكَرْنَا مَا
يَكُونُ مِنْهُ الْوُضُوءُ فَقَالَ مَرْوَانُ وَمِنْ مَسِّ الذَّكَرِ فَقَالَ
عُرْوَةُ مَا عَلِمْتُ ذَلِكَ ي فَقَالَ مَرْوَانُ أَخْبَرَتْنِي بُسْرَةُ بِنْتُ
صَفْوَانَ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ
فَلْيَتَوَضَّأْ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Abu Bakr bahwasanya dia pernah mendengar
Urwah berkata; Saya pernah menghadap kepada Marwan bin Al Hakam, lalu kami
menyebut-nyebut sesuatu yang mengharuskan berwudhu. Kemudian Marwan berkata;
Dan karena menyentuh kemaluan. Maka Urwah berkata; Saya tidak mengetahui
tentang hal itu. Setelah itu Marwan berkata; Busrah binti Shafwan telah mengabarkan
kepada saya, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia
berwudhu."(HR.Abu Daud)
Keterangannya,
menyentuh disini maksudnya ialah menyentuh dengan sentuhan yang khusus,
sentuhan yang menggairahkan syahwat. Namun Golongan syafi’iyah berpendapat,
bahwa yang membatalkan itu apabila menyentuh kemaluan milik sendiri ataupun
orang lain, anak kecil atau orang dewasa, baik yang masih hidup atau sudah
meninggal, jika disentuh dengan telapak tangan. Namun tidak membtalkan jika
disentuh dengan punggung telapak tangan.
Sedangkan golongan hanabilah
tidak mengisyaratkannya. Jika menyentuh kemaluan baik dengan telapak tangan
atau punggung telapak tangan tetap saja membatalkan wudu’.
d.
Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit.
Karena kacaunya pikiran disebabkan dua hal ini jauh lebih berat daripada
hilangnya kesadaran karena tidur nyenyak.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wudhu bukan hanya membersihkan dan bersuci, wudhu merupakan ibadah
yang akan diganjarkan dengan pahala, jika dilakukan oleh seorang muslim,
keutamaannya sangatlah besar, karena keabsahan shalat seseorang tergantung pada
wudhunya. Di dalam islam, shalat seseorang tidak akan diterima jika dalam
keadaan najis atau shalatnya tanpa wudhu terlebih dahulu, karena bersuci atau
berwudhu adalah rukunnya shalat. Bersuci mencakup mensucikan diri, pakaian, dan
tempat shalat
rasululloh berwudhu sebanyak tiga-tiga kali, kecuali kumur-kumur
dan tidak disebutkan berapa kali beliau mengusap kepala, tetapi ada hadis2
sakhih lain yang menerangkan bahwa berkumur-kumur dan menghisap air dengan
hidung sebanyak 3 kali. Adapun mengusap kepala, tidak ada hadis sakhih yang
menerangkan 3 kali, bahkan ada riwayat yang menegaskan hanya satu kali.
DAFTAR PUSTAKA
Al
hafizh bin Hajar Al’asqalani, Bulughul Maram (semarang: CV Wicaksana) hlm 42-43
A.
Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, (bandung: cv diponegoro) cet IX, hal
57-58
Drs,
H. Moh Zuhri, Dipl. Tafl dkk, terjemahan fiqih empat mahdzab, (semarang:
CV Asyfa) hal 77
Jawwad
Ali, Sejarah Shalat, (ciputat tangerang: penerbit jausan) cet I, hlm 81
[1]Drs,
H. Moh Zuhri, Dipl. Tafl dkk, terjemahan fiqih empat mahdzab, (semarang:
CV Asyfa) hal 77
[2]Jawwad
Ali, Sejarah Shalat, (ciputat tangerang: penerbit jausan) cet I, hlm 81
[3] Jawwad
Ali, Sejarah Shalat, (ciputat tangerang: penerbit jausan) cet I, hlm
[4] A.
Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, (bandung: cv diponegoro) cet IX, hal
57-58
[5]
Al hafizh bin Hajar Al’asqalani, Bulughul Maram (semarang: CV Wicaksana) hlm
42-43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar