Sabtu, 02 Juli 2016

IBNU MAJAH DAN SUNAN IBNU MAJAH

  

SUNAN IBNU MAJAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“Kajian Kitab Hadits”

Dosen Pembimbing: Bpk. Dr. H. Ahmad Fudhaili, MA

Description: logo iiq.jpg

Disusun oleh:
Fitriyah Syam’un
Popon Ruqoyyah


PRODI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2014 M / 1436 H




    A.    Biografi Ibnu Majah
a.       Riwayat Hidup Ibnu Majah
Ibnu Majah memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Ruba’i al-Qazwini al-Hafiz. Ibnu Majah adalah gelar dari Ayahnya.  Nama kunyah Beliau Abu Abdullah, yang kini lebih kita kenal dengan nama Imam Ibnu Majah, Beliau di lahirkan di Qazwin pada tahun 209 H, dan beliau meninggal dalam usia 74 tahun tepatnya pada tanggal 22 Ramadhan 273 H.[1]
Informasi kehidupan Ibnu Majah ketika masih kecil sampai proses dewasa tidak diketemukan dalam berbagai literatur secara lengkap. Data yang tercatat hanya berkisar tentang ketekunan Ibnu Majah dalam berburu hadits di berbagai negeri. Ibnu Katsir mengatakan “ Muhammad bin Yazid bin Majah adalah seorang Sohibul Hadits”hal ini menunjukkan betapa luas dan mendalam ilmunya.
Beliau dikenal pada masanya juga ia sebagai orang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu hadits, sehingga tak salah jika para ulama baik itu semasa atau sesudahnya mengakui kedalaman ilmunya. Ibnu Majah baru mulai menekuni bidang ilmu hadits pada usia 15 tahun pada seorang guru ternama kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasi. Bakat dan minatnya di bidang hadits makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari, mengumpulkan, dan menulis hadits. Di dalam memburu (mencari) hadits ia mengembara keberbagai negeri. Ia mencarinya sampai kenegeri Irak, Syam, Hijaz, Mesir, Kufah, Basrah dan kota-kota lainnya. Tujuannya hanyalah satu yakni ingin mencari dan mendapatkan hadits dari ulama daerah tersebut.[2]
b.      Guru-guru Imam Ibnu Majah
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari banyak guru diantaranya Ali bin Muhammad al-Tanafasi (w. 233) yang merupakan guru pertama beliau. Kemudian dia juga belajar keberbagai guru lainnya diantaranya Jubarah bin al-Muglis (w. 238), Mu’ab bin Abdullah az-Zubairi, Abu Bakar bin Abi Syaibah (w. 235), Muhammad bin Abdillah bin Namir (w. 241), Hisyam bin Ammar (w. 249), dan Muhammad bin Rumh (w. 243).[3]
c.       Murid-murid Ibnu Majah
Adapun hadits-hadits yang telah diterima oleh beliau dari berbagai guru juga diriwayatkan oleh murid-muridnya diantaranya oleh Ibrohim bin Dinar, Ahmad bin Ibrohim al-Qozwani, ( Muhammad bin Isa al-Abhari (w. 379), Sulaiman bin Yazid al-Qazwini (w. 411), Abu Hassan al-Qattan (334-415 H)
d.      Karya-karya ibnu majah
Banyak karya tulis yang dihasilkan oleh ibnu majah. Jumlahnya tidak kurang dari 32 buah. Temanya pun beragam, meliputi tafsir, tarikh (sejarah), fikih dan hadis.
Karya ibnu majah mengenai tafsir, yakni tafsir Al-Qur’anil Karim dalam bentuk manuskrip. Adapun karya ibnu majah tentang sejarah yakni Tarikh Al-Khulafah. Namun diantara sekian bidang yang digeluti oleh ibnu majah tampaknya hanya bidang hadis yang membuatnya di kenal oleh masyarakat islam secara luas. Salah satu kitabnya yang paling terkenal adalah Sunan Ibnu Majah.[4]
e.       Komentar ulama
Para ulama hadis , baik pada masanya maupun sesudahnya, menilai ibnu majah sebagai seorang yang alim, dapat dipercaya, pendapatnya dapat dijadikan hujjah (dalil), dan banyak menghafal hadis nabi. Masih banyak penilaian para ulama yang diberikan kepada sosok Ibnu Majah ini. Semua penilaian tersebut menunjukan bahwa ia adalah seorang yang pantas di teladani dan memiliki jasa besar dalam mengumpulkan hadis-hadis nabi, serta berhasil menyemarakan kegiatan ilmiah  di bidang Ilmu hadis.[5]
Abu Ya’la al-Khaliliy berkata “Ibnu Majah seorang ahli ilmu hadis, mempunyai banyak karangan dalam bidang tarikh, sunan, dan melawat ke kufah, bashrah, mesir dan syam”
B.     Tinjauan Kitab Ibnu Majah
a.       Motifasi Penulisan Ibnu Majah
Kitab Sunan Ibnu Majah adalah bukan nama yang diberikan oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu Majah, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibnu Majah.
Kegemaran Ibnu majah semenjak kecil akan ilmu hadits membuat ia tak bosan mencari dan menemukan hadits yang tersebar diberbagai ulama hadits tanpa memandang dimana ulama hadits itu berada, sehingga berkat ketekunannya pada akhirnya Ibnu majah menjadi ulama hadits yang sangat masyhur pada zamannya.
Keahlian dalam ilmu hadits ditunjang dengan koleksi hadits-nya yang sangat banyak membuat ia berkeinginan menyeleksi dan mengumpulkan (kodifikasi) hadits yang ia terima dari berbagai guru-gurunya yang tentunya dengan terlebih dahulu adanya upaya penyaringan berdasarkan segi kualitasnya. Adapun jika dilihat dari motivasi kenapa Ibnu Majah menyusun kitab hadits diperkirakan sebagai berikut:
Pada masa hidup Ibnu majah kondisi pada waktu itu adalah puncak atau zaman keemasan dari pada ilmu hadits hal itu terlihat dari banyaknya pembukuan hadits secara besar-besaran. Dengan kondisi itu dimungkinkan Ibnu majah pun termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
b.      Jumlah Hadits dalam Kitab Sunan Ibnu Majah
Secara umum bisa dilukiskan bahwa kitab Sunan Ibnu Majah dibagi kedalam beberapa bagian, dan dalam bagian dibagi lagi kedalam beberapa bab. Adz-Dzahabi berpendapat bahwa Sunan Ibnu Majah memuat 4.000 Hadits yang terbagi menjadi 32 bagian dan 1.500 bab. Dan penrhitungan serupa juga disampaikan oleh Abu Hasan al-Qattan[6] (334-415 H).
Dalam Penyelidikan Fuad Abdul Baqi, jumlah Hadits yang termaktub dalam kitab Sunan Ibnu Majah adalah 4.321 Hadits yang terbagi kedalam 37 bagian dan 1.515 bab. Meskipun berbeda Fuad Abdul Baqi dengan Adz-Dzahabi dan Abu Hasan al-Qattan dalam menghitung jumlah hadits dalam Sunan Ibnu Majah, ini dikarenakan metode yang digunakan mereka berbeda.[7]
Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadits yang terkodifokasi dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:
·         428 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits Shahih.
·         199 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits Hasan.
·         613 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits lemah Sanad-nya.
·         99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits munkar dan makdzub .
C.     Sistematika Penulisan Pada Kitab Sunan Ibnu Majah
Kitab Sunan Ibnu Majah terdapat banyak tema. Setiap tema disebut dengan kitab (bab). Berikut ini untaian kitab (bab) yang terkandung didalamnya.

No
Nama Kitab (bab)
-
Muqaddimah
1
Kitab Tentang Taharah
2
Kitab Tentang Shalat
3
Kitab Tentang Azan
4
Kitab Tentang Masjid dan Shalat Jama’ah
5
Kitab Tentang Menegakkan shalat dan Kesunahannya
6
Kitab Tentang Jenazah
7
Kitab Tentang Puasa
8
Kitab Tentang Zakat
9
Kitab Tentang Pernikahan
10
Kitab Tentang Perceraian
11
Kitab Tentang Tebusan (Kafarat)
12
Kitab Tentang Perdagangan
13
Kitab tentang Hukum
14
Kitab Tentang sedekah
15
Kitab Tentang Zuhud
16
Kitab Tentang Luqatah (barang temuan)
17
Kitab Tentang Pemerdekaan Budak
18
Kitab Tentang Syuf’ah
19
Kitab Tentang Batas-Batas Hukum (Hudud)
20
Kitab Tentang denda (diat)
21
Kitab Tentang Wasiat
22
Kitab Tentang Kewarisan
23
Kitab Tentang Jihad
24
Kitab Tentang Haji
25
Kitab Tentang Penyembelihan Hewan Kurban
26
Kitab Tentang Perburuan
27
Kitab Tentang Makanan
28
Kitab Tentang Minuman
29
Kitab Tentang Pengobatan
30
Kitab Tentang Pakaian
31
Kitab Tentang Adab
32
Kitab Tentang Do’a
33
Kitab Tentang Takwil Mimpi
34
Kitab Tentang Fitnah

Bila kita perhatikan dengan seksama, sudah tentu tema-tema tersebut merujuk kepada tema fiqih. Dengan kata lain Sunan Ibnu Majah adalah kitab hadits yang mayoritas berisi persoalan-persoalan fiqih, meski ada juga hal-hal lain yang dibahas didalamnya, secara umum bisa dikatakan bahwa tema paling dominan adalah tema fiqih. Beliau menyusun hadits secara tematik, yakni menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih.[8]
Kitab Sunan adalah kitab ke 6 dari Kitab al-Sittah dan telah menjadi pandagan para ulama muhaditsin, dan posisinya diatas dari kitab Muwat, karena terdapat hadits-hadits baru (periwayatan dari Ibnu Majah pribadi) yang tidak ada pada kitab al-Khomsah (Lima Kitab Hadits). berbeda dengan Muwatok (yang memiliki hadits yang lebih sohih dan telah ada di kitab al-khomsah lainnya, dan dapat kita kenal dengan nama Kitab Zawaid Ibnu Majah.
Bila kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits, mereka turut memasukkan pendapat para ulama faqih setelah penulisan hadits. Namun Ibnu Majah sebaliknya. Bilapun ada mungkin hanya sebagian kecil saja menurut beliau peting.
Pada kitab ini Ibnu Majah jarang untuk menyebutkan hukum serta alasan hadits yang ia riwayatkan, baik itu berupa hadits sohih, termasuk do’if pun tidak. Hanya saja kita hanya dapat melihat lebih lengkap dari ucapan para Ulama lain yang terletak pada bagian catatan kaki pada kitab, yang disertai tambahan keterangan dari kitab Zawaid.
Dari segi Rijal al-Hadits, Ibnu Majah termasuk ulama yang mudah memasukan rijal al-hadits. Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh periwayat pendusta dimasukannya dalam kitab Sunan Ibnu Majah. Yang manarik dari kitab Sunan Ibnu Majah adalah kitab ini memuat hadits-hadits yang tidak dijumpai oleh pengarang-pengarang hadits sebelumnya yakni : Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tarmizi dan al-Nasa‟i. Terdapat 125 nama perawi hadits yang tidak ada pada kitab al-sittah kecuali pada pada kitab Sunan Ibnu Majah, dan itu dengan berbagai macam bentuk penilaian jarah wa ta‟dil yang diberikan oleh berbagai kalangan ulama, seperti :
 a. Isma’il bin Ziyah.
b. Harish bin al-Khirrit.
c. Basyari bin Kidami.
d. Yusuf bin Khalid : karena pendusta
e. Muhammad bin Abd al-Madani: karena pendusta.[9]
   D.    Syarah Kitab Ibnu Majah
Terbukti Kitab Sunan Ibnu Majah telah membuat mereka untuk memberikan ulasan yang luas dan mendalam. Berikut ini Jumlah Kitab yang dihasilkan untuk mensyarahi Kitab sunan Ibnu Majah.
a)      Al-I’lam bi Sunanihi ‘Alahi as-Salam karangan al-Mughlati’i (w. 726 H).
b)      Syarh Sunan Ibnu Majah karangan Kamaluddin bin Musa ad-Darimi (w. 808 H).
c)      Syarh Sunan Ibnu Majah karangan Ibrahim bin Muhammad al-Halabi.
d)     Syarh az-Zujajah bi Syarh Ibnu Majah karangan Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H)
e)      Syarh Sunan Ibnu Majah karangan Muhammad bin Abd al-Hadi as-Sindi.[10]

    E.     Pandangan Ulama terhadap Sunan Ibnu Majah
Mengenai kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah para ulama muhadditsin berbeda pendapat mengenai apakah kitab ini masuk dalam katagori kutub al- sittah (enam kitab Hadits) atau tidak.
Jajaran ulama Mutaqaddimin (mereka yang hidup tahun 300 H) pada umumnya membatasi jumlah kitab standar hanya 5 buah, karenanya lahir sebutan “Ushul al-Khamsah” atau “al-Kutub al-Khamsah”. Justru Ulama Mutakhirin yang bersemangan mendudukan Sunan Ibnu Majah melengkapi kitab hadits standar yang menjadi 6 kitab dan dari kitab itulah lahir sebutan “Ushul al-Sittah atau Kutub al-Sittah”. Pencetus gagasan tersebut pertamakali adalah Muhammad Abu al-Fadhal Ibnu Tahir al-Maqdisi (W 507 H) melalui karangan beliau Athraf al-Kutub al-Sittah. Dukungan terhadap gagasan tersebut dipelopori oleh al-Hafidz Abd Ghani al-Qudsi (W 600 H) dalam karangan beliau berjudul al-Ikmalu fi asmai al-Rijali.
Alasan mereka yang memasukan Sunan Ibnu Majah kedalam Ushul al-Sittah lebih didasarkan pada keberadaan sejumlah 1339 hadits Zawaid . karena dengan tambahan tersebut amat menguntungkan kalangan fuqaha, selain itu juga tiga perempat koleksi Sunan Ibnu Majah menyamai standar mutu hadits yang terseleksi dalam Ushul al-Khamsah.
Ada juga pendapat yang memasukan kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik Kutub al-Sittah, misalnya seperti Ahmad bin Razin al-Abdari al-Sarqasthi ( W 535 H) dal pernyataan yang dimuat pada al-Tajrid fi al-Jami’ Baina al-Shihah. Demikian juga Ibnu Atsir al-Jaziri al-Syafi’I (w 606 H) dan al-‘Allamah al-Zabidi al-Syafi’i ( W 944 H) dalam Taisir al-Wuhul. Kesenioran dan kepeloporan Imam Malik sebagai codivikator hadits menjadi keunggulan kitab al-Muwatha’.[11]
Disamping itu ada beberapa sisi kelemahan kalau tidak dikatakan keteledoran dari Ibnu Majah adalah bahwa beliau ketika menjumpai atau menulis hadits yang dinilai lemah dalam kitabnya tidak disertai dengan catatan komentar tentang hadits lemah tersebut, hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Al-Tirmidzi dan Abu Dawud.
Dan disisi lain ada juga sebagian dari mereka yang turut mengusulkan Kitab al-Darami menempati posisi ke 6 dari kitab Sunan. yaitu Ibnu Tohar Al-Maqdis (507 H) ,dengan alasan sebab sedikitnya dari para perawi hadits yang dinyatakan do’if , jarangnya hadits-hadits yang dinyatakan Munkar dan Syaz dibandingkan kitab Ibnu Majah yang bahkan ditemukan dari Rijal pada Ibnu Majah sampai tertuduh berdusta.[12]

F.      Kritik Terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah
Para ulama hadits mengkritik kandungan hadits yang terdapat dalam kitab sunan Ibnu Majah, karena menurutnya Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits dari perawi yang tertuduh “berdusta”, dan di samping itu juga dalam kitabnya terdapat hadits-hadits yang tergolong maudu’.
Kritik ulama terhadap sunan Ibnu Majah pada umumnya terfokus pada keberadaan 1339 hadits zawaid. Al-Sirri dan al-Hajaj al-Mazzi mengatakan dha’if pada hadits zawaid tersebut. Menurut Dr Aisyah binti al-Syathi unsur kedhaifan itu beragam sekali antara lain: hasan gharib, terdapat rijal hadits yang majhul, mata rantai yang jelas dha’if seperti sanad melalui Abdullah bin Harasyi yang disepakati sebagai perawi dha’if, hadits munkar seperti diriwayatkan Dawud bin Atha’ al-Madini, hadits mudallas seperti yang dikutip melalui Hajjaj bin Arthah bin Zainab al-Sahmiah, dan hadits yang tidak layak dijadikan hujjah.
Bahkan Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi menuduh 30 hadits maudhu’ dalam kitab sunan Ibnu Majah. Tuduhan serupa dikemukakan pula oleh al-Zahabi dalam Mizan al-I’tidal. akan tetapi kritik yang dilancarkan oleh Ibnu al-Jauzi mendapatkan bantahan dari Imam al-Suyuti sebagai salah satu pen-Syarah kitab Sunan Ibnu Majah.
Syihabuddin al-Bushiri al-Mashri ( W 840 H) dalam kitab Misbah al-Zujajah fi zawaidi Ibni Majah mengakui dibalik taffarud acapkali diketahui bahwa rijal haditsnya terdiri atas orang yang pernah dituduh dusta bahkan pernah diklaim pernah melakukan pemalsuan hadits. Namun harus diakui bahwa hadits-hadits zawaid tersebut sulit diperoleh sumber informasi lain melalui mata rantai sanad lain. Seperti hadits yang berujung pada sanad Habib bin Habib (notulis Imam Malik) Alla’ bin Yazid Dawud bin al-Munjam Abdul Wahab al-Dhahak Ismail bin Ziyad al-Sukuti.
Itulah sebabnya setelah melaui proses panjang ulama mutaakhirin berketetapan menempatkan Sunan Ibnu Majah melengkapi jajaran kutub al-Sittah sekalipun nomor terakhir. Hal ini tidak lepas dari 1339 hadits zawaid yang kemudian menjadi bahan bermanfaat bagi pengembangan hazanah ilmu fiqh.[13]
Kritikan lain terhadap kitab ini yaitu :
1.      Menurut Tohar Jazair : Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits dari perawi yang tertuduh, pendusta, dan hadits maudu.
2.      Menurut Dzahbi : Kitab Sunan Ibnu Majah dapat tergolong baik, andai bila tidak memiliki kelemahan yang banyak didalmnya.
3.      Menurut Hafiz Bin Rajab : Mengenai Tobaqot yang terdapat pada tabaqot ke lima, terdapat perawi yang dinyatakan majhul dan matruk seperti Hakam al-lai, Abdul AL-Quds bin Habib, Muhammad bin sa’id bin maslub. Yang mana mereka tidak terdapat pada periwayatan Abi Dawud, Tirmidzi, Nasai’, melainkan hanya pada Ibnu Majah.
4.      Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan : Pada kitab Ibnu Majah terdapat Bab yang Ghorib, dan do’if.
5.       Menurut Hafiz Aba al-Hajaj al-Mazi, hadits yang yang diriwayatkan Ibnu Majah secara sendiri yang dinilai Do’if.[14]










[1] Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits. (Bandung, PT Al-Ma’arif) cet 11 hal 384
[2] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits.(Yogyakarta, Pustaka Insan Madani, 2008) cet 1 hal 113
[3] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits.(Yogyakarta, Pustaka Insan Madani, 2008) cet 1 hal 114
[4] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 115
[5] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 114
[6] Nama asli Beliau adalah al-Hafiz Imam al-Qudwah Abu al-Hasan bin Bahar al-Qozwani. Syamsudin bin Abu „Abdullah Muhammad, Tadzkiroh al-Hufaz, h.156, Beliau juga merupakan sahabat dari Ibnu Majah.
[7] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 115
[8] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 116-117
[9] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 117-118
[10] Dzulmani,  Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Hlm 118-119
[11] http://blog.uin-malang.ac.id/muhtadiridwan/2010/06/30/studi-referensi-hadis-standartsunan-ibnu-majah-209-273-h-bagian-kedelapan/
[13] http://blog.uin-malang.ac.id/muhtadiridwan/2010/06/30/studi-referensi-hadis-standartsunan-ibnu-majah-209-273-h-bagian-kedelapan/
[14] http://halimahimutsekali.blogspot.com/2013/02/kitab-sunan-ibnu-majah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...