Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwasanya Al-Qur’an tidak
mengenal pembedaan antara laki-laki dan perempuan dan yang membedakannya
hanyalah dari segi biologisnya. Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara
laki-laki dan perempuan sebagai manusia. konstruk sosial dan agama mendudukan
perempuan pada tempat semestinya, sama halnya dengan membongkar habis sejarah
manusia yang telah berlangsung berabad-abad dan yang digugat tidak hanya sistem
sosial yang terdiri dari kaum pria, tapi juga dari kaum perempuan itu sendiri.
Al-Qur’an sebagai konsepsi dasar ajaran Islam secara
verbal telah menjelaskan bahwa posisi perempuan sejajar dengan laki-laki. Untuk
itu, jika ada pemahaman miring terhadap kedudukan perempuan dalam Islam, hal
itu sebenarnya hanya hasutan orang-orang non muslim atau kaum orientalis. Islam
tidak hanya sekedar menempatkan perempuan dalam kerja sama dengan laki-laki
pada semua aspek tanggung jawab, baik secara khusus maupun umum. Lebih dari
itu, Islam telah mengangkat derajat perempuan dan menempatkan sebagai
perimbangan atas tanggung jawab yang dipikul dipundak mereka. Islam
mengharuskan adanya penghargaan kepada kaum perempuan apabila ternyata mereka
benar, persis seperti penghargaan yang harus diberikan kepada laki-laki. Jika Islam
berkenan menerima pendapat sebagian laki-laki, maka ia pun menerima pendapat
sebagian perempuan.
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang
yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah
pada sisi-Nya pahala yang baik." (QS ali-Imran: 195)
Dalam tafsirnya Zainab al-Ghazali menjelaskan:
“Sesungguhnya diantara kegungan Allah Swt
adalah bahwa ia merupakan zat yang maha adil lagi maha benar, tidak akan pernah
menyia-nyiakan amalan hambanya, baik laki-laki maupun perempuan. Pada potongan
ayat, ‘sebagian kalian dari sebagian yang lain’ mengandung makna kesetaraan
sekaligus pemuliaan terhadap perempuan dan laki-laki secara bersamaan. Allah
menjadikan keduanya sebagai esensi dari humanisme yang utuh. Allah gantungkan
pengelolaan makhluk secara umum kepada mereka berdua serta Allah bebankan
kepada mereka keharusan untuk mengikuti syri’at Nabi Muhammad saw serta bersama-sama
dengannya menanggung amana serta menyampaikna risalah agama.
Kemudian Allah mengangkat derajat orang-orang
yang maju untuk berjihad dari golongan laki-laki dan perempuan, lalu mereka
berhijrah di jalan Allah. Mereka tanggung segala penderitaan di jalannya,
sekalipun mereka diusir dari kampung halaman mereka. Begitu juga mereka
mendapatkan berbagai perlakuan yang kurang baik dari orang-orang kafir dan
zhalim. Kemudian dengan ganjaran dari Allah swt, ia hapuskan dosa-dosa
keburukan mereka. Ia masukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, serta ia berikan untuk mereka ganjaran terbaik dari
sisinya.
Menurut Asma Barlas keberpasangan laki-laki dan
perempuan yang berpotensi berbuat kebaikan dan dosa, itu artinya Al-Qur’an
menuntut agar keduanya hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang sama dan
memandang keduanya memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan atau tidak
melakukannya.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun sunnah Nabi
yang merupakan sumber utama ajaran Islam, terkandung nilai-nilai universal yang
menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai
tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan dan
sebagainya. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak pernah
mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia.
sementara itu berkaitan dengan kesetaraan di antara jenis kelamin, yakni antara
perempuan dan laki-laki, dalam ajaran Islam tidak membedakan diantara mereka
berdua. Siapa saja diantara mereka akan mendapat ganjaran setimpal dengan apa
yang telah mereka perbuat. Namun dalam kenyataannya hubungan antara laki-laki
dan perempuan di tengah masyarakat masih timpang. Diantara penyebab hal tersebut
adalah mitos-mitos yang disebarluaskan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir
ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum laki-laki.
Al-Qur’an tidak membedakan perilaku moral dan sosial
antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an justru menerapkan standar yang sama
terhadap mereka dan menetapkan hukum atas mereka berdasarkan kriteria yang
sama. sedikitpun tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an pernyataan bahwa laki-laki dan perempuan karena secara biologis
berbeda maka tidak setara dan berlawanan dalam berbagai hal atau bahwa Tuhan
telah menganugerahi laki-laki kemampuan atau potensi yang tidak diberikan
kepada perempuan. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
keimanan atau keingkaran mereka inilah yang menjadi inti ajaran Al-Qur’an
tentang personalitas moral dan keimanan.
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana(71). Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan
perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal
mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar (72).”
(QS at-Taubah: 71-72)
Dalam tafsirnya Zainab al-Ghazali menjelaskan:
“Sesungguhnya ketentuan Allah Swt yang
menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan
sebagian mereka adalah sekutu bagi sebagian yang lain, merupakan penjelasan
terhadap ungensitas persatuan dan kesatuan di antara kaum muslimin.
Sesungguhnya satu golongan yang berbeda dalam hal pemikiran yang muncul di
kalangan kaum muslimin sangat berpotensi menyia-nyiakan kesungguhan golongan
yang lain serta melemahkan semangat mereka. Tidaklah pertolongan kaum muslimin awal-awal terhadap
Rasulullah saw melainkan karena sesungguhnya mereka ibarat gelang perhiasan
yang ada di sekeliling pergelangan tangan. Dengan demikian, kewajiban awal yang
diperintahkan oleh sang penyeru umat (Muhammad saw) terhadap umat Muslim yang
taat adalah menyatukan barisan mereka dan berusaha sekuat tenaga untuk
melenyapkan perpecahan, pembelotan, serta pertikaian yang akan menceraiberaikan
umat sehingga melemahkan persatuan mereka dan melenyapkan kekuatan mereka.
Hendaknya kita wahai kaum Muslimin, mengambil
pelajaran dari hikmah salat berjama’ah serta anjuran untuk melaksanakannya di
masjid. Anjuran ini menegaskan kepada kita bahwa kekuatan Islam terletak pada
kesatuan umat di bwah petunjuk Al-Qur’an yang mulia, dimana ayat-ayatnya kita
senandungkan di dalam setiap rakaat dari salat-salat kita dengan penuh semangat
dan kecintaan. Maka melalui fenomena yang kita hadapi sekarang, kita melihat
kondisi umat, siapakah diantara mereka yang berpegang teguh terhadap Al-Qur’an,
siapa yang mau menyatukan barisannya di bawah petunjuk Al-Qur’an dengan
semangat persaudaraan, kecintaan, kesungguhan dan amal saleh? Allah telah
menjanjikan kepada hamba-hambanya yang beriman, berakidah tauhid, bersikap
benar dalam perkataan dan perbuatan, baik di saat sendirian ataupun bersama
orang lain, maka akan Allah berikan surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Bagi mereka di dalamnya juga
disediakan tempat-tempat yang baik dalam surga ‘Adn dan bahkan yang lebih besar
dari itu yaitu keridhaan Allah terhadap mereka dan itulah kemenangan yang
terbesar.
Dalam penafsiran ayat ini, Zainab al-Ghazali
semakin menekankan bahwa laki-laki dan perempuan itu adalah sekutu yang harus
diperkuatkan persatuan dan kesatuannya. Beliau memaparkan bahwa perbedaan dalam
hal pemikiran di kalangan kaum muslimin sangat berpotensi menyia-nyiakan
semangat golongan umat Islam dan akan melemahkan semangat mereka. karena
menurutnya itu dapat meruntuhkan persatuan umat muslim. Seharusnya umat Muslim
yang taat itu harus menyatukan barisan
dan berusaha dengan sekuat tenaga
untuk menghilangkan perpecahan dan itu tidak dibeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan, karena kedua-duanya harus ikut andil dalam
memperjuangkan persatuan umat Islam.
Kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar itu bukan
hanya menjadi tanggung jawab laki-laki saja, tetapi juga mencakup perempuan.
dengan kewajiban sosial tersebut, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, Islam
telah memberikan kedudukan sosial yang tinggi kepada perempuan, di mana untuk
pertama kalinya Islam telah menjadikan perempuan sebagai orang yang menyuruh,
yang sebelumnya tidak pernah dikenal di dalam ajaran lain melainkan hanya
sebagai orang yang diperintah.
Karena sudah menjadi sesuatu hal yang wajar
apabila antara manusia yang satu dan yang lain saling bekerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, sebagaimana halnya
laki-laki, perempuan memiliki andil besar dalam menentukkan arah, corak dan
pola generasi kini dan masa depan. Karena itu, perempuan bersama laki-laki juga
harus bertanggung jawab dalam perngaturan urusan umat/masyarakat secara
keseluruhan. Dengan kata lain, kaum muslim maupun muslimah semuanya wajib
berjuang untuk menjadikan umat Islam sebagai Khayru Ummah, sebaik-baik
umat yang ada di dunia ini, bergerak bersama-sama dan tidak memisahkan diri.
Sebab, sebagai din yang sempurna dan universal, Islam memandang setiap
persoalan kemanusiaan tanpa pernah membedakan apakah itu persoalan laki-laki
dan persoalan perempuan saja. Islam memandang setiap persoalan umat manusia
sebagai tanggung jawab seluruh kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan
(sebagai individu serta bagian keluarga dan masyarakat).