Kamis, 16 November 2023

Kisah KH Hasyim Asy’ari dengan anjing milik Ch. O Vander Plas

 


Tahun 1947 masih menjadi tahun dimana bergejolaknya perundingan kekuasaan wilayah Indonesia dengan pihak kolonial. Berbagai upaya dilakukan Indonesia agar bisa menjadikannya negara yang utuh tanpa campur tangan dan kekuasaan belanda lagi, mengingat proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah dikumandangkan Soekarno pada tahun 1945. Hal itulah yang diperjuangkan para tokoh-tokoh nasional dan Islam agar terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan secara sempurna, bahkan KH Hasyim Asy’ari mengumandangkan resolusi Jihadnya melawan penjajah dua bulan setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan.

Pada tahun 1947 permintaan perundingan Belanda yang sudah disetujui Sutan Sahrir selaku perdana menteri Indonesia mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak termasuk  dari gerakan Masyumi yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari. Menghadapi hal tersebut pihak Belanda meminta kepada Gubernur Jawa Timur  yang dikomandani Ch. O Vander Plas  untuk berkunjung ke Tebuireng meminta persetujuan langsung dari KH Hasyim Asy’ari.

Kedatangan orang penting Belanda tersebut dikawal ketat. Para santri bersiaga menghadapi kedatangan tamu kolonial, mereka menjaga kyai disejumlah pintu gerbang. Namun keadaan baik-baik saja dan tidak terjadi bentrokan, bahkan tamu belanda itu sangat santun selama berada di Tebuireng, mengingat mereka mempunyai tujuan untuk mengambil simpati KH Hasyim Asy’ari.

Setelah dirasa aman, tamu tersebut dipersilahkan masuk menghadap KH Hasyim Asy’ari. Untuk menghormati pesantren dan KH Hasyim Asy’ari, anjing yang dibawa bersama Ch. O Vander Plas tidak dibawa masuk dan ditinggalkan di luar gerbang pesantren, karena yang mereka tahu anjing adalah binatang yang tidak disukai oleh kaum Muslim apalagi dikalangan pesantren.

KH Hasyim Asy’ari tetap menghormati tamu Kolonial yang datang seperti tamu-tamu yang lain, bahkan disuguhinya buah-buahan segar hasil dari perkebunan di pesantrennya yang membuat tamu kolonial itu memuji Pesantren Tebuireng. “buah-buah ini sangat segar, saya kagum dengan kemandirian pesantren ini, saya sudah lama mendengarnya.”

KH Hasyim Asy’ari mengucapkan terimakasih dengan nadanya yang datar. Setelah sedikit berbasa-basi, kemudian tamu kolonial langsung mengutarakan tujuannya datang ke Tebuireng yang pada akhirnya pembicaraan Ch. O vander Plas dialihkan KH Hasyim Asy’ari pada Anjingnya yang terus menggonggong di luar gerbang. “Maaf tuan sepertinya anjingnya kepanasan dan kehausan berada di luar, silahkan dibawa masuk saja.”

Hal tersebut sedikit membuat kebingungan tamu kolonial, sekaligus kekaguman kepada kyai karismatik tersebut. “bukannya anjing adalah binatang yang dibenci kaum muslim?” tanya sang tamu.

“bukan dibenci, namun dalam batas-batas tertentu muslim memang harus menjauhinya agar tidak terkena najis. Tapi kita tetap berkewajiban memberlakukan makhluk Tuhan dengan sebaik-baiknya.”

Tak lama berselang sang tamu meminta kepada salah satu prajuritnya agar membawa anjing tersebut masuk ke pesantren, sebuah pemandangan yang cukup ganjil disaksikan oleh para santri. Setelahnya perbincangan dilanjutkan dengan kesimpulan akhir bahwa KH Hasyim Asy’ari tetap menolak perjanjian Linggarjati itu karena keputusan bersama dan tamu kolonial pulang dengan tangan hampa.

Dua santri senior yang sedari tadi menemani pertemuan tersebut mendapat jawaban dari KH Hasyim Asy’ari mengenai pemandangan ganjil diperbolehkannya Anjing masuk ke dalam pesantren.

“anakku kalau najis itu sekedar luar saja, seperti duduknya anjing di kursi, itu mudah dibersihkan dengan debu atau air sabun, tapi najisnya hati karena bersekongkol dengan sekutu demi kekuasaan, janganlah sampai kita turuti.”

Sumber : Buku Novel Biografi Sang penakluk Badai (KH Hasyim Asy’ari)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...