Jumat, 01 September 2023

Rindu paling dalam (Rindu ini untuk Bapak)

 



RINDU INI UNTUK BAPAK

Bagaimana cara mengulang waktu? Sebuah kalimat pertanyaan yang sampai kapanpun tidak akan pernah terjawab, karena faktanya pertanyaan itu adalah pertanyaan Imajinasi yang dilontarkan seseorang karena merindukan semua yang sudah tertinggal di masa lalunya. Dan orang  itu adalah aku, yah aku melontarkan pertanyaan imajinasi tersebut, berharap kehidupan ini tidak jauh berbeda dengan kehidupan negeri dongeng, ada lorong waktu yang bisa aku telusuri jalannya, lantas memperbaiki hari-hari bersamanya, bersama seorang laki-laki yang sampai kapanpun akan menjadi cinta pertama dalam hidupku.

Di siang yang di selimuti awan mendung saat  ini, aku ingin menceritakan tentang kerinduan yang tidak akan menemukan muaranya di dunia, karena kerinduan ini untuk seorang laki-laki yang langkah kakinya sudah tak lagi meninggalkan jejak di atas bumi, seorang laki-laki yang suara lembutnya sudah tak lagi terdengar, seorang laki-laki yang sorot teduh matanya tak lagi aku rasakan, seorang laki-laki yang meski raganya sudah tidak ada di dunia namun kenangannya akan selalu tinggal dalam relung hatiku yang paling dalam.

Bapak, laki-laki itu adalah bapak. Tepat pada bulan Safar enam tahun lalu bapak sakit keras dan akhirnya Tuhan membawanya dalam solat terakhirnya. Bapak tentu tidak akan pernah bisa membaca tulisan ini, tapi kalimat-kalimat kerinduan dalam tulisan ini aku ingin persembahkan untuk bapak, seorang laki-laki yang kuat, seorang laki-laki yang tegas, seorang laki-laki yang lembut dan seorang laki-laki yang mudah sekali menangis.

Seperti sepuluh tahun lalu, tepatnya tahun 2011 tahun dimana aku harus merantau ke luar kota untuk melakukan test masuk studi strata satu, hal yang sampai saat ini akan selalu membuatku pilu ketika mengingatnya.  karena sebelum keberangkatanku, Bapak memelukku sambil menangis, di tengah isak tangisnya bapak memintaku  belajar yang baik agar bisa lulus dan masuk kampus harapan bapak, aku hanya mengangguk takzim dengan tangisan yang tak kalah hebat darinya.

Bapak memang berharap besar agar aku bisa masuk di kampus khusus perempuan tersebut, alasannya tidak karena berharap tentang keduniaan, tapi lebih kepada bapak ingin aku sebagai anak perempuannya bisa memberikan sebuah mahkota di kehidupan selanjutnya dan aku tidak bisa menolaknya, aku seorang anak yang tidak bisa mengatakan B jika bapak sudah mengatakan A. Sejujurnya aku berat menerima harapan bapak yang terlalu besar padaku, tapi aku melakukan semampuku, sekuatku dan karena aku menyayangi bapak lebih dari siapapun.

Setelah aku lolos untuk masuk di kampus tersebut, aku sudah jarang sekali ada di rumah. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di tanah rantau, bersama aktifitas-aktifitasku yang menurut versiku itu sangat padat. Aku hanya pulang ke rumah, ketika menjelang liburan saja, dan bapak selalu menyambut kepulanganku dengan suka cita, bahkan saat aku akan pergi lagi ke tanah rantau, bapak tak segan-segan mengantarku sampai di pintu bis kota sambil membantu membawakan barang-barang bawaanku.

Waktu berjalan memelesat seperti busur panah, empat tahun adalah waktu yang biasa dihabiskan para pelajar untuk menyelesaikan studi strata satunya, begitupun aku. Tepatnya tahun 2015 bulan Agustus aku di wisuda bersama ratusan mahasiswa lainnya, dan bapak menatap dengan bangga toga yang aku kenakan hari itu, bapak tersenyum tulus menyambutku di halaman gedung, tanpa pernah aku sadari bahwa bapak sakit, hari itu bapak sebenarnya sedang sakit. Tapi demi menghadiri prosesi wisudaku, bapak menahan rasa sakitnya dan  hanya raut bahagia yang aku saksikan di wajahnya hari itu.

Bahkan hari itu bapak mengulurkan tangannya menyodorkan sebuah kerudung segi empat bertuliskan Made in Turkey, untuk hadiah wisuda katanya. Meskipun aku tidak menyukai kerudung segi empat bermotif jaman dulu tersebut, aku tetap menerimanya dengan senyum sedikit terpaksa. Rupanya bapak menangkap gelagat dari wajahku, sampai kemudian beliau mengatakan bahwa jika tidak suka, tidak apa-apa untuk di simpan saja. sebuah kenangan yang selalu membuat aku menitikkan air mata saat mengingatnya kembali, karena aku menyesalkan diriku, kenapa aku tidak menunjukkan wajah bahagia saat menerima hadiah tersebut, atau minimal berpura-puralah bahagia saat menerimanya.

Tiga bulan setelah acara wisuda tersebut, bapak harus masuk rumah sakit. Aku masih begitu mengingat wajah kesakitan bapak saat itu, aku masih mengingat wajah bapak yang mencoba untuk tetap tersenyum di tengah rasa sakit yang dideritanya, aku masih begitu mengingat ketika bapak menahan sesak di dadanya setiap malam dan aku masih sangat mengingat saat fajar hari itu Tuhan membawa bapak dalam solatnya.

Hatiku benar-benar kosong  , aku sempat tidak tahu sedang merasakan apa ketika orang-orang sudah mulai ramai mengurusi bapak yang sudah tidak bergerak lagi, aku kebingungan dengan apa yang aku dengar,  kenapa orang-orang riuh sekali menangis diiringi lantunan ayat-ayat suci dibacakan tak pernah henti. hari itu disambut dengan hujan dan guntur yang bertalu-talu, sampai akhirnya aku tersadar bahwa hatiku benar-benar pilu. Aku tersadar bahwa laki-laki gagah itu sudah tidak ada, laki-laki gagah itu sudah pergi ke dimensi lain alam ini, meninggalkan kami di tengah-tengah hiruk pikuk padatnya aktifitas dunia.

Hari-hari setelah kepergian bapak adalah hari-hari penuh kerinduan, hari-hari penuh perjuangan terbentang, hari-hari penuh do’a panjang yang aku panjatkan untuk kehidupan bapak di alam sana agar dilimpahi ketenangan dan kedamaian. Aku ikhlas, aku ikhlas, aku meyakinkan hatiku berkali-kali, bahwa  kepergian bapak adalah yang terbaik, bahwa kepergian bapak akan memberikan banyak pelajaran, bahwa kepergian bapak adalah sebuah garis takdir yang harus aku terima dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

Tuhan pasti punya rencana yang tidak pernah Hamba pahami pada mulanya, namun akan selalu indah pada akhirnya.


NB: Tulisan ini dimuat dalam buku Antologi yang berjudul Rindu paling dalam, diterbitkan oleh Motivaksi Inspira pada tahun 2021.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...