Rabu, 30 Desember 2020

Tahun Berganti lagi

 


Tidak ada mimpi yang terkubur

Meski jarak dengannya semakin kabur.

Selama nafas masih menghirup udara

Tak akan aku biarkan terkadku diserbu nestapa.

Tahun-tahun terlewati

Semangat tak boleh henti

Usaha tak boleh mati.

Jangan menyerah, meski lelah.

Jangan mengeluh. Meski dihujani peluh.

Dan bergeraklah, berjuanglah.

Sampai tidak ada yang bisa menghentikanmu

Kecuali batas waktu.

Hari-hari yang kita lewati tidak ada yang benar-benar sempurna membuatmu selalu berada dalam fase bahagia. Ada masa dimana kita harus jatuh, kita harus sakit, kita harus bersedih, kita harus gagal, kita harus bertemu dengan orang yang salah, kita harus menangis, kita harus merasa tertekan, kita harus merasa tidak percaya diri dan akhirnya kita sampai pada titik dimana kita merasa  bukanlah siapa-siapa, sehingga lahir sebuah pemikiran bahwa kita memang terlahir tidak  seperti orang-orang yang sudah bisa mencapai semua harapan dan mimpinya.

Desember menjadi penutup untuk hari-hari yang kita jalani pada tahun 2020. Segalanya telah terlewati, kesalahan tetaplah jadikan sebuah pelajaran. harapan-harapan teruslah upayakan untuk kamu gapai,dan apapun yang sudah kamu raih tahun ini jadikan sebuah rasa syukur yang tak terbantahkan. Teruslah berjalan atau duduklah sebentar di sini, sambil menunggu tahun ini menutup harinya, siapkan apapun yang bisa membuatmu kuat menjalani hari-hari berikutnya. Tidak apa jika mimpi-mimpimu lagi-lagi tertunda untuk kamu raih, teruslah berusaha, teruslah bergerak dan jangan bosan untuk tetap mengetuk pintu langit.

Semoga harapan-harapan dan mimpimu cepat lambat akan datang memeluk dan membawamu..!

(Fitriyah Syam'un)

Selasa, 01 Desember 2020

Man's Search for Meaning (Dr Viktor E. Frankl)


Di penghujung bulan akhir tahun ini saya  mengenal salah satu buku mlilik Dr Viktor E. Frankl yang merupakan seorang Psikiater terkemuka dari Eropa. Yang mana beliau juga pernah berada di empat kamp kematian Nazi antara tahun 1942-1945. Dan dalam buku ini beliau menceritakan pahit getirnya berada di kamp tersebut, tentang keberuntungan-keberuntungannya, tentang harapannya yang terkadang harus maju mundur, tentang dirinya dan tawanan-tawanan lain yang juga bertarung untuk bisa menerima penderitaannya.

Saya sampai bingung harus mengatakan apa tentang buku ini, kalimat-kalimat dalam ceritanya sangat memotivasi untuk siapapun yang sedang merasa menjadi manusia paling menderita, merasa menjadi manusia paling menyedihkan atau menjadi manusia yang paling sangat tidak beruntung. Sejatinya selama keyakinan itu masih hidup di batin kita, harapan untuk terus melangkah itu akan selalu ada, tidak peduli penderitaan atau situasi apapun yang sedang kita hadapi. Seperti yang dikatakan dalam bukunya bahwa kita harus bisa melakukan apapun di dalam situasi hidup yang bagaimanapun.

Dalam bukunya juga beliau mengatakan bahwa kita harus tau tentang alasan kita untuk hidup agar kita bisa menghadapi bagaimana-bagaimana ke depannya nanti. Kita memang tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi dalam hidup kita, tapi kita bisa mengendalikan rasa dan cara kita dalam menghadapi hal tersebut. Kita tidak bisa menolak kesedihan, kita tidak bisa menolak apapun yang sudah ditakdirkan dalam hidup kita, tapi kita bisa mengubah cara pandang dan sikap kita dalam menghadapi kesedihan itu. semua kembali pada diri kita, karena kita punya potensi untuk menentukan cara bersikap dan berfikir kita dalam menghadapi kehidupan. Penderitaan, rasa bersalah dan kematian, sering sekali menghantui kita, tapi ketiga hal tersebut seharusnya mampu menjadi sebuah kesempatan untuk menjadikan diri kita lebih berhasil, lebih belajar untuk menjadi baik dari hari ke hari dan lebih membuat kita menjadi manusia yang bertanggung jawab pada hidup yang tidak kekal.

Dalam buku Dr Viktor ini, kita diajak agar selalu berfikir positif untuk bisa menemukan makna hidup pada situasi dan kondisi apapun. Jangan pernah menyerah, jangan kalah hanya  kerena penderitaan, jangan hancur dikarenakan oleh diri sendiri. Karena kita bisa menentukan untuk memilih cara yang lebih baik dalam menanggapi masalah tersulit dalam hidup.

Kurang lebih itulah sebagian pelajaran yang bisa saya ambil dari buku beliau, saya tidak menuliskannya semua di sini, karena kalian harus mencobanya sendiri untuk membacanya. Dan sebelumnya, ada salah satu cerita beliau yang sangat menyentuh hati saya pribadi, ketika beberapa hari setelah pembebesan beliau  dari kamp Nazi, beliau berjalan menelusuri desa yang ditumbuhi banyak bunga-bunga dan beliau mendengarkan banyak kicauan burung. Tidak ada apapun kecuali bumi dan hamparan langit, pada saat itu beliau berhenti dan menatap sekelilingnya kemudian menengadah ke angkasa dan akhirnya berlutut. Kemudian beliau berucap “Saya memanggil Tuhan dari penjara saya yang sempit dan Dia menjawab saya di kebebasan ruang”, dan beliau sampai tidak ingat berapa lama berlutut dan mengulang-ulang kalimat tersebut. Dari cerita ini, saya seolah terbawa arus kebahagiaan beliau yang tiada tara karena bisa melihat dunia kembali dengan penuh kebebasan.

Cukup sekian review buku ini, saya tidak boleh berlama-lama untuk menuliskannya, karena “Dunia tengah berada dalam kondisi Buruk, tetapi akan tetap memburuk, kecuali masing-masing dari diri kita melakukan yang terbaik” (Dr Viktor E. Frankl)

 

Minggu, 15 November 2020

Ia yang terlahir membawa Rahim, dan yang Rahim (Penyayang)

 


Ada kisah menarik yang aku temukan dari buku Mark Manson, The Subtle Art of not Giving a F*ck, dengan judul bahasa Indonesia Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Kurang lebih seperti ini kisahnya, ketika pada tahun 2008 Taliban mengambil kendali lembah Swat, mereka segera melaksanakan agenda ekstremis mereka, dengan salah satu agendanya yaitu meniadakan wanita yang berada di luar rumah tanpa didampingi pria dan meniadakan anak perempuan untuk pergi ke sekolah. Pada tahun 2009, ada seorang gadis Pakistan berusia 11 tahun bernama Malala Yousafzai mulai bersuara untuk melawan larangan beresekolah bagi anak perempuan dan Malala memutuskan untuk tetap pergi bersekolah dan mempertaruhkan hidupnya sendiri dan nyawa ayahnya, ia juga mengikuti pertemuan-pertemuan di kota-kota terdekat, bahkan ia menulis secara online tentang taliban “beraninya Taliban merampas hak saya untuk mendapatkan pendidikan!” seiring berjalannya waktu saat Malala berusia 14 tahun tepatnya pada 2012, di suatu hari ia ditembak tepat di wajahnya saat naik bis dari rumah menuju sekolah. Ketika itu ada seorang tentara Taliban bertobeng membawa senjata menaiki bis dan berteriak “Mana Malala? Katakan atau kutembak semua penumpang di bis ini”. Kemudian Malala menunjukan dirinya, lalu tentara itu menembaknya di kepala di depan semua penumpang bis tersebut. Tapi bersyukur Malala hanya mengalami koma dan masih hidup. Bahkan beberapa tahun kemudian, ia masih berbicara dengan lantang melawan kekerasan dan tekanan terhadap para kaum perempun di berbagai negara.

Taliban dan Afghanistan. Menggunakan Islam sebagai dalil dalam menekan para perempuan, merampas hak-hak perempuan.

Ketika budaya-budaya patriarki itu makin menjamur, perempuan harus menjadi lebih tangguh tapi tetap teduh, kuat tapi tetap bersahabat. Karena perempuan banyak mengemban amanah dari Tuhan, untuk menjadi manusia yang melahirkan anak-anak, dari mulai mengandung sampai sembilan bulan membawanya kesana kemari, harus merasakan sakitnya melahirkan dan kemudian menyusui sampai dua tahun.

Di tengah kesibukan perempuan menjadi seorang ibu, ia  dituntut oleh budaya agar bisa menjadi istri yang baik versi budaya dengan bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah, memasak, menyapu, mengepel dan lain sebagainya. bahkan tidak jarang perempuan sering dilarang untuk menempuh pendidikan tinggi-tinggi, dengan alasan pendidikan perempuan tidak boleh mengungguli laki-laki, atau seperti kisah di atas, perempuan di kunci rapat-rapat di dalam rumahnya dan hanya berkutat dengan urusan domestik. Budaya patriarki seakan merampas hak-haknya, membuatmu dan menjadikanmu hanya berkutat soal dapur, sumur dan kasur.

Pada satu waktu saya pernah menelusuri sejarah perjalanan perempuan pada setiap masa, ternyata perempuan sering mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan. perempuan bahkan dianggap oleh salah satu agama sebagai penyebab terusirnya Adam dari surga, sehingga dalam hal apapun perempuan  sering menjadi sebuah masalah dan dipermasalahkan. Mereka yang menganggap lemah dirinya, mereka yang menganggap remeh dirinya, mereka yang menganggap bahwa perempuan hanyalah pelayan untuk kehidupan laki-laki, mereka yang menganggap perempuan tidak boleh menempuh pendidikan tinggi-tinggi, aku yakin mereka hanya sedang menuruti keegoisannya saja, bahkan Tak jarang mereka  membawa dalil-dalil agama untuk membenarkan bahwa perempuan itu memang seperti apa yang mereka pikirkan, menganggapnya bahwa laki-laki dalam penciptaannya lebih unggul dari perempuan.

(Sumber: Buku Antologi Setintik Tinta Sejuta Makna, yang diterbitkan Sahabat Literasi. Salah satu tulisan Bird Pipit yang berjudul Untuk Makhluk terhebat, 2020)


Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan menurut Zainab al-Ghazali dalam Tafsirnya Nazharat fi Kitabillah.

 


Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwasanya Al-Qur’an tidak mengenal pembedaan antara laki-laki dan perempuan dan yang membedakannya hanyalah dari segi biologisnya. Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia. konstruk sosial dan agama mendudukan perempuan pada tempat semestinya, sama halnya dengan membongkar habis sejarah manusia yang telah berlangsung berabad-abad dan yang digugat tidak hanya sistem sosial yang terdiri dari kaum pria, tapi juga dari kaum perempuan itu sendiri.[1]

Al-Qur’an sebagai konsepsi dasar ajaran Islam secara verbal telah menjelaskan bahwa posisi perempuan sejajar dengan laki-laki. Untuk itu, jika ada pemahaman miring terhadap kedudukan perempuan dalam Islam, hal itu sebenarnya hanya hasutan orang-orang non muslim atau kaum orientalis. Islam tidak hanya sekedar menempatkan perempuan dalam kerja sama dengan laki-laki pada semua aspek tanggung jawab, baik secara khusus maupun umum. Lebih dari itu, Islam telah mengangkat derajat perempuan dan menempatkan sebagai perimbangan atas tanggung jawab yang dipikul dipundak mereka. Islam mengharuskan adanya penghargaan kepada kaum perempuan apabila ternyata mereka benar, persis seperti penghargaan yang harus diberikan kepada laki-laki. Jika Islam berkenan menerima pendapat sebagian laki-laki, maka ia pun menerima pendapat sebagian perempuan.[2]

  

Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (QS ali-Imran: 195)

 

Dalam tafsirnya Zainab al-Ghazali menjelaskan:

“Sesungguhnya diantara kegungan Allah Swt adalah bahwa ia merupakan zat yang maha adil lagi maha benar, tidak akan pernah menyia-nyiakan amalan hambanya, baik laki-laki maupun perempuan. Pada potongan ayat, ‘sebagian kalian dari sebagian yang lain’ mengandung makna kesetaraan sekaligus pemuliaan terhadap perempuan dan laki-laki secara bersamaan. Allah menjadikan keduanya sebagai esensi dari humanisme yang utuh. Allah gantungkan pengelolaan makhluk secara umum kepada mereka berdua serta Allah bebankan kepada mereka keharusan untuk mengikuti syri’at Nabi Muhammad saw serta bersama-sama dengannya menanggung amana serta menyampaikna risalah agama.

Kemudian Allah mengangkat derajat orang-orang yang maju untuk berjihad dari golongan laki-laki dan perempuan, lalu mereka berhijrah di jalan Allah. Mereka tanggung segala penderitaan di jalannya, sekalipun mereka diusir dari kampung halaman mereka. Begitu juga mereka mendapatkan berbagai perlakuan yang kurang baik dari orang-orang kafir dan zhalim. Kemudian dengan ganjaran dari Allah swt, ia hapuskan dosa-dosa keburukan mereka. Ia masukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, serta ia berikan untuk mereka ganjaran terbaik dari sisinya.[3]

 

Menurut Asma Barlas keberpasangan laki-laki dan perempuan yang berpotensi berbuat kebaikan dan dosa, itu artinya Al-Qur’an menuntut agar keduanya hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang sama dan memandang keduanya memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukannya.[4]

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun sunnah Nabi yang merupakan sumber utama ajaran Islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. sementara itu berkaitan dengan kesetaraan di antara jenis kelamin, yakni antara perempuan dan laki-laki, dalam ajaran Islam tidak membedakan diantara mereka berdua. Siapa saja diantara mereka akan mendapat ganjaran setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Namun dalam kenyataannya hubungan antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat masih timpang. Diantara penyebab hal tersebut adalah mitos-mitos yang disebarluaskan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum laki-laki.[5]

Al-Qur’an tidak membedakan perilaku moral dan sosial antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an justru menerapkan standar yang sama terhadap mereka dan menetapkan hukum atas mereka berdasarkan kriteria yang sama. sedikitpun  tidak ditemukan dalam Al-Qur’an pernyataan bahwa laki-laki dan perempuan karena secara biologis berbeda maka tidak setara dan berlawanan dalam berbagai hal atau bahwa Tuhan telah menganugerahi laki-laki kemampuan atau potensi yang tidak diberikan kepada perempuan. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan keimanan atau keingkaran mereka inilah yang menjadi inti ajaran Al-Qur’an tentang personalitas moral dan keimanan.[6]


Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(71). Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar (72).” (QS at-Taubah: 71-72)

 

Dalam tafsirnya Zainab al-Ghazali menjelaskan:

“Sesungguhnya ketentuan Allah Swt yang menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan sebagian mereka adalah sekutu bagi sebagian yang lain, merupakan penjelasan terhadap ungensitas persatuan dan kesatuan di antara kaum muslimin. Sesungguhnya satu golongan yang berbeda dalam hal pemikiran yang muncul di kalangan kaum muslimin sangat berpotensi menyia-nyiakan kesungguhan golongan yang lain serta melemahkan semangat mereka. Tidaklah  pertolongan kaum muslimin awal-awal terhadap Rasulullah saw melainkan karena sesungguhnya mereka ibarat gelang perhiasan yang ada di sekeliling pergelangan tangan. Dengan demikian, kewajiban awal yang diperintahkan oleh sang penyeru umat (Muhammad saw) terhadap umat Muslim yang taat adalah menyatukan barisan mereka dan berusaha sekuat tenaga untuk melenyapkan perpecahan, pembelotan, serta pertikaian yang akan menceraiberaikan umat sehingga melemahkan persatuan mereka dan melenyapkan kekuatan mereka.

Hendaknya kita wahai kaum Muslimin, mengambil pelajaran dari hikmah salat berjama’ah serta anjuran untuk melaksanakannya di masjid. Anjuran ini menegaskan kepada kita bahwa kekuatan Islam terletak pada kesatuan umat di bwah petunjuk Al-Qur’an yang mulia, dimana ayat-ayatnya kita senandungkan di dalam setiap rakaat dari salat-salat kita dengan penuh semangat dan kecintaan. Maka melalui fenomena yang kita hadapi sekarang, kita melihat kondisi umat, siapakah diantara mereka yang berpegang teguh terhadap Al-Qur’an, siapa yang mau menyatukan barisannya di bawah petunjuk Al-Qur’an dengan semangat persaudaraan, kecintaan, kesungguhan dan amal saleh? Allah telah menjanjikan kepada hamba-hambanya yang beriman, berakidah tauhid, bersikap benar dalam perkataan dan perbuatan, baik di saat sendirian ataupun bersama orang lain, maka akan Allah berikan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Bagi mereka di dalamnya juga disediakan tempat-tempat yang baik dalam surga ‘Adn dan bahkan yang lebih besar dari itu yaitu keridhaan Allah terhadap mereka dan itulah kemenangan yang terbesar.[7] 

Dalam penafsiran ayat ini, Zainab al-Ghazali semakin menekankan bahwa laki-laki dan perempuan itu adalah sekutu yang harus diperkuatkan persatuan dan kesatuannya. Beliau memaparkan bahwa perbedaan dalam hal pemikiran di kalangan kaum muslimin sangat berpotensi menyia-nyiakan semangat golongan umat Islam dan akan melemahkan semangat mereka. karena menurutnya itu dapat meruntuhkan persatuan umat muslim. Seharusnya umat Muslim yang taat itu harus menyatukan barisan  dan berusaha dengan sekuat tenaga  untuk menghilangkan perpecahan dan itu tidak dibeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, karena kedua-duanya harus ikut andil dalam memperjuangkan persatuan umat Islam.

Kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar itu bukan hanya menjadi tanggung jawab laki-laki saja, tetapi juga mencakup perempuan. dengan kewajiban sosial tersebut, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, Islam telah memberikan kedudukan sosial yang tinggi kepada perempuan, di mana untuk pertama kalinya Islam telah menjadikan perempuan sebagai orang yang menyuruh, yang sebelumnya tidak pernah dikenal di dalam ajaran lain melainkan hanya sebagai orang yang diperintah.[8]

Karena sudah menjadi sesuatu hal yang wajar apabila antara manusia yang satu dan yang lain saling bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, sebagaimana halnya laki-laki, perempuan memiliki andil besar dalam menentukkan arah, corak dan pola generasi kini dan masa depan. Karena itu, perempuan bersama laki-laki juga harus bertanggung jawab dalam perngaturan urusan umat/masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, kaum muslim maupun muslimah semuanya wajib berjuang untuk menjadikan umat Islam sebagai Khayru Ummah, sebaik-baik umat yang ada di dunia ini, bergerak bersama-sama dan tidak memisahkan diri. Sebab, sebagai din yang sempurna dan universal, Islam memandang setiap persoalan kemanusiaan tanpa pernah membedakan apakah itu persoalan laki-laki dan persoalan perempuan saja. Islam memandang setiap persoalan umat manusia sebagai tanggung jawab seluruh kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan (sebagai individu serta bagian keluarga dan masyarakat).[9]


(sumber: Tesis Fitriyah Syam'un, Kesetaraan Gender menurut Zainab Al-Ghazali , Studi Analisis Tafsir Nazharat fi Kitabillah,: PT Qaf Media, 2017)

 

 

 



[1] Maslamah dan Suprapti Muzani, Konsep-konsep tentang Gender Perspektif Islam,  hlm 285

[2] Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), Cet I, hlm 84

[3] Zainab al-Ghazali al-Jubaili, Nazharat fi Kitabillah,  hlm 278

[4] Asma Barlas, Believing Women in Islam, Terj,.R. Cecep Lukman Yasin, hlm 255

[5] Ratna Batara Munti, Perempuan sebagai Kepala Rumah Tangga, (Jakarta: The Asia Foundation, 1999), Cet I, hlm 38

[6] Asma Barlas, Believing Women in Islam, Terj,.R. Cecep Lukman Yasin, hlm 254

[7] Zainab al-Ghazali al-Jubaili, Nazharat fi Kitabillah,  hlm 573

[8] Muhammad Ali al-Hasyimi, Jati Diri Wanita Muslimah, (Jakarta: al-Kautsar, 1997), cet I, hlm 425

[9] Najmah Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV IdeA Pustaka Utama, 2003), Cet I, hlm 130


Lawanmu adalah Kamu

 


Kamu tidak perlu mencari siapa yang harus kamu lawan, karena musuhmu sendiri ada dalam dirimu, bersemayam dan duduk manis. Ia sedang menantimu, menanti kamu membuat perang antara akal dan hatimu. Tidak mudah untuk menyadari, bahwa pada akhirnya bukan orang lain yang harus kamu kalahkan, tapi musuh terbesarnya ada dalam dirimu sendiri.

ketika kamu merasa disakiti  orang lain, kamu harus berperang dengan dirimu sendiri, beradu pikiran, apakah kamu harus membencinya atau membiarkan saja dan memaafkannya. Ketika kamu merasa dunia tidak adil, lagi-lagi kamu juga harus berperang hebat dengan pikiranmu, apakah kamu harus sabar atau marah pada Tuhan. Hal-hal yang terasa membuatmu sedih, menangis, senang, bahagia, secara otomatis akal dan hatimu mencernanya dan mencari cara terbaik, sikap apa yang tepat untuk mengahadapi dan menerimanya.

Terkesan mudah, ketika mendengar dirimu sendiri yang harus dilawan, tapi faktanya itulah hal terberat dan sering membuatmu kalah dan ingin menyerah. Tapi percayalah, situasi apapun yang sedang kamu hadapi sekarang, bukan karena Tuhan tidak menyayangimu, justru karean Tuhan tau kamu mampu dan Tuhan ingin kamu selangkah lebih dekat lagi kepadanya.

Menangislah dan marahlah, apapun itu semoga tidak merubah dirimu untuk tetap menjadi pribadi yang semakin hari semakin kuat dan tangguh. Aku mencintaimu yang sedang berjuang melawan kekurangan apapun yang ada dalam dirimu, sampai nanti kamu akan ada  pada satu titik, dimana kamu bisa merubahnya menjadi lebih baik dan menerima dirimu dengan penerimaan yang besar.

(Fitriyah Syam'un)

Minggu, 13 September 2020

Anjangsana oleh Usman Arrumy

 


Anjangsana karya Usman Arrumy.

‘Apakah ini sama halnya ketika kita mencintai seseorang? Bahwa Cinta tidak bisa dirancang dan tidak dapat kita pastikan kedatangannya, terutama kita tidak akan bisa mengundang cinta untuk singgah di hati kita? Bahwa niat tidak berlaku dalam proses mencintai. Cinta memang nganuu’ (Anjangsana, hlm 114)

Sebelum jauh saya berbicara tentang buku ini, saya ingin sedikit bercerita tentang pertemuan tak terduga saya dengan buku berjudul Anjangsana yang memiliki sampul buku bercorak penuh dengan penuh kasmaran.

Pada mula saya membeli buku ini, saya tidak memiliki referensi apapun tentang Anjangsana, bahkan sayapun tidak memahami makna Anjangsana itu sendiri apa. Penulisnya? Saya tidak tahu, bahkan terfikir oleh saya ini penulis Indonesia atau bukan ya (saya memang terlalu Kudet). Penerbitnya? Ini bahkan untuk pertama kali saya membeli buku di penerbit Di*a Press.

Ada tiga buku yang saya beli dari penerbit Di*a Press , dan saya baru membuka buku Anjangsana  setelah saya selesai membaca salah satu buku yang saya beli secara bersamaan itu. apa yang saya dapatkan dari lembar pertama kata pengantar? Saya sudah mesem-mesem menikmati kalimat yang sangat indah dan nikmat sekali untuk dibaca kemudian dicerna oleh akal dan hati.

Tiba di Bab I, saya disuguhi judul ‘Seni menghadapi Malam’. Dari bab ini saya mengambil kesimpulan bahwa penulis sangat mencintai malam dengan segala udara dan kesunyiannya. Pada judul-judul di lembar selanjutnya, jujur saya katakan (bukan maksud mau pencitraan) ketika penulis menyuguhkan kisah-kisah perjalanannya selama di Pesantren dan nafsunya penulis kepada salim dan dawuhnya Kyai, benar-benar membuat saya selalu mengucap nama Tuhan dan aseli membuat saya merinding. Ini jujur saya katakan, bukan maksud mau melebih-lebihkan, tapi ini kenyataan yang saya alami ketika membaca setiap kalimat-kalimat kisah Penulis di dalam buku Angjangsana.

Dalam buku ini memang penulis memuat banyak kisah-kisah perjalanan hidupnya bertemu dengan manusia-manusia hebat pilihan Tuhan dan itu benar-benar bukan main membuat saya sangat berdecak kagum. Sesuai dengan apa yang dikatakan penulis, ‘bila engkau menemukan getaran di antara kata-kata dalam buku ini, itulah tanda bahwa kangenku telah sampai padamu’, faktanya kangen nya penulis telah sampai kepada pembaca khususnya saya.

Anjangsana...

Aku tak paham arti dan maknanya.

Tapi hati memilihnya untuk kubaca.

Sampul penuh kasmaran itu memang sedikit menyihirku,

Uluran-uluran tangan pada sampul buku itupun membuatku terpaku.

Usman Arrumy...

Nama yang aku-pun benar-benar tak tau siapa,

Tapi kalimat yang ia torehkan pada lembar-lembar itu benar-benar membuat lidahku selalu mengucap sang Pencipta.

Aku sampai kelu untuk membuat kalimat-kalimat ini,

Tapi semoga dapat dipahami dan dimaklumi.

Untuk Gus Usman Arrumy yang saya kagumi (Tulisan-tulisannya)....


Mohon maaf jika tulisan review buku kali ini terkesan tidak seperti sedang mereview, tapi lebih pada curahan hati saya atas kekaguman terhadap buku Anjangsana,. Karena memang beginilah adanya, kalian harus coba membacanya, jika  kalian merasakan getaran yang sama seperti yang saya rasakan, berarti sesuai dengan yang gus Usman katakan, ‘Kangennya sampai padamu’.

Nb: saya tulis ini malam hari pukul 21:21. Aku memilih malam, persembahan untuk penulis yang sangat mencintai Malam dengan segala keresahan, kesunyian, kesepian, keheningan dan tentu kebahagiaan di dalamnya...


Jumat, 11 September 2020

Letter for Self

 


Hey apa kabar?

Sepertinya kamu baru saja kesakitan, karena sakit lambungmu lagi-lagi kambuh dan mengganggu tidur lelapmu. Sudah kubilang berkali-kali, jaga pola makan di tengah aktifitas padat harianmu. Semangat memang sangat dibutuhkan, tapi apalah arti semangat kalau jasmanimu kau buat kesakitan. Jadii, Please jaga kesehatanmu, kamu masih miliki banyak mimpi yang harus kaum perjuangkan dan itu artinya kamu juga harus punya badan yang sehat dan kuat.

Hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, aku datang lagi ingin menyapamu, aku cukup bosan berada jauh di dalam dirimu dan saat ini aku putuskan untuk berbicara lagi denganmu.

Kamu lelah ya? Tentu hal itu lumrah terjadi pada kita semua termasuk kamu. Kamu bukan roobot yang tidak punya akal dan perasaan. Kamu berhak untuk marah, untuk sedih, lemah, menangis, mengeluh dan menyerah, tapi yang terakhir itu aku harap kamu tidak melakukannya. Kenapa? karena Menyerah adalah puncak akhir dari semua rentetan mimpi-mimpi kamu, semua harapan hanya akan jadi debu berterbangan tertiup angin, suram dan hilang.

Aku sangat bersyukur kamu tetap bertahan sampai sejauh ini, tidak peduli keadaan sering tidak mendukung semua harapan dan mimpimu, tapi kamu selalu punya tempat terpencil yang kamu sembunyikan untuk pada akhirnya kamu nyatakan pada dunia, bahwa kamu telah menggenggam semua mimpi-mimpimu dan mewujudkannya.

Orang lain tidak akan bisa mempengaruhi hati dan pikiranmu, meski sebanyak apapun mereka menghalangimu dari belakang samping dan depanmu atau bahkan mengelilingimu dan meneriakkan bahwa kamu hanyalah sampah dengan mimpi-mimpi omong kosongmu. Tidak apa, tidak apa, aku tau kamu akan kuat melewati semuanya, sudah sejauh ini aku yakin kamu tidak mungkin memutuskan menyerah begitu saja, pijak terus tanah di bumi ini, jalani, lalui, tekuni, nikmati dan syukuri, aku di sini akan selalu menemani.

Terimakasih ya selalu mendengarkan aku, terimakasih untuk tidak menyerah, meski beberapa kali semua yang kamu kejar terlihat semakin jauh dan samar. Tapi kamu memutuskan untuk terus mengejarnya dengan berlari kencang. Tidak apa harus jatuh berkali-kali, tidak apa sampai tersungkur terbalik, kamu hanya perlu mengobati sebentar, kemudian berjalanlah lagi, berjalanlah lewati semua rintangan dan tantangan yang datang menghadang.


Aku akan tetap berada dalam dirimu dan menyayangimu sepenuh hati, tidak peduli bagaimana penghakiman orang-orang atas apa yang pernah dan sedang kamu lakukan dan miliki. salam hangat dari aku yang sudah lama berada dalam jiwa dan pikiranmu. :) 

@Fitriyah Syam'un

Kamis, 10 September 2020

Menemani si Sunyi

 


Sendiri terkadang sepi, tapi menyepi adalah hal yang amat disenangi.

Menyepi baginya harus sendiri, tidak ada hewan-hewan berakal di sekitar.

Berjalan di bawah awan yang semakin terang,

Menatapi wajah-wajah yang semakin riang di keramaian.

dirinya amat suka menyepi tapi tak suka sunyi

dan selalu menginginkan bunyi

Benar-benar bunyi

Pada malam yang kesekian kali ia terbangun dengan keringat bercucuran, suhu badan yang kian dingin dan ia mulai memeluk kepalanya erat. ‘tidak apa, tidak apa ini hanya ketakutan’. dirinya untuk kesekian kali juga harus berbaring lagi dan menghidupkan laptop , membiarkan orang-orang dalam laptop itu berbicara sampai pagi, sampai hatinya yakin bahwa dirinya sudah memasuki hari baru dan akan menyambut matahari terbit.

Beberapa orang di bumi mengalami kecemasan yang kian hari kian menggerogoti mental tanpa pernah ampun. Mengikis setiap harapan yang sudah lama bersemayam dalam jiwanya dengan perlahan. Dirinya menangis dengan suara isakannya yang tertahan, di ruangan yang menurutnya seperti sebuah kenyamanan dan kebahagiaan dan di sanalah ia memupuk harapan itu kembali, meski beberapa samurai sudah bersiap-siap memotongnya tanpa pernah peduli.[]


Senin, 31 Agustus 2020

RINDU

 


Hallo Dear.. 

Aku mau nawarin buku antologi "Spesial" Yang aku tulis bersama penulis sahabat literasi lainnya. 

Judul buku:  Ruang Rindu 

Harga Buku Selama Masa Pre Order 30 Agustus-30 September 2020

paket 1: 

160K

(Buku + Kaos Ruang Rindu  + Donasi kebaikan) 

Paket 2: 

85K

(Buku + Penanda buku + masker Hijab Friendly + Donasi) 

Tebal Buku:  150++ Halaman

Penerbit:  3Media Karya

ISBN:  Masih Proses

Tentang buku: 

Seperti Lirik dari lagu Letto-Ruang Rindu 

"kau datang dan pergi oh begitu saja, semua kuterima apa adanya"

Setiap kenangan keluar masuk dalam ingatan tanpa permisi, dan hanya perasaan rindu yang berkecamuk dalam ruang ingatan. Kedatangan seseorang ke dalam hidup kita adalah cerita baru yang pada akhirnya menjadi kenangan suatu saat nanti, saat pada akhirnya ia harus meninggalkan kita"

-Puteri Renata (Founder Sahabat Literasi)-

Cerita dalam Buku antologi "Ruang Rindu" yang ditulis oleh sahabat literasi adalah titipan rasa dalam hati penulis dan mungkin saja sama dengan yang dirasakan pembaca. 

Yuk di order segera 📝💙

Jumat, 31 Juli 2020

Perenungan Ibrahim Alaihissalam tentang Tuhan



Saat ini kita sedang berada pada bulan Dzulhijah, bulan di mana seluruh umat Islam mendapat perintah untuk berkurban bagi yang mampu. Berbicara tentang kurban, pasti ingatan kita akan langsung tertuju pada kakek buyut Rasulullah saw yaitu nabi Ibrahim as, ketika beliau diperintahkan oleh Allah azza wajalla untuk menyembelih anaknya, seorang anak yang selama itu sudah dinantikannya sampai pada usia Ibrahim yang sangat senja.

Perjalanan hidup nabi Ibrahim as pasti membuat siapapun sangat mengagumi akan kepandaian dan kecerdasannya, seperti salah satu kisah paling menarik yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an adalah tentang pencarian beliau akan Tuhannya. Ibrahim adalah seorang nabi, tapi beliau mencari Tuhannya sendiri melalui perenungan yang sangat dalam. Ketika Ibrahim melihat bulan, ibrahim berkata “apakah ini tuhanku” dan ketika melihat bulan itu terbenam, beliau mengatakan “aku tidak suka yang terbenam”. Kemudian beliau juga melihat bintang dan mengatakan hal yang sama, tetapi karena bintang juga terbenam, maka beliau mengatakan Tuhanku tidak akan terbenam. Dan yang terakhir beliau mengatakannya kepada matahari “apakah ini Tuhanku, ini sangat besar saya yakin ini adalah Tuhanku” tetap matahari itu terbenam dan beliau mengatakan kembali “aku tidak menyukai yang terbenam”. Sampai pada kesimpulan atas perenungannya sendiri, Ibrahim mengatakan “aku mengimani Tuhan yang menciptakan bulan, bintang dan matahari”.

Tidak sampai di situ kecerdasan Ibrahim dalam membuktikan logisnya tentang maha esanya Allah. Salah satu kisah beliau dengan berhala-berhala yang disembah raja Namrud dan pengikutnya ketika itu juga sangat menarik. Ayah beliau seorang pembuat patung pada masa kerajaan Namrud, dan kala itu masyrakatnya adalah penyembah patung atau berhala yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Pada suatu malam, ketika raja Namrud sedang melakukan perayaan besar-besaran bersama rakyat dan pengikutnya, Ibrahim alaihi salam diam-diam menyelinap di tempat peribadahan mereka, tempat dimana para berhala-berhala dari kecil sampai besar itu diletakan. Dengan bermodalkan kampak yang dibawanya, Ibrahim menghancurkan semua berhala-berhala tersebut, tetapi beliau menyisakan satu berhala paling besar dan meletakan kampak itu di pundak berhala paling besar. Keesokan harinya raja Namrud kaget dan marah bukan main melihat tuhan-tuhannya sudah hancur dan langsung memerintahkan pengawalanya untuk memanggil Ibrahim. Ibrahim dengan gagah tanpa rasa takut memenuhi panggilan raja Namrud, ketika beliau di tanya oleh raja Namrud “siapa yang menghancurkan patung-patung ini?” mendengar pertanyaan rajanya, Ibrahim alaihi salam menjawabnya dengan tenang dan penuh ketegasan “coba kamu tanya saja pada berhala paling besar itu” mendengar jawaban Ibrahim, raja Namrud langsung menjawabnya dengan berang “mana mungkin berhala itu bisa menjawabnya, itu hanya patung” mendengar jawaban rajanya, Ibrahim semakin mudah menebas pemahaman mereka tentang tuhan patung yang sejatinya hanyalah benda mati “sudah tau berhala itu hanya patung, kenapa kalian semua menyembahnya?” jawaban Ibrahim yang sangat masuk akal itu ternyata tidak membuat raja Namrud tersadar, justru ia semakin marah dan memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan kayu bakar, karena ia akan menjatuhkan Ibrahim dan membakarnya hidup-hidup. Ibrahim alaihi salam dibakar hidup-hidup, sampai ada riwayat yang mengatakan bahwa api itu baru padam ketika sudah 40 hari, tetapi atas izin Allah api itu tidak mebakar tubuh kekasih mulianya.

Dua kisah di atas tentu sudah sangat tidak asing untuk dibaca dan didengar, kisah yang sarat akan makna dan hikmah tentang kecerdasan Ibrahim pada masa pencarian Tuhannya dan menghancurkan logika raja Namrud dan pengikutnya. Berbicara tentang pencarian Tuhan tentu kita pasti pernah ada pada masa perenungan tentang bagaimana Tuhan, saya-pun pernah berada pada fase dimana saya harus membuktikan keyakinan saya yang dari lahir ini adalah keyakinan yang benar dan tidak bertentangan dengan akal, itulah mengapa dahulu saya pernah berkeinginan mempelajari Perbandingan Agama ketika menduduki bangku perkuliahan, meskipun hal itu tidak tercapai, saya tetap sedikit mempelajari beberapa agama agama yang ada di Indonesia, dan alhamdulillah saya semakin yakin dan semoga selalu yakin sampai akhir hayat dengan agama yang sudah diajarkan oleh orang tua saya sejak kecil.

Saya selalu mengatakan dalam diri saya ketika berbicara tentang Tuhan “jangan cari Tuhan dengan akalmu, karena akal tidak akan sanggup menembusnya, tapi carilah Tuhan dengan hatimu, maka kau akan temui ia bersemayam di dekatmu melebihi urat nadimu”. Sejalan dengan ini Maulana Rumi pernah membuat syair tentang bagaimana banyaknya manusia-manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan, “Tuhan adalah samudra tanpa tepian, tapi banyak orang tenggelam di dalamnya dan berteriak dimana Tuhan”.

Semoga bermanfaat J

 


Minggu, 05 Juli 2020

Melihat Api Bekerja (M. Aan Mansur)



Mereka yang asing dan tidak mengenal namaku adalah kekasihku—termasuk langit, bunga-bunga, buku-buku tua, pagi, segelas kopi, dan anak kecil.

Aku tidak ingin mencintai pahlawan—mereka yang pandai dan mampu mengubah penderitaan orang lain jadi senyuman. Aku tidak mau melihat orang yang kucintai berubah jadi patung di taman kota atau poster di dinding sekolah dan diabaikan. (KETIDAKMAMPUAN)



Aku benci berada di antara ornag-orang yang bahagia. Mereka bicara tentang segala sesuatu, tapi kata-kata mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka tertawa dan menipu diri sendiri menganggap hidup mereka baik-baik saja. Mereka berpesta dan membunuh anak kecil dalam diri mereka.

Aku senang berada di antara orang-orang yang patah hati. Mereka tidak banyak bicara, jujur dan berbahaya. Mereka tahu apa yang mereka cari, mereka tahu dari diri mereka ada yang telah dicuri. (MENIKMATI AKHIR PEKAN)

Jumat, 03 Juli 2020

Untuk yang tersayang: Aku, Aku sendiri, hanya aku.


Untuk aku dan mungkin juga ada yang sama seperti diriku. Tenanglah pada setiap keadaan yang sangat mendesakmu. Tersenyumlah pada setiap keadaan yang sangat menekanmu. Dan nikmatilah pada setiap waktu yang kamu lewati. Bersyukurlah pada apa yang kau terima, bersabarlah pada apa yang telah ditentukan. Aku tahu  kamu menangis pada ruang hampamu, kamu mengadu pada Tuhan dalam ketidakpercayaanmu akan hidup, aku melihat semua ketidakmampuanmu dan terimakasih kamu masih tetap bertahan sampai saat ini.

Aku melihatmu meringkuk dalam tidur lelapmu, mengeluarkan bulir-bulir air mata itu pada setiap terjagamu, dan kecemasan itu selalu datang setiap malam mengganggu ketenangan tidur malammu, hingga kau putuskan menunggu fajar terbit seiring dinginnya embun pagi dan kau kembali tersenyum pada setiap titik sinar mentari ketika sudah mulai kau lihat cahayanya.
Hari-hari sesak itupun pernah kamu jalani, hari-hari penuh sesak itu pernah membuatmu tak menentu. Aku pikir kamu akan gila dan lelah menjalani kerasnya hidup, tapi lagi-lagi aku bersyukur kamu pernah melewati itu semua dan sekarang hanya bisa tersenyum mengenang rasa pahit itu, meskipun aku tahu, hati dan mentalmu ada pada fase trauma untuk memulai sesuatu.

Tetapi, apapun semua keputusanmu, aku akan tetap mendukungmu. Aku tahu saat ini yang kamu butuhkan hanya dukungan sebanyak-banyaknya, dukungan pada semua karir yang ingin engkau jalani dan aku tidak akan memaksamu pada sesuatu yang memang kamu belum sanggupi untuk dijalani. Aku berdiri di belakang mu, aku menopangmu jika memang pada suatu hari kamu jatuh dan harus mundur pada setiap keadaan yang kamu rasa tidak sanggup untuk kamu lewati. Aku akan mengulurkan tanganku, jika memang pada suatu hari kamu terjatuh dan berat sekali untuk bangun dan berdiri kembali. Aku di sampingmu jika memang pada suatu hari kamu butuh genggaman untuk menemani masa-masa berat dalam hidupmu. Aku pun harus ada di depanmu, jika memang pada suatu hari nanti ada orang-orang yang akan menyerang dan menjatuhkanmu tanpa ampun. Percayalah aku tidak akan kemana-mana, karena aku adalah kamu, aku telah hidup jauh di dalam jiwamu, yang akan tetap bersamamu untuk melewati semuanya.

Sudah ya, semoga kamu selalu bahagia, semangat dan jangan takut untuk bertemu dengan seseorang yang mungkin nanti bisa membuat dan memberikan kepadamu kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Ini hanya soal waktu, percayalah Tuhan akan membayar semua rasa sakit di masa lalumu itu. tetaplah sabar dan tegar, tetaplah tangguh dan teduh dan tetaplah membumi pada semua apa yang sudah kamu dapatkan...

Dari: aku yang hidup di dalam jiwamu. J



72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...