Bismillah, saya kembali
lagi merenungi salah satu buku yang beberapa hari ini usai dibaca. Buku biografi yang akan selalu saya
baca dengan penulis yang berbeda-beda, karena ribuan narasi satu buku tak akan
pernah cukup puas untuk saya bisa mengenal sosok manusia mulia itu, sosok
manusia yang bahkan berabad-abad lalu telah meninggalkan dunia ini.
Muhammad the World Changer karya Muhammad Jebara, satu-satunya
buku biografi yang begitu indah menggambarkan bahwa Muhammad saw adalah
manusia biasa namun memiliki keteduhan akhlak yang begitu menghangatkan.
Muhammad kecil yang mengambil madu saat di bawah didikan pengasuhnya, Muhammad
yang bahkan mencintai lautan dan ombaknya saat para kafilah dagang memutuskan
berhenti sejenak di pinggiran pantai, Muhammad yang dengan halus selalu menolak
ajakan para kerabatnya untuk menyentuh Wanita dan Khamr, Muhammad yang larut
dalam kesedihan karena kepergian orang-orang terdekatnya, Muhammad yang belajar
berkuda memanah di bawah pengasuhan pamannya Hamzah. Semua kepribadian Muhammad saw yang tiada
tanding mulianya benar-benar dinarasikan dalam buku Muhammad Jebara ini. Meskipun
dalam pendahuluannya penulis memohon maaf karena lancang mengorek kehidupan
pribadi Manusia mulia tersebut.
Allahumma Sholli ‘ala Muhammad. Dalam bukunya penulis menarasikan manusia
mulia itu sebagai seorang pemikir kontemplatif yang menyadari bahwa harga diri
bangsanya yang terlalu tinggi justru menghambat dinamika. Masyarakat Mekah terlalu
memegang teguh cara hidup leluhur dan takut menghadapi perubahan. Manusia mulia
itu begitu menyadari bahwa penduduk Mekah sangat tidak menyukai perubahan.
Masyarakat Mekah pada masa itu mendapat julukan Jahiliyyah,
yang penulis gambarkan sebagai pola
pikir yang menerima tradisi turun temurun tanpa bertanya-tanya. Al-Qur’an
mengartikan Jahiliyyah sebagai pengukungan. Al-Qur’an memberikan larangan untuk
Kembali ke cara-cara yang sudah ketinggalan zaman dengan penuh keangkuhan,
seakan-akan mengungkung diri sendiri di dalam benteng yang terpencil.
Selain menarasikan kisah perjalanan dan pribadi manusia
mulia, ada beberapa poin yang cukup menarik untuk tidak pembaca lewatkan begitu
saja. Salah satunya adalah tentang tafsir dan terjemah ayat-ayat al-Qur’an yang
cukup berbeda dibandingkan tafsir dan terjemah pada umumnya. Penulis juga
menfafsirkan ayat Mutasyabihat seperti surat Toha, yang dalam kisahnya menjadi
salah satu surat yang menggugah hati Umar bin khathab kemudian memutuskan untuk
masuk Islam.
Pada halaman 150, Ketika manusia mulia itu menerima wahyu
surat al-Alaq, penulis menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan tafsir yang dalam
dan menggugah.
اِÙ‚ۡرَاۡ بِاسۡÙ…ِ رَبِّÙƒَ الَّØ°ِÙ‰ۡ Ø®َÙ„َÙ‚َۚ
Pada ayat pertama penulis menafsirkan bahwa ayat tersebut
menggambarkan harapan, seperti Ketika selama musim dingin segala macam tumbuhan
seolah-olah mati, tetapi kedatangan musim semi mengungkapkan bahwa
tumbuh-tumbuhan itu ternyata tengah menantikan waktu yang tepat untuk bertunas
dan berkembang lagi. Ayat tersebut menyebutkan kata rabb sebuah
istilah untuk pembimbing, yang mengandung makna seseorang yang dengan lembut
menyiramkan air ke pangkal tanaman baru, lalu memasang kayu penyangga untuk
memandu arah pertumbuhannya.
Ø®َÙ„َÙ‚َ الۡاِÙ†ۡسَانَ Ù…ِÙ†ۡ عَÙ„َÙ‚ٍۚ Ù¢
Pada ayat kedua, Kata ‘Alaq dalam ayat tersebut
mengacu pada sulur yang menempel ke batang pohon sebagai contoh symbiosis dalam
alam. Sulur-sulur dapat tumbuh tanpa membahayakan pohon yang menjadi inang.
Untuk mengasah potensi mereka, manusia perlu saling berhubungan dan bekerja
sama, saling bertukar ilmu, dan menggabungkan gagasan-gagasan lama untuk
membentuk gagasan baru.
اِÙ‚ۡرَاۡ ÙˆَرَبُّÙƒَ الۡاَÙƒۡرَÙ…ُۙ
Pada ayat ketiga, Kata iqra’ diulang untuk
memberikan penekanan pada perkembangan, lalu kata akram digunakan
untuk mengingatkan pada kebun anggur. Yang mana bagi orang Arab, kebun anggur
melambangkan tempat yang asri untuk mencari kedamaian dan keamanan. Mengacu
pada sulur-sulur yang digambarkan pada ayat sebelumnya, ayat ini menggambarkan
tempat buah dari sulur-sulur itu diubah menjadi sesuatu yang menyenangkan dan
menyehatkan.
الَّØ°ِÙ‰ۡ عَÙ„َّÙ…َ بِالۡÙ‚َÙ„َÙ…ِۙ
Gambaran tentang kebun anggur menjadi pengantar pada ayat
berikutnya, yang menenkankan pada proses. Istilah ‘Allama
mengandung makna gunung agung (‘alam), melambangkan stamina yang dibutuhkan
untuk mencapai puncaknya dan kesetiaan penduduk Mekah pada kenangan masa lalu
untuk mengamankan diri. Upaya keras dan penuh kehati-hatian juga terkandung
dalam kata Qalam, yang menggambarkan seni mengasah bilah ilalang
untuk membuat pena. Menurut penulis, lapisan demi lapisan makna perlu dikupas
dengan hati-hati hingga akhirnya menunjukkan inti pemahaman dan memberikan alat
untuk membagi pengetahuan kepada dunia.
عَÙ„َّÙ…َ الۡاِÙ†ۡسَانَ Ù…َا Ù„َÙ…ۡ ÙŠَعۡÙ„َÙ…ۡؕ
Ayat terakhir atau ayat kelima, mengingatkan pada tujuan utama
yaitu mengubah kemandekan menjadi kemungkinan yang semula tidak terbayangkan. Kata
Insan (yang bermakna kiasan manusia) memiliki banyak konotasi. Di
satu sisi, kata itu bisa dimaknai sebagai seseorang yang melupakan dan
menunda-nunda sehingga mengakibatkan kemandekan. Namun di sisi lain, kata itu
juga memiliki makna seseorang yang hebat. Dengan mengambil keputusan secara sadar
untuk mengembangkan potensi tersembunyi, seseorang yang semula mengalami
kemandekan dapat menjadi hebat. Jika penduduk Mekah bisa menerapkan teladan
pembaharuan musim semi dalam kehidupan mereka, mereka akan mampu meraih
pencapaian-pencapaian besar.
Penulis menekankan bahwa ajaran yang dibawa manusia mulia itu
bersifat revolusioner. : hikmah
perbuatan baik seseorang mungkin baru akan disadari bertahun-tahun kemudian,
atau bahkan setelah kematian. Pesan yang disampaikan Muhammad saw kepada para
pengikut bawah tanahnya bersifat revolusioner: meskipun saat ini kau berhadapan
dengan kekejian, tetaplah berpikir, Menyusun rencana dan bertindak untuk jangka
Panjang.
Selain tafsir wahyu pertama, penulis juga menafsirkan
ayat-ayat pertama surat Ta ha:
Ø·ٰÙ‡ٰ ۚ
(tegak berdiri). Perintah dalam surat itu mendorong para
pendengarnya untuk tidak gentar. Kedua abjad yang mengawali surah juga
mengandung makna. Tha melambangkan tujuan dan Ha
melambangkan suri teladan. Jika dipadukan, kedua abjad tersebut meminta para pendengar
untuk tekun mengejar tujuan, yaitu membebaskan potensi tersembunyi mereka dengan
cara meneladani orang lain. Dari tafsir ayat ini pembaca bisa melihat, bahwa
Muhammad Jebara menafsirkan ayat Mutasyabihat, huruf-huruf awal surat yang
biasanya hanya berdiri sendiri tanpa penafsiran.
Ù…َاۤ اَÙ†ۡزَÙ„ۡـنَا عَÙ„َÙŠۡÙƒَ الۡـقُرۡاٰÙ†َ Ù„ِتَØ´ۡÙ‚ٰٓÙ‰ ۙ
اِÙ„َّا تَØ°ۡÙƒِرَØ©ً Ù„ِّÙ…َÙ†ۡ ÙŠَّØ®ۡØ´ٰÙ‰ ۙ
Masing-masing kata dalam dua ayat singkat tersebut sarat
kiasan dan makna berlapis. Istilah menurunkan (anzal) mengandung
makna gugusan bintang (manazil, yang berasal dari akar Bahasa Ibrani,
mazal) yang digunakan oleh para pemandu untuk menentukan arah di
padang pasir. Bagaikan cahaya bintang dalam kegelapan, wahyu-wahyu yang telah
diturunkan memberikan harapan di tengah keputusasaan dan petunjuk praktis bagi
siapapun yang tengah mencari arah kehidupan. Istilah membebani (syaqqa)
menggambarkan wajah bersimbah peluh dan lumpur seorang budak yang sedang
mengangkut beban berat. Tuhan bukanlah majikan yang memeras tenaga budak untuk
kepentingan pribadi, tetapi pembimbing yang hendak membantu manusia menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupan.
Istilah untuk membebaskan dan meninggikan derajat (tadzkirat)
menggambarkan seseorang yang bebas berdiri dan menonjolkan diri untuk membuat
orang lain terkesan atau seseorang yang dikenang lantaran perbuatannya. Dan akhirnya,
kata yakhsya yang secara harfiah bermakna ‘keluar dari kepompong’
dapat diartikan sebagai mendobrak penghalang yang dibangun sendiri, yang tidak
memungkinkan pemahaman. Ayat ini meminta pendengarnya untuk melonggarkan
pertahanan mental mereka dan mendengarkan secara aktif dan tulus untuk membuka
pikiran mereka terhadap gagasan-gagasan yang cukup kuat untuk membebaskan dan
meninggikan derajat mereka.
Surat Tha Ha, berbeda dari wahyu-wahyu
sebelumnya yang berisi renungan intelektual rumit, menyajikan contoh-contoh praktis
untuk dipelajari (sesuatu yang jauh lebih bisa dipahami oleh penduduk Mekah
daripada renungan abstrak selama setahun sebelumnya). Wahyu surat ini sarat
akan cerita, terdiri atas lebih dari seratus ayat dan menyampaikan berbagai
kisah tentang orang-orang yang tidak sempurna dan memiliki kekurangan. Dengan kisah-kisah
tentang Musa, Harun dan Adam, surat ini memperkenalkan sosok-sosok nabi yang
selain Ibrahim sang pendiri Mekah yang telah dikenal oleh bangsa Arab.
Narasi surat Ta Ha diawali dengan Musa yang
melakukan perjalanan melintasi alam liar Bersama keluarganya dan mellihat nyala
api di kejauhan. Dia mengira api itu dinyalakan oleh sesama musafir, tetapi
beberapa saat kemudian dia melihat kobaran api di semak-semak dan dari dalamnya
Tuhan memberinya perintah: “Aku adalah Tuhan yang maha penyayang (Allah)…
maha mengetahui apa yang terlihat maupun yang ghaib … “
Surah Ta Ha menggambarkan Musa sebagai sosok
perkasa dan temperamental, seseorang yang membunuh orang lain saat amarahnya
memuncak, lalu kabur begitu saja. Seseorang yang dengan kasar menyambar janggut
saudaranya sendiri lantaran merasa terkhianati. Seorang pria pemarah yang telah
dengan kesal melempar sabak batu Tuhan ke tanah tetapi mendapat pengampunan.
Dari sepetik tafsir dalam bukunya, penulis menonjolkan sisi
motivasi pada setiap makna ayat-ayat yang terkandung dalam kedua surat di atas,
rentetan kalimat yang begitu indah untuk direnungi dan mudah untuk diresapi. selain tafsir terdapat juga terjemah beberapa
ayat Qur’an di dalamnya yang berbeda dengan terjemah Qur’an pada kebanyakan, seperti
kata Iqra’ yang bisa bermakna Bacalah, penulis
menerjemahkan lebih jauh dari itu yaitu Berkembanglah majulah. Menurutnya
konteksnya adalah sang Nabi saw berbicara di hadapan kerumunan orang Arab yang Sebagian
besar buta huruf dalam keadaan stagnan akibat perilaku mereka sendiri, kata
tersebut lebih bisa dimaknai sebagai tujuannya untuk menginspirasi kemajuan. Maka,
iqra’ bisa dianggap sebagai homonym yang bermakna: Majulah.
Narasi kisah manusia mulia itu tertulis dengan kalimat yang
menggugah pembaca, banyak hal-hal yang tidak pernah kita temui di buku-buku
biografi Muhammad saw lainnya, sehingga semakin membuka wawasan pembaca untuk
bisa mengenal lebih dalam sosok bagaimana manusia mulia itu berjuang dan
menjalani kehidupan.
Terjemah dan tafsir
dalam buku Muhammad The World Changer tidak mungkin saya tulis semua di sini, dengan
harapan agar pembaca juga turut melahap semua kalimat yang tertoreh dalam buku
tersebut. Namun di sini izinkan saya juga mengutip beberapa kalimat yang
sekiranya bisa menjadi referensi untuk menyemangati para pembaca untuk segera
memiliki dan membaca bukunya dengan diawali dan diakhiri Shalawat kepada
baginda Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya
sampai hari akhir.
“kau telah merenggut
nyawa seseorang , tetapi kami menyelamatkanmu dari kedalaman rasa bersalah dan
putus asa dan Kamilah yang menyebabkanmu merenung dan mempertimbangkan Kembali tujuan
hidupmu.” (hlm 162)
“sebagai Muslim, mereka menerima bahwa manusia memiliki
kekurangan, tetapi justru itulah yang menyemangati mereka untuk terus
meneladani satu-satunya hal yang sempurna di alam Semesta, Tuhan.” (hlm 157)
“mendidika anak laki-laki berarti memberdayakan dirinya,
tetapi mendidik anak perempuan berarti memberdayakan seluruh bangsa. Hargailah anak
perempuanmu dan jangan mengutamakan anak laki-lakimu.” (hlm 133)
“Bahasa adalah dasar kepemimpinan. Karena Arab kekurangan
kekuatan militer kemampuan diplomasi menjadi kekuatan utama. Untuk menjadi
pemimpin, seeorang harus berbicara dengan fasih, pintah membaca situasi dan
dapat berbicara dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dengan cara
yang bisa mereka hargai.” (hlm 67)
“kematian Khadijah radhiallahu anhuma merupakan pukulan telak
bagi sang Nabi saw ‘dia adalah tempatku mencari kedamaian di tengah lautan
kebingungan. Sia mempercayaiku Ketika orang lain menghujatku. Dia memunculkan
sisi terbaik dari diriku Ketika orang lain berusaha meremehkanku. Dia mendukungku
Ketika orang lain mencoba menghentikanku. Dia menguatkanku dengan kata-katanya,
membagikan kekayaannya kepadaku dan menghidupiku beserta anak-anak kami’.” (hlm
191)
“jangan berkubang dalam kepedihan masa lalu: ganjalan
perasaan mengakibatkan kemandekan, sedangkan pengampunan mendatangkan kebebasan.”
(Hlm 210)
“mereka perlu menyadari bahwa kesuksesan bisa didapatkan
dengan cara mengambil Tindakan dan memperlakukan kekurangan mereka sebagai
tantangan untuk memperbaiki diri. Mereka perlu menyadari bahwa pola-pola yang
rusak harus diperbaiki untuk memberikan ruang bagi gagasan dan kreativitas
baru. Berpikir besar berarti melihat peluang dimana-mana: mengubah bahan mentah
menjadi hasil karya yang indah, mengubah unsur-unsur yang semula dianggap
sampah menjadi hasil karya baru, berani merancang visi baru, dan memanfaatkan
unsur-unsur yang cacat dalam masyarakat.” (hlm 220)
Sekian untuk ulasan dari buku Muhammad the World
Changer. Buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka dengan judul yang
sama dari aslinya dan diterjemahkan oleh Berlian M. Nugrahani. Harus diakui
Bentang Pustaka selalu menerbitkan buku-buku terjemah, namun tetap konsisten
pada keindahan Bahasa yang ditorehkan oleh penulis. Semoga bermanfaat dan
selamat menyelami Samudra ilmu.