Senin, 25 Desember 2023

Please Look After Mom by Kyung Sook Shin

 

Sebuah novel yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Gramedia ini berhasil membuat pembaca emosional pada setiap lembar yang di tuliskan oleh Writer-nim. Saya menangis, ikut merasakan betapa kesepian dan kesedihan itu terasa nyata dirasakan oleh sang Ibu, namun Ibu tidak menyerah, ia sosok wanita yang melepaskan semua impian-impiannya dan menejalani kehidupan yang sangat berat itu dengan tidak menyerah.  Anak-anak menjadi penguat dirinya untuk tetap bekerja keras, namun rasa kesakitan  bercampur kebahagiaan melihat anak-anaknya ketika mulai beranjak dari rumah lamanya dan pergi ke kota untuk menjemput impian-impiannya sangat menyentuh hati. Ah saya jadi tidak bisa menggambarkan bagaimana penuh emosional nya novel ini, saya pikir setiap lembar novel ini adalah peringatan tentang jangan pernah sia-siakan orang tersayangmu, karena hidup adalah kesempatan yang hanya bisa dirasakan saat kita benar-benar kehilangan.

Dari tangan ibu itulah kelima anaknya berhasil menjemput semua mimpi-mimpinya, tidak peduli masa kecil mereka dihimpit oleh kemiskinan, tapi ibu selalu berusaha mati-matian agar semua anak-anaknya hidup dengan makan yang cukup, meskipun sendirinya harus merasa kesakitan dan kelaparan. Namun ibu juga manusia, yang hatinya harus dikuatkan ketika dirinya sendiri tak kuat menghadapi nasib yang menimpanya dan dalam novel ini kita akan tahu sekuat apapun seseorang ia pasti membutuhkan tempat bersandar untuk menyembuhkan kesedihan itu.

Novel ini juga menjadi novel pertama yang saya baca dengan menggunakan POV 2, POV 3 dan POV 1. Di akhir-akhir halaman saya jadi berpikir mungkin narator dalam cerita di novel ini adalah sang ibu sendiri. Tapi apapun itu saya sangat merekomendasikan novel ini, bagi saya jika harus memberikan nilai berapa antara 1-10 maka saya akan memberikannya 10. Sempurna karena novel ini membuat pemahaman bahwa seburuk apapun kamu, kamu jangan pernah menyia-nyiakan seseorang yang telah banyak berkorban untuk hidupmu. Bahkan karena novel ini, penulisnya menjadi wanita pertama dan orang korea selatan pertama yang memenangkan penghargaan sastra  orang Asia pada tahun 2012. Ah saya jadi merinding menulisnya.

Untuk melengkapi review ini, saya ingin menuliskan beberapa kalimat yang ada dalam novel ini, semoga membuat kalian semakin ingin membacanya.

“Kalau dipikirkan baik-baik, sebagian besar hal di dunia ini tidak terjadi dengan tiba-tiba. Bahkan sesuatu yang dianggap tidak biasa, kalau dipikir-pikir sebenarnya sesuatu itu sudah ada gelagat akan terjadi.”

“ibu : bukan masalah senang atau tidak senang. Aku memasak karena sudah seharusnya. Aku mesti ke dapur supaya kalian semua bisa makan dan pergi ke sekolah. mana bisa kita hanya melakukan apa yang kita sukai? Ada hal-hal yang mesti dilakukan, entah suka atau tidak.”

“ibu: bagaimana kau bisa hidup kalau tidak bisa menaruh percaya pada orang lain? lebih banyak orang-orang yang baik daripada orang yang jahat.”

“kadang-kadang kehidupan ini sangatlah rapuh, tetapi ada jiwa-jiwa yang bukan main kuatnya.”

“sosok perempuan itu lenyap, sedikit demi sedikit, setelah melupakan rasa suka cita karena telah dilahirkan, melupakan masa kanak-kanaknya serta impian-impiannya, menikah sebelum mendapatkan menstruasi pertamanya, lalu melahirkan lima orang anak dan membesarkannya. Perempuan yang setidaknya kalau mengenai anak-anaknya tidak merasa terkejut atau bingung akan apapun. Perempuan yang hidupnya ditandai dengan pengorbanan sampai saat dia menghilang.”

Demikian, selamat mencoba untuk membaca, saya yakin kamu tak akan menyesal telah membeli dan membacanya. J



The Cat who Saved Books by Sosuke Natsukawa

 


Sebuah novel ringan yang menemani hari-hari menjelang akhir tahun 2023, The Cat who Saved Books atau dalam judul Bahasa Indonesia Kucing Penyelamat buku karya Sosuke Natsukawa. Seorang penulis Jepang yang juga seorang dokter di Nagano Jepang. Buku ini bercerita tentang seorang lelaki remaja yang tinggal berdua Bersama kakeknya, namun pada suatu hari takdir membawanya pada waktu sang kakek harus pergi meninggalkannya sendiri dengan warisan toko buku tua di sudut kota, sebuah tempat yang sering mereka berdua habiskan untuk membaca sekaligus menjual  buku-buku kuno yang sudah hampir tenggelam karena semakin langka di pasaran.

Namun sepeninggal kakeknya, Rintaro tidak lagi memiliki semangat hidup, meski air mata tak pernah deras mengalir di pipinya, Rintaro bertekad untuk berhenti sekolah dan menutup toko bukunya. Dengan kepribadian Rintaro yang sangat tertutup, Rintaro merasa tidak ada yang benar-benar peduli pada kehadirannya. Tapi  Keajaiban datang, hal-hal aneh terjadi di toko buku, di luar pikirannya, tiba-tiba petualangan-petualangan itu datang dalam hidupnya setelah kucing belang itu tiba-tiba muncul dari rak buku paling belakang dan mulai berbicara dengan Bahasa manusia.

Buku ini sangat epic dan ringan sekali untuk dibaca, tentu penulisnya ingin menyampaikan bahwa buku-buku itu sangat penting dan tak akan pernah lekang oleh waktu. Buku The Cat who Saved Books atau dalam judul Bahasa Indonesia Kucing Penyelamat buku karya Sosuke Natsukawa ini hanya memiliki ketebalan sampai 199 hlm saja, dengan ukurannya yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar memudahkan untuk para readers membawanya kemana-mana.

Ada kutipan-kutipan menarik dalam buku ini, kutipan-kutipan itu saya ambil dari percakapan antara Rintaro dan si kucing ataupun dari penulisnya sendiri.

“buku itu memiliki kuasa amat besar, ada cerita-cerita yang abadi, cukup kuat untuk bertahan dari zaman ke zaman, bacalah buku-buku seperti itu banyak-banyak, karena buku itu akan menjadi temanmu, mengilhami dan menopangmu.” (hlm 16)

“dunia ini mendatangkan bermacam rintangan untuk kita, kita dipaksa menanggung begitu banyak masalah berat, senjata terbaik mita untuk melawan segala kepedihan dan kesulitan di dunia ini bukanlah logika atau kekerasan. Senjata terbaik kita adalah humor.” ( hlm 23)

“tidak benar bahwa semakin banyak kau membaca, semakin banyak kau melihat dunia, seberapa banyak pun pengetahuan yang kau jejalkan ke dalam kepalamu, kalau kau tidak menggunakan otakmu sendiri untuk berpikir, berjalan dengan kakimu sendiri, pengetahuan yang kau peroleh akan selalu hampa dan sekedar pinjaman.” (hlm 45)

“buku bisa memberi kita pengetahuan, kebijaksanaan, prinsip, pandangan tentang dunia dan masih banyak lagi, sukacita karena baru mengetahui sesuatu yang tadinya tidak kita ketahui dan mellihat segala sesuatu dari sudut pandang baru terasa mendebarkan. Tetapi entah mengapa aku percaya bahwa buku memberi kita sesuatu yang lebih dari itu.” (hlm 179)

Baiklah sekian review dari saya, semoga review singkat ini sedikit banyak menarik teman-teman untuk membaca buku Kucing Penyelamat Buku karya Sosuke Natsukawa ini, Happy Readers…



Sabtu, 02 Desember 2023

Muhammad sang Guru

 

Ada salah satu buku yang menurut saya wajib sekali dibaca oleh semua para pendidik, baik pendidik umat maupun pendidik untuk keluarga di dalam rumahnya. Buku itu berjudul asli ar-Rasul al-Mu’alim wa Asalibuhu fi at-Ta’lim dengan judul Bahasa Indonesia Muhammad sang Guru karya Abdul Fattah Abu Ghuddah, salah seorang tokoh Pendidikan Islam dan Guru Besar Ilmu Hadis dari Aleppo, Suriah.

Pada mulanya saya pikir buku ini akan menjadi buku yang menjenuhkan untuk dibaca, tapi ternyata tidak. Meskipun dipenuhi dengan banyak dalil-dali hadis maupun Al-Qur’an, Susunan tulisan yang disodorkan penulis justru memudahkan pembacanya menangkap inti dari apa yang ingin disampaikan. Penulis benar-benar mengambil intisari dari al-Qur’an dan hadis terkait metode Pendidikan ala nabi saw dengan diksi yang sangat mudah untuk dibaca dan dipahami.

Beberapa kutipan dalam buku akan saya tuliskan di sini, sebagai referensi untuk teman-teman agar semakin tertarik untuk memiliki dan membaca buku ini, sehingga kemudian berdampak dalam melaksanakan proses belajar mengajar kepada peserta didik.

Penulis buku mencantumkan pendapat Thomas Carlyle yang merupakan penulis satir dari Skotlandia, yang memberikan opini terkait bangsa Arab: “mereka adalah bangsa yang melakukan perjalanan di padang pasir, bangsa yang luput dari perhatian selama berabad-abad. Ketika seorang Nabi dari bangsa Arab datang kepada mereka, mereka menjadi pusat perhatian dalam berbagai bidang ilmu dan pengetahuan, jumlah mereka bertambah banyak dan menjadi bangsa yang mulia. Tidak sampai satu abad, seluruh penjuru dunia tercerahkan oleh kepandaian dan ilmu mereka.” (hlm 7)

Ada salah satu hadis Mauquf riwayat Imam Tirmidzi yang dicantumkan penulisnya dalam buku ini, hadis tersebut menggambarkan bagaiamana mulia dan indahnya karakter mengajar baginda Nabi saw:

“Rasulullah adalah orang yang senantiasa bersedih, selalu berpikir, tidak mengenal Lelah, pendiam (tanang), hanya berbicara ketika diperlukan, memulai dan menutup pembicaraan dengan menyebut nama Allah, berbicara dengan Jawami’ul Kamlim (kalimat yang singkat, tapi penuh makna), perkataannya rinci, tidak terlalu Panjang dan tidak terlalu pendek. Beliau bukan orang yang berperangai kasar dan hina, selalu menghargai nikmat sekecil apapun nikmat itu dan tidak mencelanya sedikitpun. Beliau juga tidak suka mencela makanan dan minuman, tidak pula memujinya.” (hlm29)

“Rasulullah adalah orang yang selalu menampakkan wajah riang dan ceria, memiliki akhlak dan tabiat lembut, tidak berkata kasar, bukan orang yang keras, tidak suka berteriak, tidak pernah berkata dan berbuat kotor, tidak pernah mencela, tidak pernah memuji berlebihan, mudah melupakan hal-hal yang tidak ia sukai, tidak memupus harapan orang yang berharap kepadanya, tidak pula mengecewakannya. Rasulullahb saw juga selalu berusaha menjauhkan diri dari tiga hal: 1, perselisihan (perdebatan). 2, berlebih-lebihan. 3, segala hal yang tidak bermanfaat baginya. Beliau juga menjauhkan manusia dari tiga hal : 1, mencela atau menghina orang lain. 2, membuka aib orang lain. 3, berbicara dengan orang lain tanpa ada pahala (manfaat) di dalamnya.” (hlm 35)

Terdapat 40 metode pengajaran ala Rasulullah saw yang dikemas apik dalam buku ini dan sudah seharusnya menjadi buku pegangan bagi para pendidik agar bisa menciptakan proses belajar mengajar yang didasarkan pada karakter masing-masing peserta didik.

Metode pengajaran Rasulullah yang paling penting, utama dan paling menonjol adalah menjadikan dirinya teladan dengan mencontohkan akhlak mulia. Jika Rasul menyuruh melakukan sesuatu, beliau orang pertama yang akan melakukannya sehingga para sahabat bisa mengikutinya dan mengamalkan sebagaimana yang mereka lihat langsung. Tak diragukan lagi metode mengajar deengan Tindakan dan praktik langsung lebih kuat pengaruhnya, lebih membekas dalam jiwa, lebih memudahkan pemahaman dan ingatan, serta lebih menarik perhatian untuk diikuti dan dicontoh dibandingkan sebatas penjelasan yang diucapkan. (hlm 81-82)

Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari menyatakan : “mengajarkan ilmu juga harus dilakukan secara bertahap. Sebab jika awal mempelajari sesuatu itu sudah mudah, orang yang akan menekuninya pasti semangat dan mampu mempelajarinya dengan cara sederhana. Sebagian cirinya adalah biasanya mereka akan minta tambahan Pelajaran. Namun akan menjadi sebaliknya jika awal mempelajari sesuatu sudah terlihat sulit.

jika Rasulullah saw mengutus salah seorang sahabatnya dalam suatu urusan, beliau berwasiat, ‘berilah kabar gembira (kapada manusia), jangan buat mereka menjauh. Permudahlah (urusan) mereka, jangan dipersulit.” (HR Muslim)

Abdullah bin Umar: “jika sudah masuk waktu sore, jangan kau tunggu datangnya pagi. Jika sudah pagi, jangan kau tunggu sore. Carilah bekal pada masa sehatmu untuk masa sakitmu, pada saat kau hidup untuk kematianmu nanti. Sebab nanti, wahai hamba Allah, kau takkan pernah tahu siapa namamu kelak.” (hlm 293)

Semoga bermanfaat …


 

 


Kamis, 16 November 2023

Dokter Perempuan pada masa Nabi Saw itu Bernama Rufaidah al-Anshariyah

 


Siapa bilang Perempuan dalam Islam tidak mendapat tempat dalam mengasah potensi yang dimilikinya? kalau kita benar-benar merujuk pada Sejarah lahirnya Islam dan bagaimana baginda nabi saw memperlakukan kaum Perempuan pada masa itu, maka kita tentu bisa menarik kesimpulan, bahwa semasa nabi hidup, Perempuan justru mendapat hak-hak nya serta mendapat kesempatan untuk menggali potensinya, sebut saja menjadi seorang dokter atau perawat, salah satu potensi yang mengharuskan Perempuan untuk tidak hanya bergelut pada wilayah domestic (rumahnya).

Perempuan pada masa nabi yang memiliki potensi sebagai dokter atau perawat itu Bernama  Rufaidah al-Anshariyah, ia lahir pada tahun 570 M di Madinah, ia hidup pada masa nabi saw dan merupakan kaum Anshar. Ilmu keperawatan yang dimilikinya ia pelajari dari sang ayah yang berprofesi sebagai tabib atau dokter, dengan penuh ketekunan ia selalu membantu ayahnya. Pada hari-hari biasa tanpa peperangan, Rufaidah membangun sebuah tenda di luar masjid Nabawi untuk merawat setiap orang-orang yang sakit.

Pada lain waktu Ketika terjadi peperangan dan umat Muslim harus turun ke medan perang, seperti perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang Khaibar, Rufaidah dengan penuh keberanian turun ke medan pertempuran. Ia berada di garis belakang untuk membantu para tantara muslim yang terluka akibat perang. Pada saat seperti itu, Rufaidah mendirikan tenda rumah sakit lapangan, sehingga baginda nabi saw memerintahkan korban yang terluka segera dirawat oleh Rufaidah.

Rufaidah tidak menyimpan ilmu itu sendirian, karena ia juga menyebarkan ilmu yang dimilikinya. Ia melatih para Muslimah yang berminat untuk menjadi perawat. Secara khusus, kelompok perawat yang dilatih Rufaidah meminta izin kepada baginda nabi saw untuk ikut digaris belakang pertempuran untuk merawat para mujahid yang terluka. Selain menjadi perawat, mereka juga aktif dalam kegiatan-kegiatan social lainnya.

Rufaidah  dengan penuh kasih sayang dan perhatian, selalu memberi perhatian kepada setiap muslim, orang miskin, anak yatim atau penderita cacat mental. Rufaidah pun tidak hanya merawat anak yatim, tetapi juga memberi mereka bekal Pendidikan. Sejarah menggambarkan Rufaidah sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang luhur dan penuh empati.

Dalam melayani pasien Rufaidah selalu memberikan layanan yang prima tanpa memandang status social, Ikhlas dan tanpa pamrih itulah sosok Rufaidah al-Anshariyah perawat terkemuka di zaman Nabi saw. Ibnu Ishak dalam riwayatnya menuturkan, Ketika Sa’ad bin Mua’dz terluka dalam perang Khandaq, baginda rasul saw berkata kepada para sahabat, “Bawalah dia ke tenda Rufaidah dan aku akan menjenguknya nanti.”

Dunia keperawatan Islam mengukuhkan Rufaidah sebagai perawat Muslim pertama di dunia. Tak Cuma itu, ia juga dinobatkan sebagai perawat pertama di dunia. Bagaimana tidak, Rufaidah sudah mulai berkiprah jauh sebelum Florence Nightingale (yang diklaim dunia Barat sebagai pelopor keperawatan modern) terlahir. Florence terlahir di Italia pada tahun 1820 M baru berkiprah di dunia keperawatan pada abad ke-19 M dan itu artinya Rufaidah telah merintis dunia keperawatan 12 abad lebih dulu dari Florence.

Prof. Omar Hasan Kasule dalam studinya menggambarkan, Rufaidah sebagai perawat professional pertama dalam Sejarah Islam. Menurut Omar, Sejarah menggambarkan Rufaidah sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. “Rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain,” tutur Omar.

Rufaidah wafat pada tahun 632 M. kepergiannya meninggalkan sumbangsih sangat besar sebagai seorang perawat Perempuan pada masa nabi saw, karena pengalaman kliniknya selalu ia salurkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja di bawah bimbingannya. Semasa hidupnya Rufaidah tidak hanya melaksanakan perawat dalam aspek klinikal semata, tetapi juga melaksanakan peran komunitas dan selalu memceahkan masalah social.

Semoga sekelumit kisah Rufaidah al-Anshariyah di atas memberikan banyak motivasi dan inspirasi kepada seluruh Perempuan di dunia, khususnya para Muslimah. Agar tidak pernah membatasi potensi yang dimilikinya hanya dalam ranah pekerjaan rumah saja, tetapi lebih dari itu. Karena Islam memberikan wadah kesempatan untuk mengasah potensi yang dimiliki oleh para Perempuan maupun laki-laki. Segala pekerjaan, jabatan apapun, selama semuanya mampu memberikan kemanfaatan untuk umat banyak, maka laki-laki dan Perempuan berhak untuk melaksanakannya.

Waallahu a’lam

Sumber kisah: buku Tiga Malam Bersama Penghuni Surga, Karya Fuad Abdurrahman




Kisah KH Hasyim Asy’ari dengan anjing milik Ch. O Vander Plas

 


Tahun 1947 masih menjadi tahun dimana bergejolaknya perundingan kekuasaan wilayah Indonesia dengan pihak kolonial. Berbagai upaya dilakukan Indonesia agar bisa menjadikannya negara yang utuh tanpa campur tangan dan kekuasaan belanda lagi, mengingat proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah dikumandangkan Soekarno pada tahun 1945. Hal itulah yang diperjuangkan para tokoh-tokoh nasional dan Islam agar terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan secara sempurna, bahkan KH Hasyim Asy’ari mengumandangkan resolusi Jihadnya melawan penjajah dua bulan setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan.

Pada tahun 1947 permintaan perundingan Belanda yang sudah disetujui Sutan Sahrir selaku perdana menteri Indonesia mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak termasuk  dari gerakan Masyumi yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari. Menghadapi hal tersebut pihak Belanda meminta kepada Gubernur Jawa Timur  yang dikomandani Ch. O Vander Plas  untuk berkunjung ke Tebuireng meminta persetujuan langsung dari KH Hasyim Asy’ari.

Kedatangan orang penting Belanda tersebut dikawal ketat. Para santri bersiaga menghadapi kedatangan tamu kolonial, mereka menjaga kyai disejumlah pintu gerbang. Namun keadaan baik-baik saja dan tidak terjadi bentrokan, bahkan tamu belanda itu sangat santun selama berada di Tebuireng, mengingat mereka mempunyai tujuan untuk mengambil simpati KH Hasyim Asy’ari.

Setelah dirasa aman, tamu tersebut dipersilahkan masuk menghadap KH Hasyim Asy’ari. Untuk menghormati pesantren dan KH Hasyim Asy’ari, anjing yang dibawa bersama Ch. O Vander Plas tidak dibawa masuk dan ditinggalkan di luar gerbang pesantren, karena yang mereka tahu anjing adalah binatang yang tidak disukai oleh kaum Muslim apalagi dikalangan pesantren.

KH Hasyim Asy’ari tetap menghormati tamu Kolonial yang datang seperti tamu-tamu yang lain, bahkan disuguhinya buah-buahan segar hasil dari perkebunan di pesantrennya yang membuat tamu kolonial itu memuji Pesantren Tebuireng. “buah-buah ini sangat segar, saya kagum dengan kemandirian pesantren ini, saya sudah lama mendengarnya.”

KH Hasyim Asy’ari mengucapkan terimakasih dengan nadanya yang datar. Setelah sedikit berbasa-basi, kemudian tamu kolonial langsung mengutarakan tujuannya datang ke Tebuireng yang pada akhirnya pembicaraan Ch. O vander Plas dialihkan KH Hasyim Asy’ari pada Anjingnya yang terus menggonggong di luar gerbang. “Maaf tuan sepertinya anjingnya kepanasan dan kehausan berada di luar, silahkan dibawa masuk saja.”

Hal tersebut sedikit membuat kebingungan tamu kolonial, sekaligus kekaguman kepada kyai karismatik tersebut. “bukannya anjing adalah binatang yang dibenci kaum muslim?” tanya sang tamu.

“bukan dibenci, namun dalam batas-batas tertentu muslim memang harus menjauhinya agar tidak terkena najis. Tapi kita tetap berkewajiban memberlakukan makhluk Tuhan dengan sebaik-baiknya.”

Tak lama berselang sang tamu meminta kepada salah satu prajuritnya agar membawa anjing tersebut masuk ke pesantren, sebuah pemandangan yang cukup ganjil disaksikan oleh para santri. Setelahnya perbincangan dilanjutkan dengan kesimpulan akhir bahwa KH Hasyim Asy’ari tetap menolak perjanjian Linggarjati itu karena keputusan bersama dan tamu kolonial pulang dengan tangan hampa.

Dua santri senior yang sedari tadi menemani pertemuan tersebut mendapat jawaban dari KH Hasyim Asy’ari mengenai pemandangan ganjil diperbolehkannya Anjing masuk ke dalam pesantren.

“anakku kalau najis itu sekedar luar saja, seperti duduknya anjing di kursi, itu mudah dibersihkan dengan debu atau air sabun, tapi najisnya hati karena bersekongkol dengan sekutu demi kekuasaan, janganlah sampai kita turuti.”

Sumber : Buku Novel Biografi Sang penakluk Badai (KH Hasyim Asy’ari)


Jumat, 01 September 2023

Rindu paling dalam (Rindu ini untuk Bapak)

 



RINDU INI UNTUK BAPAK

Bagaimana cara mengulang waktu? Sebuah kalimat pertanyaan yang sampai kapanpun tidak akan pernah terjawab, karena faktanya pertanyaan itu adalah pertanyaan Imajinasi yang dilontarkan seseorang karena merindukan semua yang sudah tertinggal di masa lalunya. Dan orang  itu adalah aku, yah aku melontarkan pertanyaan imajinasi tersebut, berharap kehidupan ini tidak jauh berbeda dengan kehidupan negeri dongeng, ada lorong waktu yang bisa aku telusuri jalannya, lantas memperbaiki hari-hari bersamanya, bersama seorang laki-laki yang sampai kapanpun akan menjadi cinta pertama dalam hidupku.

Di siang yang di selimuti awan mendung saat  ini, aku ingin menceritakan tentang kerinduan yang tidak akan menemukan muaranya di dunia, karena kerinduan ini untuk seorang laki-laki yang langkah kakinya sudah tak lagi meninggalkan jejak di atas bumi, seorang laki-laki yang suara lembutnya sudah tak lagi terdengar, seorang laki-laki yang sorot teduh matanya tak lagi aku rasakan, seorang laki-laki yang meski raganya sudah tidak ada di dunia namun kenangannya akan selalu tinggal dalam relung hatiku yang paling dalam.

Bapak, laki-laki itu adalah bapak. Tepat pada bulan Safar enam tahun lalu bapak sakit keras dan akhirnya Tuhan membawanya dalam solat terakhirnya. Bapak tentu tidak akan pernah bisa membaca tulisan ini, tapi kalimat-kalimat kerinduan dalam tulisan ini aku ingin persembahkan untuk bapak, seorang laki-laki yang kuat, seorang laki-laki yang tegas, seorang laki-laki yang lembut dan seorang laki-laki yang mudah sekali menangis.

Seperti sepuluh tahun lalu, tepatnya tahun 2011 tahun dimana aku harus merantau ke luar kota untuk melakukan test masuk studi strata satu, hal yang sampai saat ini akan selalu membuatku pilu ketika mengingatnya.  karena sebelum keberangkatanku, Bapak memelukku sambil menangis, di tengah isak tangisnya bapak memintaku  belajar yang baik agar bisa lulus dan masuk kampus harapan bapak, aku hanya mengangguk takzim dengan tangisan yang tak kalah hebat darinya.

Bapak memang berharap besar agar aku bisa masuk di kampus khusus perempuan tersebut, alasannya tidak karena berharap tentang keduniaan, tapi lebih kepada bapak ingin aku sebagai anak perempuannya bisa memberikan sebuah mahkota di kehidupan selanjutnya dan aku tidak bisa menolaknya, aku seorang anak yang tidak bisa mengatakan B jika bapak sudah mengatakan A. Sejujurnya aku berat menerima harapan bapak yang terlalu besar padaku, tapi aku melakukan semampuku, sekuatku dan karena aku menyayangi bapak lebih dari siapapun.

Setelah aku lolos untuk masuk di kampus tersebut, aku sudah jarang sekali ada di rumah. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di tanah rantau, bersama aktifitas-aktifitasku yang menurut versiku itu sangat padat. Aku hanya pulang ke rumah, ketika menjelang liburan saja, dan bapak selalu menyambut kepulanganku dengan suka cita, bahkan saat aku akan pergi lagi ke tanah rantau, bapak tak segan-segan mengantarku sampai di pintu bis kota sambil membantu membawakan barang-barang bawaanku.

Waktu berjalan memelesat seperti busur panah, empat tahun adalah waktu yang biasa dihabiskan para pelajar untuk menyelesaikan studi strata satunya, begitupun aku. Tepatnya tahun 2015 bulan Agustus aku di wisuda bersama ratusan mahasiswa lainnya, dan bapak menatap dengan bangga toga yang aku kenakan hari itu, bapak tersenyum tulus menyambutku di halaman gedung, tanpa pernah aku sadari bahwa bapak sakit, hari itu bapak sebenarnya sedang sakit. Tapi demi menghadiri prosesi wisudaku, bapak menahan rasa sakitnya dan  hanya raut bahagia yang aku saksikan di wajahnya hari itu.

Bahkan hari itu bapak mengulurkan tangannya menyodorkan sebuah kerudung segi empat bertuliskan Made in Turkey, untuk hadiah wisuda katanya. Meskipun aku tidak menyukai kerudung segi empat bermotif jaman dulu tersebut, aku tetap menerimanya dengan senyum sedikit terpaksa. Rupanya bapak menangkap gelagat dari wajahku, sampai kemudian beliau mengatakan bahwa jika tidak suka, tidak apa-apa untuk di simpan saja. sebuah kenangan yang selalu membuat aku menitikkan air mata saat mengingatnya kembali, karena aku menyesalkan diriku, kenapa aku tidak menunjukkan wajah bahagia saat menerima hadiah tersebut, atau minimal berpura-puralah bahagia saat menerimanya.

Tiga bulan setelah acara wisuda tersebut, bapak harus masuk rumah sakit. Aku masih begitu mengingat wajah kesakitan bapak saat itu, aku masih mengingat wajah bapak yang mencoba untuk tetap tersenyum di tengah rasa sakit yang dideritanya, aku masih begitu mengingat ketika bapak menahan sesak di dadanya setiap malam dan aku masih sangat mengingat saat fajar hari itu Tuhan membawa bapak dalam solatnya.

Hatiku benar-benar kosong  , aku sempat tidak tahu sedang merasakan apa ketika orang-orang sudah mulai ramai mengurusi bapak yang sudah tidak bergerak lagi, aku kebingungan dengan apa yang aku dengar,  kenapa orang-orang riuh sekali menangis diiringi lantunan ayat-ayat suci dibacakan tak pernah henti. hari itu disambut dengan hujan dan guntur yang bertalu-talu, sampai akhirnya aku tersadar bahwa hatiku benar-benar pilu. Aku tersadar bahwa laki-laki gagah itu sudah tidak ada, laki-laki gagah itu sudah pergi ke dimensi lain alam ini, meninggalkan kami di tengah-tengah hiruk pikuk padatnya aktifitas dunia.

Hari-hari setelah kepergian bapak adalah hari-hari penuh kerinduan, hari-hari penuh perjuangan terbentang, hari-hari penuh do’a panjang yang aku panjatkan untuk kehidupan bapak di alam sana agar dilimpahi ketenangan dan kedamaian. Aku ikhlas, aku ikhlas, aku meyakinkan hatiku berkali-kali, bahwa  kepergian bapak adalah yang terbaik, bahwa kepergian bapak akan memberikan banyak pelajaran, bahwa kepergian bapak adalah sebuah garis takdir yang harus aku terima dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

Tuhan pasti punya rencana yang tidak pernah Hamba pahami pada mulanya, namun akan selalu indah pada akhirnya.


NB: Tulisan ini dimuat dalam buku Antologi yang berjudul Rindu paling dalam, diterbitkan oleh Motivaksi Inspira pada tahun 2021.

 

 

Cerita Tentang Kota (Ciputat dan Ayah)

 


Kisah ini semoga memberikan sedikit saja pembelajaran untuk siapapun yang membacanya.

Happy Reading...

Mega merah kian menghilang dan malam berlarian datang dengan warnanya yang kehitaman. Aku duduk di kursi di balik meja yang di atasnya ada sebuah Netbook merah, aku membiarkan jari-jari tangan ini menari di atas keyboardnya. Mendadak aku ingin menceritakan kisah sebuah kota yang di dalamnya aku pernah merasa seperti nano-nano, karena banyak rasa.

Putat-putat kata abang kenek kopaja memanggilnya, iya kota itu memiliki nama Ciputat, kota dengan penduduk yang cukup padat, padat karena manusia dan juga kemacetan yang tidak pernah mau berhenti memutari hari. Kota yang pernah membuatku tidak ingin beranjak pergi darinya, bahkan saat Ayah memintaku untuk pulang ke rumah dan aku menolaknya, padahal beliau pergi ke dimensi lain pada beberapa bulan setelahnya. Aku tidak tahu kenapa Ciputat begitu menyihirku, tidak ada yang benar-benar indah dipandang sebenarnya, Kemacetan, asap Knalpot yang selalu menyembur dari belakang membuat Polusi udara yang semakin tidak karuan, bahkan Banjir melanda jika musim penghujan datang dan tempat tinggalku yang dihimpit oleh rumah-rumah selalu terkena dampaknya dan semakin membuat sesak siapapun yang memikirkan kondisi tempatnya. Tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan di sini, Ciputat boleh saja dengan jati dirinya yang memang penuh kemacetan dan kepadatan, tapi aku menemukan jati diri aku sendiri di kota ini, aku menimba Ilmu dan bertemu orang-orang hebat di sini, aku menemukan musim-musim penuh kesedihan, kebahagiaan, kesenangan, kejenuhan di sini, aku menemukan Teman-teman yang semakin membuat aku tidak mau beranjak dari Ciputat dan tentu aku menemukan Cinta yang tidak akan aku ceritakan di sini, biarkan ia menjadi masa lalu dan berlalu.

(2015)

Ciputat, pertengahan tahun.

Tahun dimana aku lulus studiku dan juga tahun aku melanjutkan studi lagi. Pada mulanya, Ayah tidak menyetujui untuk tetap berada di Ciputat setelah aku lulus  dan mengharapkan aku segera pulang ke tanah kelahiran pada tahun itu, tapi jelas itu bukanlah keinginanku. pada beberapa hari setelah aku berada di rumah, akhirnya aku berangkat lagi ke Ciputat, karena aku harus mengurusi beberapa hal. Pada saat itulah aku mengambil kesempatan untuk mencari cara bagaimana agar aku bisa tetap tinggal di Ciputat, dan akhirnya beberapa temanku mengajakku untuk melanjutkan studi dan mendaftarkan diri di salah satu Universitas di Bogor yaitu Universitas Ibnu Khaldun. Temanku bahkan tidak segan-segan meminjamiku sepeda motor agar aku mau mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Bogor, pada mulanya aku ragu karena orang tua tidak mengetahui niatku itu, hingga akhirnya aku memutuskan menelpon ibu untuk mengatakan yang sebenarnya dan ibu menyetujui permintaanku agar tidak mengatakannya pada Ayah.

Beberapa hari kemudian setelah aku melakukan test di Bogor, ayah menelponku dan mengatakan, “Tidak perlu melanjutkan di Bogor, lanjutkan saja di Ciputat, di tempat yang sama kamu belajar kemarin” aku hanya terdiam sambil sedikit tertawa mendengarnya. aku memang selalu tidak bisa untuk mengatakan B jika Ayah sudah mengatakan A, jadi aku putuskan untuk membatalkan studi di Bogor. keesokannya pengumuman dari Bogor datang,  bahwa aku diterima di sana , tapi aku mengabaikannya karena Ayah sudah mengatakan tidak.

Ayah dan Ciputat, Ayah dan Ciputat, itulah yang aku pikirkan setelah  menjelang akhir tahun itu Ayah di ambil oleh yang maha kuasa. Sebenarnya aku lebih mencintai Ayah atau Ciputat? Aku mungkin sangat berdosa, karena lebih mencintai Ciputat daripada Ayahku sendiri, seorang ayah yang pernah memintaku pulang saat Bulan Dzulhijah dan Muharam di tahun itu, tapi aku menolak keduanya, dengan alasan aku sedang banyak tugas di kampus, padahal tidak sama sekali.

“ayah katanya mau ngomong” suara ibu di seberang Telepon mengatakan itu padaku. Lalu ibu memberikan teleponnya pada Ayah, “halo Assalamualaikum, kenapa yah?” aku langsung saja bertanya pada Ayah kenapa dan ayah hanya mengatakan “tidak apa-apa, kamu tidak mau pulang?” aku langsung menjawabnya “tidak yah, aku sedang banyak tugas di sini” mungkin ayah kecewa dengan jawaban aku “oh yasudah, padahal di sini setelah lebaran Haji, mau menyembelih sapi” ayah mengatakan itu padaku, mungkin ayah sangat berharap aku bisa pulang ke rumah, karena Ayah juga ingin aku menikmati daging sapi yang biasa kami santap jika lebaran Haji tiba, tapi aku tetap menolaknya dan mengatakan bahwa aktifitas di sini hanya libur ketika hari pertama idul adha saja, sedangkan besoknya aktifitas sudah kembali seperti semula. jadi aku tidak bisa pulang dan sepertinya  percakapan itu berakhir dengan mengecewakan Ayah.

Ciputat, aku sangat mencintaimu dan orang-orang yang pernah aku temui di dalamnya, aku tidak ingin melewatkan waktu seharipun tanpa Ciputat di dalamnya. Kecintaanku pada Ciputat membuatku hanya sering melakukan komunikasi dengan Ayah melalui Telepon. “yah aku belum dapat kerja” aku bercerita pada Ayah tentang kesedihanku hari itu, aku memang sudah bilang pada Ayah bahwa aku akan mencari kerja untuk mengisi waktu senggang, karena kegiatan studi kali ini tidak sepadat seperti studi sebelumnya, maka ayah mengizinkannya. Ayah hanya berpesan “minta saja sama Allah yang banyak” dan seperti biasa nasehatnya seperti embun yang menyejukkan fajar pagi hari.

Pada beberapa bulan sebelumnya, aku menelpon Ayah dan mengatakan bahwa aku ingin membeli handphone baru, karena sebentar lagi ada upacara kelulusan dan ayah mengizinkannya, bahkan Ayah ingin dibelikan Handphone baru juga, tapi itu tidak terwujud sampai Ayah pergi dari dunia ini. Aku pikir memang banyak keinginan aku pada Ayah yeng belum terwujud dan Rencana ayah padaku yang juga belum terwujud, selain karena pada Tahun itu Ayah pergi, juga karena jarangnya aku berinteraksi dengan Ayah di rumah karena betahnya aku di kota yang bernama Ciputat.

Pada bulan Muharam, sebulan sebelum Ayah sakit keras, Ayah menelponku lagi dan mengatakan agar aku Pulang karena akan ada acara lebaran Yatim dan lagi-lagi aku digagalkan pada sesuatu yang sampai saat ini selalu aku sesalkan kenapa aku tidak pulang dan lebih memilih hal yang selalu aku benci ketika aku memikirkannya. Lagi aku selalu dengan wajah tanpa dosa menolak permintaannya, aku tidak pernah tahu apa yang akan waktu berikan padaku di masa depan, jika aku tahu akan terjadi sesuatu pada ayahku bulan depan, tanpa intruksi apapun aku pasti pulang.

Waktu bergulir secepat kilat, sebuah telepon masuk dari kakak tertuaku dan menyuruhku agar pulang karena ayah sakit dan memang pada malam sebelumnya aku bermimpi Ayah terbaring sakit di kamarnya. Setelah dua kali penolakan untuk pulang, akhirnya hari itu saat pertengahan hari, saat aktifitas kota sedang padat-padatnya dan matahari bersinar dengan garangnya aku pulang, menaiki sebuah kopaja jurusan Kp Rambutan kemudian naik Bis satu lagi jurusan Cilegon Merak, sesampainya di terminal Cilegon aku menaiki Angkot dan berhenti di Masjid Agung kota tersebut untuk melaksanakan solat Ashar, dari tempat itulah aku dijemput oleh kakak tertuaku untuk langsung menuju ke rumah sakit.

Selama perjalanan menuju rumah sakit, kakak  mengatakan padaku agar tidak boleh terlihat sedih di depan Ayah, aku hanya menganggukan kepala sambil mata yang terus menatap ke luar jendela mentapi kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menuju tempat ayah dirawat, dan tidak ada yang bisa menahan air mata untuk tidak keluar dari mataku saat aku melihatnya yang sedang duduk di tempat tidur tempatnya dirawat. Pada mulanya aku memang tidak menangis dan mencoba tetap tersenyum saat masuk ke ruang tempat ayah dirawat, “assalamualaikum” aku mengucap salam dan orang-orang di dalam ruangan juga menjawab salamku begitupun ayah yang langsung melihat ke arahku, aku langsung menghampiri beliau yang terlihat lemah dengan wajahnya yang cukup pucat tapi tidak menghilangkan keteduhan yang selalu ayah pancarkan. aku bersalaman dengan Ayah sambil mengatakan “Ayah tidak apa-apakan?” dan sontak Ayah langsung memelukku dan saat itulah tangisku pecah tak tertahan.

Ayah hanya empat  hari di rawat di rumah sakit, bukan karena Ayah sudah sembuh, tapi karena ayah tidak mau berlama-lama di sana, bahkan ayah juga tidak mau cuci darah karena penyakit ginjal yang dialaminya. Ayah hanya ingin pulang ke rumah dan pihak RS  mengizinkannya  dengan syarat pihak keluarga harus menandatangani berkas khusus yang menerangkan bahwa keluarga pasien tidak akan menuntut jika terjadi sesuatu. Hari itu menjelang pertengahan hari, kami semua berkemas dan menuruti kemauan ayah. Sepanjang perjalanan pulang ayah merintih kesakitan, kami semua diam-diam menangis melihatnya dari tempat duduk belakang.

Sehari setelah ayah rawat di rumah, aku minta izin untuk ke Ciputat karena ada jadwal studi, ayah mengizinkannya dan  keesokan harinya aku sudah pulang lagi ke rumah dan empat hari kemudian saat fajar akan terbit, Ayah pergi dari dunia ini untuk selama-lamanya, Tuhan telah  menjemputnya dalam solatnya. Saat itu, waktu mendadak berjalan sangat lambat, makanan yang coba aku masukan melalui mulutku mendadak terasa sakit dan sesak di dada, air mata? Tentu satu hal yang tak akan pernah bisa aku tahan. Tapi aku ikhlas, asalkan Ayah di sana sudah tidak merasakan sakit lagi. biarlah banyaknya harapan-harapan yang ingin aku wujudkan, tergapai tanpa raga ayah lagi di atas bumi, aku pikir nafas ketulusan hatinya masih berhembus sampai saat ini.

Dua minggu setelah kepergian Ayah, aku semakin tidak ingin tetap tinggal di rumah, aku ingin Ciputat, Ciputat dan Ciputat untuk menghibur kesedihan dan kepedihanku. Pertama kalinya berangkat ke Ciputat tanpa menyentuh tangan ayah dan lagi-lagi aku menangis tak tertahan, ah memang tidak ada yang menginginkan perpisahan, tapi ini sudah hukum alam, manusia hanya butuh sabar sebanyak-banyaknya.

Setelah kepergian ayah, aku pernah menelpon Ibu pada tengah hari saat Ciputat diguyur ribuan air hujan dari langit, aku menangis sambil mengatakan “kalau ibu tidak cukup biaya, aku tidak apa-apa berhenti dari studiku” ucapku sambil terisak tangis, dan ibu langsung mengatakan bahwa aku tidak boleh berhenti. Setelah ibu tidak mengizinkanku untuk berhenti studi, aku benar-benar gencar menyebarkan Cv kemana-mana, meskipun aku harus mendapatkan hasilnya satu tahun kemudian, pada pertengahan tahun 2016.

Pada akhir tahun 2017 setelah kelulusanku, aku memutuskan untuk pulang ke tanah kelahiran dan tentu itu hal terberat, tapi lebih berat lagi jika aku tidak pulang, karena sama saja aku mengabaikan amanah Ayah. Aku meninggalkan Ciputat pada saat Matahari melambai-lambaikan sinarnya di ufuk senja, aku meninggalkan kota itu dengan jutaan kenangan menyerbu bukan main. Sepanjang perjalanan, aku hanya menatap ke luar jendela, menatap tempat-tempat yang di dalamnya aku pernah menghabiskan dengan orang-orang tercinta yang sudah seperti keluarga kedua untukku. Aku akan merindukannya, pasti aku akan sangat merindukannya, 7 tahun  Ciputat menjadi kota tempat aku berkeluh kesah, bahagia, berjuang, menangis dan bahkan aku pernah menangis di derasnya hujan dengan posisi aku mengendarai sepeda motor, tidak perlu diceritakan lagi mengapa, karena pada akhirnya seberapa jauhpun kamu melangkah, Rumah selalu menjadi tempat kembali, tidak peduli kamu suka atau tidak, Rumah akan tetap menantimu untuk kembali.

Ciputat benar-benar telah membuatku menjadi manusia yang paling tidak betah berada lama-lama di tanah kelahiran, sejujurnya ini sangat menyakitkan ketika harus mengingatnya lagi, tapi tidak apa-apa, semoga ini menjadi pelajaran untuk siapapun yang sedang melangkahkan kakinya jauh dari rumah. Kembalilah sebelum semuanya terlambat, pulanglah saat orang tua memintamu untuk itu, karena kamu tidak akan tahu apa yang telah waktu rencanakan, pada saatnya nanti kita tidak akan pernah bisa berdiskusi dengan waktu, apalagi sampai berdebat dengannya.

‘Silahkan pergi, asalkan tempat kembalimu adalah aku, rumahmu tempat kelahiranmu’ (Fitriyah Syam’un)


Tulisan ini dimuat dalam buku Antologi yang diterbitkan oleh Sahabat Literasi dengan Judul asli "Pernah sangat Mencintaimu" Cerita tentang Kota, tahun 2020.


Untuk Laki-laki Tercinta Kami

 


Untuk laki-laki tercinta kami

Bapak…

Apa kabar? Bagaimana tempatmu di sana sekarang? Indah bukan?

Bapak bisa melihat kami dari alam sana kan? Lihatlah pak, bapak sudah memiliki lima cucu yang menggemaskan bukan main, dan akan terus bertambah jumlahnya, meregenerasi seterusnya sampai dunia ini habis umurnya.

Pak…

Kami selalu melangitkan doa untukmu tak pernah henti sampai nanti Tuhan membawa kami juga untuk menemuimu, berkumpul lagi di tanah surga yang mengalir di bawahnya Sungai-sungai, Insya Allah, Aamiin

Pak…

Tidak terasa delapan tahun sudah berlalu atas kepergianmu, waktu berjalan melintas cepat bak busur panah. Kami menjadi sudah sangat terbiasa tanpa kehadiranmu, menjalani hari-hari tertatih penuh perjuangan mengemban jejak kehidupanmu yang ditinggalkan. Tapi pak, percayalah kami akan terus meregenerasikannya, agar amal jariyahmu tak pernah sedikitpun terputus.

Pak…

Delapan tahun tanpamu, tak membuat kami melupakanmu, tidak akan pernah!

Bapak tak perlu khawatir, kami selalu meletakkkanmu di dalam hati terdalam kami, kami selalu membawa semangatmu dalam melanjutkan kehidupan, kami selalu berbisik lirih pada Tuhan agar ia meletakkanmu di tempat terbaik Bersama ruh-ruh hamba-hamba yang shalih.

Pak…

Meski surat ini tak akan pernah dibaca olehmu, tapi kalimat-kalimat yang berhamburan ini adalah kalimat kerinduan, sebuah kerinduan yang kami tahu tidak akan pernah menemukan muaranya di dunia.

Sudah ya pak, kami tutup surat ini dengan untaian doa yang tak pernah bosan mengetuk langit:

“Ya Allah tempatkanlah laki-laki tercinta kami (Syam’un Abduh) di tempat terbaik di sisimu dan jadikanlah alam kuburnya sebagai taman-taman surganya, yang menenangkan dalam tidur panjangnya…” Aamiin

 

Cilegon, September 2023

Saat langit semakin erat memeluk gelap,

dari kami anak-anakmu yang akan selalu merindukanmu.

 


Kamis, 04 Mei 2023

Tafsir Muhammad Jebara dalam Buku Muhammad the World Changer

 


Bismillah, saya kembali  lagi merenungi salah satu buku yang beberapa hari ini usai  dibaca. Buku biografi yang akan selalu saya baca dengan penulis yang berbeda-beda, karena ribuan narasi satu buku tak akan pernah cukup puas untuk saya bisa mengenal sosok manusia mulia itu, sosok manusia yang bahkan berabad-abad lalu telah meninggalkan dunia ini.

Muhammad the World Changer karya Muhammad Jebara, satu-satunya buku  biografi yang begitu indah  menggambarkan bahwa Muhammad saw adalah manusia biasa namun memiliki keteduhan akhlak yang begitu menghangatkan. Muhammad kecil yang mengambil madu saat di bawah didikan pengasuhnya, Muhammad yang bahkan mencintai lautan dan ombaknya saat para kafilah dagang memutuskan berhenti sejenak di pinggiran pantai, Muhammad yang dengan halus selalu menolak ajakan para kerabatnya untuk menyentuh Wanita dan Khamr, Muhammad yang larut dalam kesedihan karena kepergian orang-orang terdekatnya, Muhammad yang belajar berkuda memanah di bawah pengasuhan pamannya Hamzah.  Semua kepribadian Muhammad saw yang tiada tanding mulianya benar-benar dinarasikan dalam buku Muhammad Jebara ini. Meskipun dalam pendahuluannya penulis memohon maaf karena lancang mengorek kehidupan pribadi Manusia mulia tersebut.

Allahumma Sholli ‘ala Muhammad. Dalam bukunya penulis menarasikan manusia mulia itu sebagai seorang pemikir kontemplatif yang menyadari bahwa harga diri bangsanya yang terlalu tinggi justru menghambat dinamika. Masyarakat Mekah terlalu memegang teguh cara hidup leluhur dan takut menghadapi perubahan. Manusia mulia itu begitu menyadari bahwa penduduk Mekah sangat tidak menyukai perubahan.

Masyarakat Mekah pada masa itu mendapat julukan Jahiliyyah, yang  penulis gambarkan sebagai pola pikir yang menerima tradisi turun temurun tanpa bertanya-tanya. Al-Qur’an mengartikan Jahiliyyah sebagai pengukungan. Al-Qur’an memberikan larangan untuk Kembali ke cara-cara yang sudah ketinggalan zaman dengan penuh keangkuhan, seakan-akan mengungkung diri sendiri di dalam benteng yang terpencil.

Selain menarasikan kisah perjalanan dan pribadi manusia mulia, ada beberapa poin yang cukup menarik untuk tidak pembaca lewatkan begitu saja. Salah satunya adalah tentang tafsir dan terjemah ayat-ayat al-Qur’an yang cukup berbeda dibandingkan tafsir dan terjemah pada umumnya. Penulis juga menfafsirkan ayat Mutasyabihat seperti surat Toha, yang dalam kisahnya menjadi salah satu surat yang menggugah hati Umar bin khathab kemudian memutuskan untuk masuk Islam.

Pada halaman 150, Ketika manusia mulia itu menerima wahyu surat al-Alaq, penulis menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan tafsir yang dalam dan menggugah.

اِÙ‚ۡرَاۡ بِاسۡÙ…ِ رَبِّÙƒَ الَّØ°ِÙ‰ۡ Ø®َÙ„َÙ‚َ​ۚ‏

Pada ayat pertama penulis menafsirkan bahwa ayat tersebut menggambarkan harapan, seperti Ketika selama musim dingin segala macam tumbuhan seolah-olah mati, tetapi kedatangan musim semi mengungkapkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu ternyata tengah menantikan waktu yang tepat untuk bertunas dan berkembang lagi. Ayat tersebut menyebutkan kata rabb sebuah istilah untuk pembimbing, yang mengandung makna seseorang yang dengan lembut menyiramkan air ke pangkal tanaman baru, lalu memasang kayu penyangga untuk memandu arah pertumbuhannya.

Ø®َÙ„َÙ‚َ الۡاِÙ†ۡسَانَ Ù…ِÙ†ۡ عَÙ„َÙ‚ٍ​ۚ‏ Ù¢

Pada ayat kedua, Kata ‘Alaq dalam ayat tersebut mengacu pada sulur yang menempel ke batang pohon sebagai contoh symbiosis dalam alam. Sulur-sulur dapat tumbuh tanpa membahayakan pohon yang menjadi inang. Untuk mengasah potensi mereka, manusia perlu saling berhubungan dan bekerja sama, saling bertukar ilmu, dan menggabungkan gagasan-gagasan lama untuk membentuk gagasan baru.

اِÙ‚ۡرَاۡ ÙˆَرَبُّÙƒَ الۡاَÙƒۡرَÙ…ُۙ‏

Pada ayat ketiga, Kata iqra’ diulang untuk memberikan penekanan pada perkembangan, lalu kata akram digunakan untuk mengingatkan   pada kebun anggur. Yang  mana bagi orang Arab, kebun anggur melambangkan tempat yang asri untuk mencari kedamaian dan keamanan. Mengacu pada sulur-sulur yang digambarkan pada ayat sebelumnya, ayat ini menggambarkan tempat buah dari sulur-sulur itu diubah menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menyehatkan.

الَّØ°ِÙ‰ۡ عَÙ„َّÙ…َ بِالۡÙ‚َÙ„َÙ…ِۙ‏

Gambaran tentang kebun anggur menjadi pengantar pada ayat berikutnya, yang menenkankan pada proses. Istilah ‘Allama mengandung makna gunung agung (‘alam), melambangkan stamina yang dibutuhkan untuk mencapai puncaknya dan kesetiaan penduduk Mekah pada kenangan masa lalu untuk mengamankan diri. Upaya keras dan penuh kehati-hatian juga terkandung dalam kata Qalam, yang menggambarkan seni mengasah bilah ilalang untuk membuat pena. Menurut penulis, lapisan demi lapisan makna perlu dikupas dengan hati-hati hingga akhirnya menunjukkan inti pemahaman dan memberikan alat untuk membagi pengetahuan kepada dunia.

عَÙ„َّÙ…َ الۡاِÙ†ۡسَانَ Ù…َا Ù„َÙ…ۡ ÙŠَعۡÙ„َÙ…ۡؕ‏

Ayat terakhir atau ayat kelima, mengingatkan pada tujuan utama yaitu mengubah kemandekan menjadi kemungkinan yang semula tidak terbayangkan. Kata Insan (yang bermakna kiasan manusia) memiliki banyak konotasi. Di satu sisi, kata itu bisa dimaknai sebagai seseorang yang melupakan dan menunda-nunda sehingga mengakibatkan kemandekan. Namun di sisi lain, kata itu juga memiliki makna seseorang yang hebat. Dengan mengambil keputusan secara sadar untuk mengembangkan potensi tersembunyi, seseorang yang semula mengalami kemandekan dapat menjadi hebat. Jika penduduk Mekah bisa menerapkan teladan pembaharuan musim semi dalam kehidupan mereka, mereka akan mampu meraih pencapaian-pencapaian besar.

Penulis menekankan bahwa ajaran yang dibawa manusia mulia itu bersifat revolusioner.  : hikmah perbuatan baik seseorang mungkin baru akan disadari bertahun-tahun kemudian, atau bahkan setelah kematian. Pesan yang disampaikan Muhammad saw kepada para pengikut bawah tanahnya bersifat revolusioner: meskipun saat ini kau berhadapan dengan kekejian, tetaplah berpikir, Menyusun rencana dan bertindak untuk jangka Panjang.

Selain tafsir wahyu pertama, penulis juga menafsirkan ayat-ayat pertama surat Ta ha:

Ø·ٰÙ‡ٰ​ ۚ‏

(tegak berdiri). Perintah dalam surat itu mendorong para pendengarnya untuk tidak gentar. Kedua abjad yang mengawali surah juga mengandung makna. Tha melambangkan tujuan dan Ha melambangkan suri teladan. Jika dipadukan, kedua abjad tersebut meminta para pendengar untuk tekun mengejar tujuan, yaitu membebaskan potensi tersembunyi mereka dengan cara meneladani orang lain. Dari tafsir ayat ini pembaca bisa melihat, bahwa Muhammad Jebara menafsirkan ayat Mutasyabihat, huruf-huruf awal surat yang biasanya hanya berdiri sendiri tanpa penafsiran.

Ù…َاۤ اَÙ†ۡزَÙ„ۡـنَا عَÙ„َÙŠۡÙƒَ الۡـقُرۡاٰÙ†َ Ù„ِتَØ´ۡÙ‚ٰٓÙ‰ ۙ‏

اِÙ„َّا تَØ°ۡÙƒِرَØ©ً Ù„ِّÙ…َÙ†ۡ ÙŠَّØ®ۡØ´ٰÙ‰ ۙ‏

Masing-masing kata dalam dua ayat singkat tersebut sarat kiasan dan makna berlapis. Istilah menurunkan (anzal) mengandung makna gugusan bintang (manazil, yang berasal dari akar Bahasa Ibrani, mazal) yang digunakan oleh para pemandu untuk menentukan arah di padang pasir. Bagaikan cahaya bintang dalam kegelapan, wahyu-wahyu yang telah diturunkan memberikan harapan di tengah keputusasaan dan petunjuk praktis bagi siapapun yang tengah mencari arah kehidupan. Istilah membebani (syaqqa) menggambarkan wajah bersimbah peluh dan lumpur seorang budak yang sedang mengangkut beban berat. Tuhan bukanlah majikan yang memeras tenaga budak untuk kepentingan pribadi, tetapi pembimbing yang hendak membantu manusia menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.

Istilah untuk membebaskan dan meninggikan derajat (tadzkirat) menggambarkan seseorang yang bebas berdiri dan menonjolkan diri untuk membuat orang lain terkesan atau seseorang yang dikenang lantaran perbuatannya. Dan akhirnya, kata yakhsya yang secara harfiah bermakna ‘keluar dari kepompong’ dapat diartikan sebagai mendobrak penghalang yang dibangun sendiri, yang tidak memungkinkan pemahaman. Ayat ini meminta pendengarnya untuk melonggarkan pertahanan mental mereka dan mendengarkan secara aktif dan tulus untuk membuka pikiran mereka terhadap gagasan-gagasan yang cukup kuat untuk membebaskan dan meninggikan derajat mereka.

Surat Tha Ha, berbeda dari wahyu-wahyu sebelumnya yang berisi renungan intelektual rumit, menyajikan contoh-contoh praktis untuk dipelajari (sesuatu yang jauh lebih bisa dipahami oleh penduduk Mekah daripada renungan abstrak selama setahun sebelumnya). Wahyu surat ini sarat akan cerita, terdiri atas lebih dari seratus ayat dan menyampaikan berbagai kisah tentang orang-orang yang tidak sempurna dan memiliki kekurangan. Dengan kisah-kisah tentang Musa, Harun dan Adam, surat ini memperkenalkan sosok-sosok nabi yang selain Ibrahim sang pendiri Mekah yang telah dikenal oleh bangsa Arab.

Narasi surat Ta Ha diawali dengan Musa yang melakukan perjalanan melintasi alam liar Bersama keluarganya dan mellihat nyala api di kejauhan. Dia mengira api itu dinyalakan oleh sesama musafir, tetapi beberapa saat kemudian dia melihat kobaran api di semak-semak dan dari dalamnya Tuhan memberinya perintah: “Aku adalah Tuhan yang maha penyayang (Allah)… maha mengetahui apa yang terlihat maupun yang ghaib … “

Surah Ta Ha menggambarkan Musa sebagai sosok perkasa dan temperamental, seseorang yang membunuh orang lain saat amarahnya memuncak, lalu kabur begitu saja. Seseorang yang dengan kasar menyambar janggut saudaranya sendiri lantaran merasa terkhianati. Seorang pria pemarah yang telah dengan kesal melempar sabak batu Tuhan ke tanah tetapi mendapat pengampunan.

Dari sepetik tafsir dalam bukunya, penulis menonjolkan sisi motivasi pada setiap makna ayat-ayat yang terkandung dalam kedua surat di atas, rentetan kalimat yang begitu indah untuk direnungi dan mudah untuk diresapi.  selain tafsir terdapat juga terjemah beberapa ayat Qur’an di dalamnya yang berbeda dengan terjemah Qur’an pada kebanyakan, seperti kata Iqra’ yang bisa bermakna Bacalah, penulis menerjemahkan lebih jauh dari itu yaitu Berkembanglah majulah. Menurutnya konteksnya adalah sang Nabi saw berbicara di hadapan kerumunan orang Arab yang Sebagian besar buta huruf dalam keadaan stagnan akibat perilaku mereka sendiri, kata tersebut lebih bisa dimaknai sebagai tujuannya untuk menginspirasi kemajuan. Maka, iqra’ bisa dianggap sebagai homonym yang bermakna: Majulah.

Narasi kisah manusia mulia itu tertulis dengan kalimat yang menggugah pembaca, banyak hal-hal yang tidak pernah kita temui di buku-buku biografi Muhammad saw lainnya, sehingga semakin membuka wawasan pembaca untuk bisa mengenal lebih dalam sosok bagaimana manusia mulia itu berjuang dan menjalani kehidupan.

Terjemah dan tafsir dalam buku Muhammad The World Changer   tidak mungkin saya tulis semua di sini, dengan harapan agar pembaca juga turut melahap semua kalimat yang tertoreh dalam buku tersebut. Namun di sini izinkan saya juga mengutip beberapa kalimat yang sekiranya bisa menjadi referensi untuk menyemangati para pembaca untuk segera memiliki dan membaca bukunya dengan diawali dan diakhiri Shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya sampai hari akhir.

“kau telah  merenggut nyawa seseorang , tetapi kami menyelamatkanmu dari kedalaman rasa bersalah dan putus asa dan Kamilah yang menyebabkanmu merenung dan mempertimbangkan Kembali tujuan hidupmu.” (hlm 162)

“sebagai Muslim, mereka menerima bahwa manusia memiliki kekurangan, tetapi justru itulah yang menyemangati mereka untuk terus meneladani satu-satunya hal yang sempurna di alam Semesta, Tuhan.” (hlm 157)

“mendidika anak laki-laki berarti memberdayakan dirinya, tetapi mendidik anak perempuan berarti memberdayakan seluruh bangsa. Hargailah anak perempuanmu dan jangan mengutamakan anak laki-lakimu.” (hlm 133)

“Bahasa adalah dasar kepemimpinan. Karena Arab kekurangan kekuatan militer kemampuan diplomasi menjadi kekuatan utama. Untuk menjadi pemimpin, seeorang harus berbicara dengan fasih, pintah membaca situasi dan dapat berbicara dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dengan cara yang bisa mereka hargai.” (hlm 67)

“kematian Khadijah radhiallahu anhuma merupakan pukulan telak bagi sang Nabi saw ‘dia adalah tempatku mencari kedamaian di tengah lautan kebingungan. Sia mempercayaiku Ketika orang lain menghujatku. Dia memunculkan sisi terbaik dari diriku Ketika orang lain berusaha meremehkanku. Dia mendukungku Ketika orang lain mencoba menghentikanku. Dia menguatkanku dengan kata-katanya, membagikan kekayaannya kepadaku dan menghidupiku beserta anak-anak kami’.” (hlm 191)

“jangan berkubang dalam kepedihan masa lalu: ganjalan perasaan mengakibatkan kemandekan, sedangkan pengampunan mendatangkan kebebasan.” (Hlm 210)

“mereka perlu menyadari bahwa kesuksesan bisa didapatkan dengan cara mengambil Tindakan dan memperlakukan kekurangan mereka sebagai tantangan untuk memperbaiki diri. Mereka perlu menyadari bahwa pola-pola yang rusak harus diperbaiki untuk memberikan ruang bagi gagasan dan kreativitas baru. Berpikir besar berarti melihat peluang dimana-mana: mengubah bahan mentah menjadi hasil karya yang indah, mengubah unsur-unsur yang semula dianggap sampah menjadi hasil karya baru, berani merancang visi baru, dan memanfaatkan unsur-unsur yang cacat dalam masyarakat.” (hlm 220)

Sekian untuk ulasan dari buku Muhammad the World Changer. Buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka dengan judul yang sama dari aslinya dan diterjemahkan oleh Berlian M. Nugrahani. Harus diakui Bentang Pustaka selalu menerbitkan buku-buku terjemah, namun tetap konsisten pada keindahan Bahasa yang ditorehkan oleh penulis. Semoga bermanfaat dan selamat menyelami Samudra ilmu.

 

 


72 PENYIHIR PUN BERSUJUD

  Akhir tahun yang penuh akan sejarah, selain saya terus membaca perjalanan hidup Nabi Saw. yang ditulis oleh beragam penulis dengan latar b...